Sunday, May 31, 2009

Goodbye Nedved!

Kayanya musim sepakbola kali ini diwarnai sama banyak momen pensiun pemain-pemain yang spesial.
Yang paling heboh dan berkesan pastinya Paolo Maldini. Siapa pendukung A.C Milan yang ga kenal sama orang tua ini? Biar tua, tapi pengabdiannya di Milan selama 20 taun ga bisa dilupain gitu aja. Gw sendiripun yang fansnya Juventus dan notabene rival Milan, cukup salut dan angkat topi sama orang ini. Pemain legendaris yang rendah hati...sulit untuk dicari lagi.

Berikutnya, masih dari rival Juventus, ada Luis Figo. Pemain ini ga lama ngebela Inter, tapi penampilannya cukup berkesan. Ga legendaris banget emang, tapi cukup sedih ngeliat satu lagi bakat besar di muka bumi harus pensiun dari dunia sepakbola.

Yang selanjutnya.....nah ini spesial. Malem ini bakal ada partai antara Juventus-Lazio, dan sekaligus jadi partai perpisahan Pavel Nedved dengan fans Juve. Nedved sendiri udah 8 musim berbaju Juve, dan dibeli dari Lazio sebagai ganti Zidane yang pindah ke Madrid. (Nama yang disebut belakangan juga pemain idola gw sejak masuk ke Juve. Sedih juga pas dia pensiun). Nedved ini pemain yang fleksibel, dengan penguasaan posisi di sayap kiri dan juga sempat dimainin di belakang dua striker Juventus sebagai pengatur serangan. Staminanya badak, tendangannya kenceng gila-gilaan....makanya dia dapet julukan The Czech Cannon. Pas Juve degradasi ke Serie B tahun 2006, Nedved terbukti sebagai sosok yang setia sama klub dan ga berminat buat pindah. Padahal sosoknya sebagai eks pemain terbaik Eropa ngebuat banyak klub yang berminat sama dia waktu itu.
Sekarang udah genap 2 musim dia ngebawa Juve balik lagi dan mencari kejayaan di Serie A. Semua Juventini ga akan pernah bisa ngelupain jasa pemain bernomor 11 ini. Baik sebelum Juve degradasi, maupun di masa dia ngebantu ngangkat Juve lagi untuk berada di tempat yang layak.

Grazie Nedved!! Arrivederci!



Pavel Nedved ( Juventus 2001 - 2009 )

UAS...tagaaaaaa!!!!! Kapan kelarnyaaa?????

Uas gw sekarang memasuki minggu ketiga. Ga biasa-biasanya UAS sampe 3 minggu, karena biasanya paling banter cuman 2 minggu.

Udah gitu, dari 7 mata kuliah yang gw ambil semester ini....6 diantaranya menyertakan tugas akhir buat nilai. Ada yang berupa Take Home tes, ada juga yang dikasih tugas tapi tetep aja disuruh Sit in juga... Kalo kata orang jawa : Sami mawon!!

Yang bikin gw keki, temen-temen gw dari fakultas lain atau universitas lain pada bilang...."Idih, enak banget UAS lo dibawa pulang!!"
Duh..gila kali ya?? Kalo disuruh milih mau UAS Take Home ato Sit in, ga pake mikir lagi gw pasti bakalan milih yang kedua!! Emang sekilas enakan UAS bikin tugas dibawa pulang. Lha, tapi karena dibawa pulang itulah bobotnya jadi lebih berat. Dosen pasti mengharapakan kesempurnaan total dari mahasiswa. Ga ada toleransi untuk kesalahan yang kecil-kecil dan bikin capek..apalagi ada beberapa dosen yang merhatiin footnotenya sampe telitiiiiiiii banget. Lagian juga tugasnya ga gampang. Minimal banyak...itu udah sukur kalo banyak tapi gak SUSAH!!!
Tapi nyatanya....kebanyakan tugasnya NYUSAHIN!!!! Berhubung gw orangnya agak-agak deadliner dan jauh lebih pewe dengan bikin tugas malem-malem karena bisa jauh lebih fokus...mau ga mau jam tidur di kamar dan kasur empuk harus diganti sama tidur sambil berdiri di kereta (masih untung ga sambil kayang.....).
Begini masih mau dibilang ENAKKKKK?????!!!!! Lagian juga makan waktu lebih lama dibanding Sit in yang sehari kelar. Untung UAS gw tinggal sebiji dan habis itu siap untuk liburan. Doain ya tugas-tugas dan nilai kuliah gw bagus-bagus....amin!

