Thursday, January 15, 2009

Me, Music, Guitar

Hmmmm....lagi-lagi Blog ini gw isi dengan sesuatu yang mungkin ga penting. Hehe sekedar ingin berbagi dan kurang kerjaan menjadi penyebabnya.
Kali ini, gw sedikit banyak pengen cerita soal pengalaman musik dan terutama gitar di dalam hidup gw.

Yang pertama, gw orang yang suka dengan musik. Ya, mungkin referensi musik gw ga sebanyak temen gw (sebut saja namanya Roy) yang menjabat sebagai ketua Komunitas Musik FISIP, dan teman-teman gw yang lainnya. Mungkin variasi jenis musik yang gw denger masih itu-itu aja. Tapi, i just loving the music! Salah satu musik yang paling gw doyan dari zaman SD sampe sekarang adalah yang bertipe-tipe instrumental. Kenapa? Karena biasanya musik instrumental dipenuhi dengan teknik-teknik individu yang luar biasa. Teknik-teknik individu yang ngebuat gw mengagumi cara bermain sang musisi, sekaligus iri..gimana biar bisa main kaya gitu? Selain itu, karena tanpa vokal, musisi instrumental biasanya harus bermain dengan feel yang luar biasa agar dapat menyampaikan makna lagu tersebut. Contohnya Joe Satriani, yang merupakan salah satu gitaris kesukaan gw. Walaupun tanpa lirik, permainannya selalu dilakukan dengan feeling yang sangat luar biasa. Pada lagu-lagu upbeat, semangatnya terasa dari power yang dia salurkan ke gitar. Sedangkan pada lagunya yang mellow, nuansa sendu terasa dari cara memetik gitarnya yang menyayat hati (baca : trenyuh).

Berlandaskan itu, gw sejak dulu mendalami untuk bermain musik. Satu kesimpulan yang gw peroleh dari situ adalah..gw tidak berbakat! haha. Kemampuan yang gw peroleh hingga titik ini, murni dari usaha. Itulah kenapa, teknik musik gw stuck sejak zaman SMP dan SMA (masa-masa gw sangat getol-getolnya latian). Perkembangan gw di waktu itu sangat pesat. Sedangkan masa kuliah? Well, hanya merupakan sisa-sisa kejayaan zaman dahulu. Jam latian di masa ini sangat kurang. Kesadaran tanpa bakat gw rasain setelah ngeliat beberapa permainan temen gw. Jam latian yang lebih sedikit. Usia mulai belajar yang jauh setelah gw mulai. Tapi ternyata tekniknya jauh di atas gw. Dan ini ga cuma dari satu teman, ada beberapa. Hehe, jadi logis dong kalo gw menyimpulkan bahwa bakat gw kurang di bidang ini? Tapi tetep, untuk mengejar sesuatu yang gw senangi dan yakini, semua usaha itu ga ada batasnya. Walaupun ga berbakat, latian yang luar biasa intens mungkin bisa menyaingi mereka yang berbakat luar biasa.

Pesimistis? Mungkin iya. Perlukah gw kasih ilustrasi darimana rasa minder itu tumbuh? Oke, akan gw beberin satu contoh. Waktu itu gw kelas 4 SD, dan mulai mencoba untuk belajar main drum. Seminggu pertama, gw belajar untuk menguasai ketukan-ketukan dasar. Minggu kedua, barulah ketukan itu gw padu dengan fill in dan rolling. Ternyata apa? Tempo gw berantakan. Gw selalu kelabakan karena fill in gw selalu patah-patah, dan kurang satu atau dua beat. Kalopun fill in gw berhasil, ketukan gw setelah itu pasti jadi ngaco! Latian keras sempat gw geber. Pake metronome-pun belum menjadikan gw berhasil menjaga tempo dengan stabil. Frustasi, drum gw tinggalkan. Hingga kini, penguasaan gw atas drum masih itu-itu aja. bahkan canderung agak kagok kalo disuruh main..hehe.

