Saturday, July 4, 2009

Neoliberalisme dan Nilai Individu

Gw nulis ini bukan maksud sok tahu, tapi menurut gw, catetan ini paling nggak bisa sedikit ngebantu bagi yang awam banget tentang Neoliberalisme. Bahan tulisan ini murni gw dapet dari beberapa catetan kuliah, dan beberapa dari hasil diskusi dengan manusia-manusia dari Kelompok Diskusi Astina dan Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP). Bagi yang pakar Neoliberalisme (Mas Jemi, Bang Biji, Bima, Mas Andrinof, dll)...mohon maaf lahir dan batin bila ada kesalahan..


Neoliberalisme

Istilah ini mulai beken setelah John Williamson mengeluarkan sebuah rumusan mengenai sistem perekonomian global, yang kala itu didominasi oleh serikat perbankan dan keuangan yang berafiliasi kepada negara barat (bagi yang tidak sensitif, boleh dibaca sebagai 'Amerika'). Rumusan itu kemudian dikenal sebagai Washington Consensus. Kalo ga salah Washington Consensus itu terbit sekitar akhir 1980 (kurang lebih 1989). Akan sangat panjang bila sistem ini hendak ditelisik jauh lebih dalam. Hanya saja, mungkin teori Depedensia akan bisa menjelaskan bentuk hubungan ini dengan lebih gampang. (Makanya, kuliah di Ilmu Politik FISIP UI...ambil mata kuliah Perbandingan Politik di semester 4) ==> Dengan nada dan mimik wajah promosi

Intinya, Amerika bersama serikat perbankan tersebut (panggil saja IMF -bukan nama samaran-) dan Lembaga Keuangan Amerika, mengajukan sebuah 'resep' bagi kemajuan pembangunan di negara-negara berkembang. Resep itu secara garis besar berupa pemberian bantuan dana pinjaman untuk pembangunan, namun dengan embel-embel bahwa negara yang dibantu tersebut "sebaiknya" menerapkan sistem ekonomi yang sudah diresepkan di dalam Washington Consensus itu.
'Resep' itu kurang lebih berisi 10 poin sistem ekonomi yang dipromosikan kepada negara berkembang tersebut. Sayang sekali, akibat catatan yang menghilang bersamaan dengan raibnya teman yang meminjam, maka gw ga hafal ke 10 poin itu. Dua poin yang gw inget betul adalah menyoal perlemahan peran negara di dalam pasar, dan termasuk pengambilalihan BUMN untuk dikelola swasta (privatisasi), demi efisiensi dan efektifitas. Yang 8 lagi....gw lupa!!

Yang jelas, sistem ini berorientasi kepada pengakuan hak dan kepemilikan individu. Oleh karena itu, maka muncullah kalangan-kalangan yang bisa memonopoli sistem perekonomian di sebuah negara. 
Apa untungnya untuk Amerika dan IMF? Yang pertama jelas berupa bunga pinjaman yang kemudian bisa menjadi sangat besar. Yang kedua adalah 'ditemukan'nya pasar baru bagi produk Amerika, di mana pasar di sana sendiri sudah tidak sanggup menyerap kelebihan hasil produksi yang luar biasa berlebihan. Akibat pasar bebas dengan minimnya kontrol pemerintah inilah yang kemudian membuat barang-barang itu bisa masuk dengan mudahnya. Inilah yang bikin banyak negara kemudian jadi melarat, termasuk Indonesia. Udah dari dasarnya sistem ini jelas merugikan negara berkembang yang berhutang, belum lagi ditambah dengan mental 'anak bangsa lokal' yang memahami dengan sangat mengenai konsep 'kepemilikan individu'. Apa jadinya? Ya itu...kemiskinan, melebarnya gap sosial, dan masih banyak yang lainnya.