Wednesday, May 27, 2009

Saya versus Hidayat Nur Wahid

Posisi MPR sebagai Majelis Ketiga dalam Sistem Trikameral :

Tinjauan Menurut Bentuk dan Fungsi



Rabu 6 Mei 2009, kunjungan mahasiswa Ilmu Politik dari FISIP UI ke MPR disambut baik oleh pemberi kuliah umum, yaitu Hidayat Nur Wahid sang ketua MPR itu sendiri. Dalam sebuah perdebatan di dalam kuliah umum tersebut, sempat terlontar statement dari Hidayat Nur Wahid bahwa Indonesia menganut sistem parlemen Trikameral atau tiga kamar.[1]

Cukup menarik apabila kita menyimak pernyataan tersebut dan membandingkan dengan situasi yang terjadi di lapangan. Sempat muncul keinginan untuk menanyakan argumen dari pernyataan ini kepada Hidayat sendiri. Namun apa boleh buat, kesempatan untuk bertanya sudah habis dikarenakan keterbatasan waktu, dan saya harus rela pulang dengan rasa penasaran. Yang membuat saya penasaran adalah peryataan yang meluncur dari sang ketua MPR itu sendiri, ternyata berbeda dengan asumsi dan pendapat saya mengenai struktur di dalam MPR, serta konsep Trikameral yang diusungnya.

Berikut adalah pandangan dan pendapat saya mengenai sistem yang dianut oleh parlemen Indonesia, yang –dengan segala hormat- sedikit berbeda dengan pandangan dari Hidayat Nur Wahid.


Unikameral, Bikameral, Trikameral : Definisi

Saya akan memulai analisa saya dengan terlebih dahulu memaparkan tiga bentuk parlemen yang lazim digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia. Secara garis besar, ada tiga bentuk sistem parlemen yang ada. Ketiganya adalah Unikameral, Bikameral, dan yang berkembang belakangan yaitu Trikameral.

Unikameral adalah sistem parlemen dengan satu majelis (kamar). Artinya di dalam parlemen atau badan legislatif tidak ada sub kamar lain yang mampu membatasi kewenangan dari satu-satunya kamar tersebut.

Bikameral merupakan sistem parlemen yang menempatkan satu kamar tambahan, yang diharapkan mampu mengimbangi dan membatasi kekuasaan dari kamar lain.[2] Apabila hendak digeneralisasi, semua negera federal menerapkan sistem ini. Hal ini diharapkan agar terdapat perwakilan dari distrik-distrik untuk duduk di satu kamar dan mampu mengwasi kinerja anggota kamar lain dari pemerintah pusat. Sistem bikameral sendiri selalu tidak lepas dari anggapan bahwa wewenang satu kamar biasanya akan dibuat selalu sedikit lebih kecil dibandingkan kamar lainnya, sehingga kemudian menimbulkan pertanyaan akan penting dan efisiennya kamar kedua.[3]

Perlemahan di salah satu kamar inilah yang kemudian disebut sebagai sistem Soft-Bicameral atau, Semi Bikameral, atau meminjam istilah Eep Saefulloh Fatah sebagai ‘Sistem Satu Setengah kamar’. Di sisi lain, ada juga negara yang melakukan perimbangan kepada dua kamar dalam satu parlemen tersebut, dan kemudian sistem ini disebut sebagai sistem Bikameral yang kuat atau Strong-Bicameral. Sistem Bikameral bukan hanya melihat dari adanya dua kamar di dalam satu parlemen, akan tetapi juga dilihat dari proses pembuatan undang-undang dengan mekanisme double check.[4] Adapun sistem ini juga menunjukkan kecedenderungan sistem yang westminster, dan diterapkan di negara-negara seperti Inggris dan Amerika.