Setelah drum, lantas apa? Gitar menjadi sasaran selanjutnya, pada waktu gw kelas 6 SD. Oke, penguasaan kunci-kunci dasar mayor bukan hal yang sulit. Kendala menghampiri pada kunci-kunci balok. Butuh lebih dari sebulan buat gw supaya kunci balok jadi lancar dan berbunyi dengan nyaring. Wow, sebulan hanya untuk berhasil membunyikan kunci F mayor! Pencapaian yang agak ironis. Setelah itu, gw tetap fokus pada gitar. Zaman SMP dan SMA awal merupakan masa-masa gw sangat rajin berlatih, kendati otodidak. Masa kuliah, gw bertemu dengan banyak gitaris jago di kampus. Well, terus terang..semua ilmu yang gw tempuh di level SMP dan SMA, dan gw yang sudah dianggap salah satu jago di level itu, ga ada apa-apanya sama maniak dan dewa gitar kampus. Padahal banyak dari mereka yang seangkatan. Hmmm...mungkin gw ga seminder itu juga sih. Di level kampuspun gw ga jelek-jelek amat. Masih mumpunilah di tengah-tengah gitaris band kampus.
Rasa minder kedua terjadi saat gw dipanggil untuk bergabung di konser inagurasi FISIP, oleh Komunitas Musik FISIP (KMF). Konsepnya, akan dibentuk band yang diisi dari orang-orang yang 'terpilih'. Lumayan bisa kepilih dalam anggota itu. Artinya gw cukup diperhitungkan di tingkat yang dipenuhi oleh musisi-musisi jago itu. Tapi, lagi-lagi di dalam band itu gw ngerasa agak kagok. Partner gitar gw disana adalah temen gw (yang menurut gw dan kebanyakan anak lain) adalah gitaris terjago FISIP. Gitaris yang juga bassis jago, dengan teknik extraoradinary untuk tingkat usianya, dan mempunyai skill pro layaknya gitaris papan atas Indonesia. Ga cuma gitaris, pemain lain pada instrumen masing-masing juga jago-jago. Nyatanya, selain ga pedenya gw, latian juga ga berjalan maksimal karena kesibukan masing-masing anggota. Hasilnya, penampilan band (yang seharusnya menjadi salah satu band dengan anggota-anggota cukup expert itu) kacau berantakan! Bahkan, menjadi momen manggung paling buruk bagi gw pribadi dan juga anggota yang lain. Damn! Gagal Total....
Itulah salah satu hal yang kemudian ngebuat gw ngerasa agak risih dengan status sebagai salah satu gitaris yang bagus di masa lalu. Buat apa kalo di sini gw minder gini? Buat apa kalo gw ga bisa tapping seenaknya, ga bisa hafal scale-scale dengan baik, dan ga punya speed fingering yang tinggi? Untuk sekarangpun, ambisi band gw untuk maju ke major label kadang masih jadi beban buat gw. Artinya, sebagai salah satu personil band pengejar major, gw dituntut untuk punya skill yang bisa bersaing dengan band-band besar (tentu band besar yang gw maksud bukan semacem ST12, Angkasa, Wali, dll). Gw tau gw bisa kalo usaha lebih keras, tapi entah kenapa..gw enggan. Padahal minder ga biasanya ada di gw. Gw biasanya orang yang cuek, seradak-seruduk kesana-kesini. Entah kenapa, untuk masalah ini, gw selalu ngeliat ke atas. Maksudnya, gw selalu ngeliat pemain seangkatan yang skillnya jauh lebih jago dari gw sebagai pembanding. Habis ngeliat pembanding itu, jatuhnya gw langsung males buat ngejar, Lagi-lagi mikirnya soal bakat.

Kemudian, masalah menggubah lagu. Sejauh ini, gw udah menggubah beberapa lagu (itupun instrumental). Di sinipun, lagi-lagi gw terbentur. Variasi nada yang gw pake terlalu sempit, kunci-kuncinya pun terlalu sederhana. Cuma menyentuh skala mayor, minor, mungkin dibumbui dengan sedikit kunci-kunci 7 atau 9. That's All! Dibandingkan dengan lagu yang dibuat beberapa kolega, lagu-lagu bikinan gw ini rata-rata terlalu simple. Mungkin easy listening, tapi...katakanlah tidak terlalu berkelas. Tidak ada nada-nada yang benar-benar extraordinary dalam lagu-lagu gw. Cuma ngandelin rhytm dan sedikit melodi dengan scale simpel, tanpa permainan dengan efek-efek variatif. Huff, lagi-lagi gw harus mengeluh dalam bidang ini. Tapi gitupun gw ga mau berhenti gitu aja buat bikin lagu. Gw sangat terinspirasi dari judul album Satriani..Engine of Creation. Judul yang bombastis dan memicu semangat berkarya.

Ini klise, tapi gw sadar...usaha yang luar biasa bisa ngalahin bakat. Seperti yang Thomas Alfa Edison bilang "Hasil yang saya peroleh ini merupakan : 1% bakat dan 99% usaha". Tapi, terkadang ada saatnya kita berpikir bahwa ada orang-orang yang benar-benar berbakat luar biasa, dan hampir mustahil untuk dikejar dengan usaha berlipat oleh orang-orang yang kurang berbakat.
Berpikir gitupun juga..gw ga bisa nyerah gitu aja. Walaupun gw ga bisa sejago itu, setidaknya gw masih pengen bisa main jauh lebih baik lagi dari level gw yang sekarang. Dan karena gw cenderung nggak berbakat, maka gw cuma bisa menggantungkannya sama usaha gw.
ESP Triryche ( One of my favourite and Dream Guitar )

No comments:

Post a Comment