Saturday, July 4, 2009

Neoliberalisme yang Dipertanyakan dan Dipertanyakan dan Dipertanyakan dan Dipertanyakan Lagi

Ketika SBY resmi menunjuk Boediono sebagai wakil calon presiden pada bulan Mei 2009, sontak tudingan 'Pasangan SBY - Boediono sebagai antek Neoliberalisme' merebak.

Tanpa tedeng aling-aling, masyarakat kubu kontra SBY pun seperti serempak melontarkan tuduhan itu, sehingga istilah 'Neolib' belakangan menjadi istilah yang jamak di tengah masyarakat, kendati ketiga pasangan capres-cawapres terlihat kompak untuk cenderung menjauhi topik bahasan tersebut.

Kadang ada yang udah teriak-teriak 'Anti neolib!! Anti budak Amerika!!' dengan muka memerah dan kerongkongan mengering...ujung-ujungnya menyenggol rekan 'seperjuangan'nya dan berkata "Neolib itu yang kaya gini gini gini, bla bla bla kan?" (dengan nada kurang yakin, seolah hendak membenarkan asumsinya)

Dan ga jarang teman seperjuangannya itu kemudian membalas dengan 'sabda' berbunyi : "Yah gitulah...pokoknya anti imperialisme, anti budak negara barat,dll" (inipun juga bukan dengan nada yang mantap)

Apa boleh buat..inilah kenyataan yang terjadi di Indonesia sekarang. Belum tau banyak, yang penting ikuti kata atasan, tolak ini-itu-ini-itu. Pernah gw survey ke sebuah desa di Bekasi Utara (known as Desa Sukawangi), dan gw melakukan wawancara kepada 10 orang secara acak. Salah 1 dari 10 orang itu memiliki satu pilihan yang mantap karena dia adalah anggota tim sukses satu pasangan capres-cawapres (sebut saja calon...mawar). Anggota TS calon Mawar ini bahkan dengan gagah dan ga ragu untuk menunjukkan kartu nama dirinya yang berlogo partai dan foto calon mawar. Ketika gw sampai kepada pertanyaan 'Kira-kira Anda tahu, apa yang dimaksud dengan Neolib?'. Orang itu terhenyak sebentar dan dilanjutkan dengan menggeleng secara mantap. 9 orang sisanya juga tidak tahu menahu soal Neolib.

Setelah gw selesai wawancarapun, gw curiga kalo jangan-jangan fenomena 'tolak Neolib' itu cuma berlaku untuk masyarakat urban aja? Kenapa fenomena ini tampak berhembus begitu kencang hanya belakangan dan terutama ditargetkan kepada satu pasang calon saja? Ada anggapan kalo fenomena ini memang sudah 'ditunggangi' oleh kelompok-kelompok kepentingan. Padahal menurut pendapat gw, ketiga calon pada dasarnya menerapkan prinsip dasar sistem ekonomi yang mengacu pada kaidah-kaidah Neolib.

"Lho...Dimana letak Neolib untuk kedua pasangan lainnya?"
Mungkin itu pertanyaan yang langsung terlontar dari pembaca..
Maaf saja, gw ga mungkin untuk menuliskan pendapat gw yang cenderung menyudutkan ketiga calon. Kenapa? Jawabannya : Gw ga yakin pendapat gw akan langsung diterima oleh pembaca (kecuali kalo gw itu seorang Eep Saefulloh Fatah). Yang kedua, pemilu Pilpres udah tinggal 4 hari lagi...dan gw ga akan sudi untuk dituduh sebagai salah satu oknum yang menyebarkan black campaign di H-4 pemilu!

Kalau Anda masih berkutat dengan pertanyaan dan pernyataan : "Lalu sebenarnya Neolib itu apa?? Anda jangan sok tahu, mengkritik orang tapi juga nggak menjelaskan istilah aneh itu!!"
Yah...silahkan dicek post gw yang berjudul Neoliberalisme dan Nilai Individu pada tepat di bawah post ini.

*Harap diingat, gw menulis ini bukan berarti sebagai bentuk dukungan dan pembelaan terhadap Capres SBY-Boediono. Jujur saja, gw sempat menjadi seorang swing voters hanya dalam waktu seminggu oleh karena 'keunikan' tiga pasang capres-cawapres. Mengenai swing dari siapa untuk siapa......ya rahasia perusahaan lah, hehe

No comments:

Post a Comment