Bentuk yang ketiga adalah Trikameral. Menurut Professor.Dr.Jimly Asshiddique, SH. konsep Trikameral diperkenalkan oleh UUD 1945 melalui hasil empat kali amandemen yang menempatkan MPR sebagai kamar ketiga.[5] Kamar ketiga di dalam parlemen ini memiliki fungsi dan wewenang yang berbeda pula dari dua kamar lainnya.


DPD sebagai Kamar Kedua di Dalam Lembaga Legislatif Indonesia

DPD RI lahir sebagai bentuk usaha atas pembentukan lembaga legislatif yang lebh efisien dan seimbang, dengan pemberian fungsi pengwasan terhadap DPR RI. DPD terbentuk setelah adanya amandemen ketiga UUD 1945 yang dilakukan MPR pada bulan Agustus tahun 2001.[6]

Fungsi dan wewenang DPD sendiri tercantum di dalam 6 pasal ( Pasal 2 Ayat 1, Pasal 22 C, Pasal 22 D, Pasal 22 E ayat 2-4, Pasal 23 E Ayat 2, dan Pasal 23 F Ayat 1 ). Secara singkat, berdasarkan keenam pasal tersebut, fungsi DPD dapat dibagi menjadi 4 fungsi umum, yaitu Fungsi Perundang-Undangan, Fungsi Pertimbangan, Fungsi Pengawasan, dan Fungsi Anggaran.[7]

Walaupun secara tersurat DPD memiliki fungsi dan kewenangan seperti yang telah disebutkan di atas, namun pada kenyataannya fungsi itu datang bersamaan dengan berbagai pembatasan wewenang, yang juga bersifat konstitusional. Dalam fungsi legislasi misalnya, DPD tidak berhak untuk memutuskan sebuah undang-undang, melainkan hanya mampu memberikan masukan, pertimbangan, usul maupun saran.[8]


Pernyataan Hidayat Nur Wahid Vs. Fungsi Lembaga

Saya sampai pada bagian akhir, yaitu membenturkan analisa saya dengan pernyataan dari Hidayat Nur Wahid yang sudah dikutip di awal bacaan. Pada akhirnya pertanyaan saya terjawab mengenai argumentasi yang melandasi pernyataan tersebut. Di dalam hand out yang dibuatnya dalam rangka kuliah umum tersebut, saya mendapati bahwa beliau menekankan mengenai kepemilikan fungsi yang terdapat pada MPR. Walaupun mengalami sedikit reduksi kewenangan, namun MPR paska 4 amandemen tersebut masih memiliki legitimasi untuk dapat disebut sebagai sebuah lembaga yang terpisah dari DPR dan DPD. Menurut apa yang dituliskan beliau dalam hand out tersebut, adalah pendapat yang tidak berdasar dan tidak memiliki argumen yang kuat apabila MPR dinyatakan sebagai sebuah ‘forum’ dan ‘tidak dapat dilembagakan’.[9]

Dengan demikian terlihat bahwa argumen beliau yang sesungguhnya adalah menggolongkan MPR sebagai sebuah lembaga yang otonom dalam sistem Trikameral berdasarkan kepemilikan fungsi dan kewenangan. Artinya, poin utama beliau melihat sistem Trikameral adalah pembentukan dan legitimasi atas kelembagaan MPR itu sendiri. Karena MPR mempunyai fungsi, maka ia dapat dilembagakan dan terpisah dari DPR dan DPD.

Namun jika kita melihat dari perspektif bentuk kelembagaan berdasarkan kepemilikan fungsi maka akan timbul pertanyaan lain yang menurut saya bisa diajukan : Mengapa lembaga legislatif Indonesia sebelum amandemen tidak dapat disebut sebagai Bikameral, padahal DPR (yang menjadi bagian dari MPR) dan MPR (gabungan DPR dan utusan golongan) sama-sama memiliki kewenangan masing-masing?

Dalam menjawab pertanyaan ini sekaligus menanggapi pernyataan Hidayat Nur Wahid, maka sebuah pendapat dapat dibentuk.

Untuk melihat sebuah lembaga pemerintahan secara keselurhan, ada dua hal yang harus diperhatikan. Yang pertama adalah bentuk, dan yang kedua adalah fungsi. Dalam perspektif bentuk kelembagaan, pernyataan Hidayat bisa dikatakan tepat sasaran. Andaikata hanya perspektif bentuk yang dilihat dalam menggolongkan sebuah sistem parlemen menjadi sebuah lembaga otonom dalam sistem Trikameral, maka saya sendiripun akan setuju dengan pernyataan beliau. Hal itu terjadi karena memang secara bentuk dan struktur, ada tiga lembaga sendiri di dalam sistem legislatif Indonesia.

Namun, dengan menambahkan perspektif fungsi maka pernyataan tersebut dapat terbantahkan dan sekaligus menjawab pertanyaan yang sudah saya ajukan sebelumnya. Hidayat memang menyebutkan fungsi sebagai kata kunci dalam penggolongan kelembagaan MPR. Akan tetapi fungsi yang disebutkan beliau hanya sebatas memiliki fungsi, bukan seberapa jauh fungsi tersebut berjalan dan bagaimana perimbangan fungsi tersebut mampu memengaruhi kinerja dan prosedur penetapan kebijakan di dalam lembaga legislatif. Perimbangan wewenang itu secara garis besar dapat dibagi manjadi tiga, untuk dilihat dari perlembaga. Dari antara ketiga lembaga legislatif tersebut, DPR memiliki wewenang yang paling luas dan kuat, diantaranya yaitu pengajuan undang-undang maupun penetapan undang-undang. Wewenang legislatif terkuat berikutnya dimiliki oleh DPD, kendati hanya terbatas sebagai pemberi pertimbangan, masukan, usul tanpa bisa menetapkan undang-undang. Dengan demikian, wewenang legislatif DPD setingkat di bawah DPR. Yang terakhir adalah MPR dengan tugas legislatif berupa pengesahan Undang-Undang Dasar (yang notabane pengesahan UUD hanya berlangsung di saat amandemen atau pada kasus ekstrim seperti pembentukan Undang-Undang Dasar Baru).

Pada praktek kesehariannya pun, MPR memiliki porsi paling kecil di dalam menjalankan fungsi legislasinya. Fungsi MPR di bidang ini akan besar hanya apabila terjadi amandemen UUD atau penggantian UUD. Selebihnya, dalam rangka perumusan kebijakan dan undang-undang, DPR lebih berpengaruh, dan disusul dengan DPD di bawahnya.

Hal inilah yang kemudian mendasari saya untuk lebih menekankan kepada fungsi kelembagaan dan bukan kepada bentuk. Walaupun memang secara bentuk dan struktur, lembaga tersebut dapat dilihat sebagai tiga lembaga terpisah, namun tidak ada fungsi yang spesifik dan pembagian fungsi yang signifikan sehingga saya melihat bentuk Trikameral tersebut hanya bersifat prosedural saja.

Selain peninjauan fungsi yang tidak dapat menggolongkan MPR sebagai majelis atau kamar ketiga di dalam parlemen, permasalahn mengenai keanggotaan dapat menjadi pembahasan yang komprehensif di dalam analisa posisi MPR sebagai kamar tersebut. Dalam hal ini, kita bisa berkaca dari sistem parlemen Trikameral yang dianut di Republik Cina Taiwan yang dirumuskan di Konstitusi Republik Cina tahun 1946.[10] Di dalam ketiga lembaga legislatif tersebut, terdapat pemisahan anggota. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di MPR, dimana MPR sendiri hanya merupakan penggabungan dari anggota DPR dan DPD. Hal inilah yang kemudian juga membuat posisi MPR sebagai kamar sendiri kerap dipertanyakan, karena keanggotaan yang ternyata bukan merupakan anggota yang lepas dan mempunyai nilai sendiri di luar anggota DPR dan DPD.

Atas dasar itulah saya cenderung tidak sependapat dengan Hidayat Nur Wahid. Kalau kita melihat hubungan kelembagaan tersebut secara keseluruhan (baik bentuk dan fungsi, maupun struktur keanggotaan) maka saya cenderung melihat sistem Soft-Bicameral yang terjadi di dalam realita keseharian lembaga tersebut. Poin utamanya adalah tujuan dibentuknya kamar-kamar tersebut. Kamar tersebut dibentuk untuk satu tujuan utama, yaitu melakukan keseimbangan wewenang dan menjalankan fungsi check and balances di dalam lembaga legislatif. Disini dapat disimpulkan bahwa hanya DPD yang terlihat diusahakan untuk melakukan peran pengimbangan tersebut. Peran yang diemban MPR tidak berhubungan langsung dengan proses legislasi yang dilakukan DPR, sehingga MPR tidak memiliki kecenderungan untuk bisa membatasi kewenangan DPR. Kewenangan dan fungsi kontrol yang dimiliki DPD pun secara konstitusional tidak bisa membatasi secara langsung fungsi dari DPR, sehingga check and balances sendiri juga tidak dapat dilakukan dengan optimal.

Signifikansi dari penggolongan ke dalam bentuk Soft-Bicameral ini akan semakin terasa apabila kita membandingkan dengan negara lain yang cenderung menerapkan Strong-Bicameral misalnya Argentina, Inggris, atau di sistem pemerintahan Presidensial seperti Amerika Serikat. Di dalam pemerintahan parlementer Inggris, kedua kamar sama-sama memiliki auntuk mengajukan mosi tidak percaya dan mampu menjatuhkan kabinet. Sedangkan di sistem Presidensial Amerika Serikat, Senat dan Kongres sama-sama memiliki kewenangan untuk mengecek dan merevisi semua rancangan kebijakan yang akan diajukan kepada presiden.[11]



[1] Hidayat Nur Wahid dalam kuliah umum “Peran MPR pasca perubahan UUD NRI tahun 1945”. Jakarta 6 Mei 2009

[2] Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2005 ). Hal.180

[3] Ibid, hal 180-181

[4] Saidi Isra. Bikameral yang Efektif.dalam Zainal Arifin Mochtar dan Saidi Isra. Jalan Berliku Amandemen Komprehensif. ( Jakarta : DPD MPR RI. 2009 ), hlm. 36

[5] Jimly Asshiddique. Struktur Ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945. Denpasar : Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VII. 2003. hlm.18

[6] Hidayat Nur Wahid. Untuk Apa DPD RI. (Jakarta : DPD MPR RI. 2006 ), hlm. 25

[7] Ibid. hlm 24

[8] Asshiddique. Op.Cit. hlm 19

[9] Hidayat Nur Wahid. Peran MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945. (Jakarta: MPR RI. 2009) hlm. 4.

[10] Jimly Asshiddique. Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalan Sejarah. (Jakarta : UI Press. 1996) hlm. 42

[11] Muhammad Fajrul Falaakh. Menata Sistem Presidensial. dalam Zainal Arifin Mochtar dan Saidi Isra. Jalan Berliku Amandemen Komprehensif. ( Jakarta : DPD MPR RI. 2009 ), hlm.127

Saturday, May 23, 2009

Kuburan Band... . Bandnya Para Eksebisionis

Siapa anak muda Jakarta yang ga kenal Kuburan Band? Sekarang band itu lagi tenar-tenarnya mengudara di mana-mana. Di radio dan terutama di TV.
Pastinya, yang paling khas itu ya gaya mereka. Dandanan a la KISS, tapi dengan lagu yang lebih cocok dinyanyiin sama Teletubbies!

Lupa-Lupa Ingat, itu judul lagu mereka. Dibilang lagu yang simple sih...emang simple (ya mau diapain lagi dong??). Sekali denger lagu ini pasti langsung inget sama bagian reffrainnya. Ya, bagian "C-Am-Dm-G"! Tentu buat para gitaris dan bassis yang hobi ngulik lagu, sangat dimudahkan dengan lagu ini! hehe..


Ini foto Kuburan Band. Eh sori, ini sih KISS...hehe



Yang jadi menarik adalah ketika mereka bisa ngebungkus bagian simple itu jadi jualan yang unik dan asik. Gw sendiri pernah ngajarin anak bocah maen gitar. Biar gampang, gw ajarin pake 'lagu darurat' yang langsung terkarang di otak gw yang amburadul ini. Pas itu gw bikin pola kunci C-G-Am-F sambil dinyanyiin satu-satu per kunci itu. Tapi yang luar biasa....sama sekali ga kepikir untuk bikin itu jadi sesuatu yang menarik buat dijual!

Emang ga sedikit yang mencibir mereka dengan ungkapan 'band tanpa skill', atau 'dandanan doang yang serem', dll lah..
Gw sendiri punya pendapat lain. Jauh-jauh hari sebelum band ini beken di tv, gw pernah dapet softcopy nya dari temen gw yang anak bandung. Dan ga cuma lagu 'Lupa-Lupa Ingat' yang gw denger. Ada satu lagu lagi yang mungkin juga sekarang mulai nge-hits, yaitu judulnya 'Tua-Tua Kelabing'.
Lagu yang gw sebut belakangan itu sedikit-banyak bergenre Rock n Roll. Gw agak kaget denger lagu ini setelah persis sebelumnya gw denger 'Lupa-Lupa Ingat'. Gaya mainnya beda banget. Tetep sih make lirik konyol, tapi musikalitasnya kerasa banget. Dengan modal gitar bersitorsi yang simpel tapi dengan beat asyik, sampe ke penambahan sampling segala. Gw sendiri sangat enjoy pas denger lagu ini (dengan fakta bahwa gw bukan penyuka Rock n Roll).
Jadi kalo mereka dicemooh soal skill dan musikalitas ya....buat gw mereka masih jauh lebih mending daripada band bergenre Melayu yang sekarang juga lagi marak.

Kalo soal dandanan sih menurut gw jangan diambil pusing. Mereka itu kan band dengan unsur ngelawak. Dan buat gw sah-sah aja kalo mereka ngelakuin itu. Kalo mau dibandingin...kenapa orang jaman 1990-an dulu ga ada yang protes pas band XPDC tampil dengan gaya metal (dan sebagian glamrock), tapi dengan lagu yang mendayu-dayu...padahal ga ada unsur becandanya sama sekali?
Balik ke soal Kuburan Band dan dandanannya, toh mereka juga sama sekali nggak berafiliasi maupun mainin lagu-lagu a la KISS juga kan? Kalo gw liat di beberapa kali perform mereka, toh juga dandanan itu kontras banget kok pas dipadu sama kelakuan mereka yang luar biasa nyeleneh dan bikin gw ga bisa berhenti mikir...."Kok ada ya orang dengan kelakuan segoblok ini??". Justru gaya mereka yang kaya gitulah yang bikin band ini bener-bener makin kerasa suasana fun-nya. Gila, Stress, Ngawur, tapi juga bukan berarti ga berisi. Lha iyalah, gw percaya kok sama kemampuan main musik mereka. Gimana mau ga percaya kalo liat track record mereka yang udah cukup lama bertahan sebagai sebuah band yang struggle di Bandung?



Nah...ini baru Kuburan Band...



Tapi tetep...gw juga ga bisa menjamin bahwa pamor band ini bakalan bisa terus berkibar di belantika musik Indonesia. Gw sedikit agak khawatir kalo band ini bisa kegusur sama band-band bergenre Melayu atau justru penyanyi solo yang ga mutu, misalnya sebut saja Olga (bukan nama samaran). Pokoknya apapun yang terjadi menyoal nasib band ini ke depannya, gw cuma bisa bilang...maju terus buat kuburan band!

Dashboard Confessional's : Don't Wait

*Although i don't really like all of the DC's songs, some of those are remarkable.
I think Don't Wait is adding that exception list. Quite simple song, nice vocal, and the most important is....a killing lyric! Yeah, a little bit sniveling, but either sweet and meaningful (or just me and the situation, that get 'touched' by the lyric? hehe )

Anyway, this is the lyric. Hope you'll enjoy it just as I do
Check this out!


Don't Wait

The sky glows
I see it shining when my eyes close
I hear your warnings but we both know
I'm gonna look at it again

Don't wait, Don't wait
The road is now a sudden sea
And suddenly, you're deep enough
To lay your armor down
To lay your armor down
To lay your armor down

You get one look
I'll show you something that the knife took.
A bit too early for my own good
Now let's not speak of it again

Don't wait, Don't wait
The road is now a sudden sea
And suddenly, you're deep enough
To lay your armor down
To lay your armor down
To lay your armor down

Don't wait, Don't wait
The lights will flash and fade away
The days will pass you by
Don't wait
To lay your armor down

Thursday, May 21, 2009

Rabu Sore, Kisah Masa Lalu Mas Jemi dan Bang Biji

Rabu 20 Mei 2008, 14:20
Alkisah gw sedang mengalami mengalami penyakit yang dinamakan 'komplikasi pemikiran dan gejala kronis di memori otak akibat penumpukan tugas kuliah dan masalah pribadi'.

Siang-siang habis ujan rintik-rintik dan angin sayup-sayup, gw berada di kantin sendirian. Nungguin temen kelar ujian sambil mati gaya, ga ada kerjaan. Inilah yang namanya jadi orang kasian. Diawali dengan sedikit merenungi nasib dan berpikir untuk sms Mama Lauren (yang terkenal dengan kata-katanya : "saya bisa memberikan saran agar Anda bisa mengubah nasib Anda sendiri" ), gw mengurungkan niat itu karena Alhamdulillah pulsa gw sekarat dan otomatis mengeliminasi ide bodoh tersebut.
Daripada mati gaya dan merenungi yang 'macem-macem', mendingan gw bikin sesuatu yang lebih berguna dikit bagi kelangsungan hidup akademis gw. Berbekal ballpoint, stabilo, beberapa buku bacaan, catetan kuliah dan kertas file, gw mulai asyik mengkonsep outline buat makalah uas MPP gw. Mulai dari bikin kerangka teori sampai ke mandek dan buntu ide untuk analisa kasus. Tanpa dinyana, sedikit keberuntungan mulai menghinggapi gw. Nun jauh di meja kantin sebelah, gw melihat dua sosok yang cukup familiar.
Ya, dua sosok itu adalah Mas Jemi Irwansyah ( alumni Politik UI angkatan 1994 yang sekarang jadi dosen dan narasumber diskusi yang oke punya ), dan Bang Biji (nama panggilan yang unik bin menggelitik. Alumni Sosio UI angkatan 1992 yang juga kerapkali jadi teman diskusi yang menyenangkan dan berawawasan luas).
Dalam sekejap, gw udah berpindah meja ke sana dan sedikit berbincang tentang outline yang gw bikin. Seperti diskusi kami yang sudah-sudah, walaupun awalnya dimulai dengan topik yang akademis, lama-lama pembicaraan bergeser ke arah lain (mulai dari masalah sosial, dan terus menjadi makin jauh ke arah yang ga penting. Diantaranya : masalah gay dan kenangan masa lalu mereka berdua pas masih kuliah).
Kalau sebelumnya kita pernah ngomongin soal betapa 'homo'-nya becandaan mereka di masa lalu (yang menurut cerita legendaris bahwa mereka pernah diusir dari PIM yang baru jadi, gara-gara sibuk main colek-colekan pantat di WC!), di kesempatan ini mereka ngomongin soal gimana serunya sarasahan (baca:ospek) di fisip jaman dulu.

Menurut cerita dalam kenangan mereka, dunia sarasehan jaman dulu tuh bukan berarti cuma eksploitasi terhadap Mahasiswa baru aja. Dan kata mereka "Lo salah kalo berpikir bahwa banyak Maba (mahasiswa baru) yang jatuh sakit gara-gara Sar. Yang ada justru panitianya itu pada kena sakit kuning semua gara-gara stress ngurusin acara buat Maba sekaligus memenuhi kebutuhan alumni yang macem-macem!".
Dan kata mereka lagi, di acara Sar itulah pribadi dosen-dosen yang terlihat sangat killer dan jaim bisa terbuka seutuhnya. Mengutip kata Mas Jemi : "Di situ dosen-dosen macem Pak M****di bisa keluar 'kebinatangannya'!". Bahkan dosen macem Mas Eep Saefulloh pun bisa jadi sosok yang sangat usil kalo berurusan dengan yang namanya ngerjain Maba.

Sore itu akhirnya sukses dilewati dengan cerita-cerita masa lalu seputar Sar tersebut. Di akhir cerita, timbul pertanyaan yang retoris dari mereka berdua "Kapan nih mau ada Sarasehan lagi??".
Gw (dan kemudian temen gw yang datang menyusul -bima- ) juga ga tau harus jawab gimana yang bisa memuaskan mereka berdua. Dengan berdehem dan sedikit nada diplomatis, kita cuma bisa jawab "Kalo dari kita sih pingin-pingin aja Bang. Masalahnya kan ada di aturan Dekanat. Selama anak-anak pada mau 'breaking the rule' dikit sih ga masalah. Toh kaya yang Mas Jemi bilang, bahkan sosok kaya Pak M****di pun bisa antusias dan keluar 'kebinatangannya' dalam menyambut acara ini. Sekarang tinggal gimana cara kita ngelobi anak-anak HM dan calon panitianya aja. Soal cara pelaksanaan ya kita bisa studi banding dulu lah ke Sar anak krim ato anak D3..."

Entah jawaban gw kurang memuaskan atau justru terlalu memuaskan, yang jelas mereka berdua masih aja terus mendesak (bahasa halusnya : menyarankan) supaya acara ini dibikin lagi.
Ga lama kita ngobrol-ngobrol lain lagi yang makin ngalor ngidul. Dan seperti biasa, topik pembicaraan kami bisa bergeser sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan lebih dahulu. Karena faktanya, setelah ngomongin panjang lebar tentang Sar, ga lama kemudian kita ngomongin soal gaya menyetir seorang teman yang luar biasa rusuh dan chaos (kalo bahasanya Bakunin : ANARKIS! ).

Ga lama setelah itu, kita pulang....
(akhir penulisan yang ga enak banget. Gantung, gitu doang....)

Monday, May 18, 2009

This is Final Exam!

Hampir dua minggu sejak last post gw (siapa peduli?hehe)
Banyak yang mau gw tulis, tapi apa boleh buat nih..dua minggu kemaren gw habis musuhan sama yang namanya tugas, belum lagi ditambah sama ujian CCF gw yang susahnya bukan main.

Dan...harus gw wanti-wanti bahwa besok (tepatnya nanti siang) UAS gw udah dimulai!
Ugh, kalo inget tugas UAS lagi bikin gw mual-mual, dikit-dikit bawaannya pengen ke WC, belum ditambah keringat dingin, kaki pegal-pegal, dan gejala mimisan menahun! (Sisa-sisa lebay dari nulis makalah yang dipanjang-panjangin)
Tapi, berhubung tadi gw udah cukup membaca bahan buat UAS nanti...jadi ya bolehlah gw meluangkan waktu buat menengok keadaan blog ini (yang notabene, masih aja minus pengunjung akibat kurang promosi).
Hari ini gw bakalan UAS buat mata kuliah SPI (Sistem Politik Indonesia). Yup, matakuliah yang harusnya udah pernah gw ambil di semester 2, dan yang seharusnya itu sekitar dua taun lalu! Soalnya ga pake teori, cukup dengan analisa kasus. Tapi berhubung dosennya itu ahli analisa kasus politik Indonesia, jadi yah...bakalan susah.
Anyway, ujung-ujungnya blog ini mungkin ga bakal keisi sejauh dua minggu lagi. Kecuali kalo nanti gw masih sempet buat nulis-nulis dikit, barang seuprit, di sini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini gw mau sedikit nulis dan nge-post sesuatu yang mungkin ga sempet gw bikin untuk dua minggu ke depan. Ini langkah gw yang namanya berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian (apa hubungannya??)

Yah, intinya....selama gw sibuk UAS nanti, gw akan menyempatkan diri untuk berkhayal bakal ngapain gw untuk ngisi liburan selama 3 bulan ke depan. Jadi, doaain aja ya supaya UAS dan khayalan gw itu lancar..hehe

*post yang ga guna, ga ada maknanya. Intinya cuman mau minta doa aja kok...