Terus kenapa istilah ini bisa menjadi Neoliberalisme?
Karena emang awalnya ini emang dari konsep liberalisasi...pengakuan hak dan nilai individu, ketimbang nilai yang egaliter. Liberalisme klasik silahkan baca karya Adam Smith yang terkenal dengan Invisible Hand-nya (copet kali ya...).
Kalo kita kenal dengan adanya polarisasi Kiri dan Kanan di sistem ekonomi dan politik...ya pembagiannya jelas bahwa Neolib ini berada di pucuk kanan. Karena kalo kita mau simplifikasi, pembagian kutub ini berangkat atas nilai yang berlaku. Nilai masyarakat atau Nilai individu? Egaliter atau Pribadi?
Kemudian, kutub ini juga akhirnya punya masing-masing variannya. Di kiri sendiri ada sistem sosialis yang terpisah dari komunis, ada pula kiri-tengah yang jauh lebih demokratis, dsb. Nah, Neolib ini sendiri adalah varian dari kutub kanan, sebagai salah satu...katakanlah bentuk advance dari Liberalisme klasik. Kalau mau lebih banyak tahu soal ini, silahkan baca pula tulisan karya Francis Fukuyama yang judulnya The End of the History

Nah, sekarang udah mulai kebayang kan kenapa SBY dan Boediono sangat dituduh sebagai penganut Neoliberalisme ?
Jelas bahwa keterlibatan Indonesia di dalam G-20, menunjukkan bahwa Indonesia MEMANG terdaftar sebagai salah satu negara pemain Neolib. Indonesia emang udah berhenti berhutang sama IMF, tapi sebagai gantinya justru Indonesia yang melakukan promosi hutang dan 'resep' di atas ke negara berkembang lainnya. Artinya, Indonesia sendiri (dan 19 anggota G-20 sisanya) memang terang-terangan berlaku sebagai 'pemain' Neolib untuk tingkat global.
Boediono sendiri juga udah menunjukkan arah perekonomiannya dengan menyinggung bahwa peran negara harus diminimalisir di dalam sistem pasar. Nah, artinya memang tidak ada yang perlu ditutupi lagi bukan?

Oke, sekarang gw agak legaan karena paling nggak udah bisa sedikit mengklarifikasi tentang...bagian mana dari SBY - Boediono yang disebut sebagai Neoliberalisme. Biarpun ga spesifik, paling nggak secara garis besar udah cukup tahu kan? Hehe
Untuk dua pasang calon lain, karena tidak ada tuduhan yang berarti mengenai kecendongan mereka terhadap Neoliberalisme, maka ga usahlah untuk dibahas lebih dalam, karena gw ga pengen juga membuat statement jelek untuk kedua calon lainnya, termasuk juga untuk SBY - Boediono. Post ini cuma bermaksud  untuk klarifikasi dan pelampiasan rasa sok tahu...hanya itu dan ga lebih.

Soal pandangan gw tentang siapa bakal menang dan bakal kaya apa persaingannya? Haha, jangan biarkan mahasiswa sok tahu ini menuangkan pikirannya (yang juga sok tahu), dan justru akan membuat Anda semakin bingung. Akhir kata, selamat memilih!!

1 comment:

  1. Manjawab pertanyaan Boim pada tanggal 5 Juli 2009 via Chatbox : "Jadi sebenernya neolib tuh bagus atau jelek sih Dan?"

    Kalo menurut gw, tergantung untuk kelas sosial apa?
    Buat pengusaha, tentu itu bagus. Privatisasi dan kecilnya kontrol pemerintah bisa ngebuat mereka jadi semakin diuntungakan di dunia niaga, dll.

    Secara kasat mata, ekonomi negara itu maju. Tapi inget, kemajuan ekonominya itu semu. Ujung-ujungnya apa? Ya kaya jaman pak Harto. Sekilas pembangunan udah maju, harga barang murah, tapi semua dibangun di atas utang.

    Makanya, salah besar kalo banyak orang bilang "lebih enak di jaman pak harto, apa-apa murah"

    yah, kalo buat masyarakat kelas menengah dan buruh...jawabannya udah jelas kan?

    Ambil contoh di venezuela :
    Jamannya Carlos Andres Perez (sebelum Chavez naik taun 1999), negara itu juga menerapkan Neolib. Hutang dan pemberlakuan washington consensus. Hasilanya sama kaya yang terjadi di Indonesia. Gap antara kaya miskin jadi semakin lebar.
    Pas Chavez naik dan mengubah haluan politik-ekonominya jadi sosialis kiri-tengah (yang artinya : kontra neolib), para pengusaha yang paling dirugikan sama sistem ini. Bahakn mereka sempet demo dan mengkudeta chavez tahun 2002.

    Kalo mau dibikin simplifikasi ya....neolib akan baik untuk pengusaha, tapi nggak untuk pembangunan ekonomi dan tingkat ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Hal yang demikian berlaku sebaliknya.

    Jadi...menurut lo gimana? Lo di kelas apa sekarang..dan apa yang terbaik untuk seluruh masyarakat Indonesia? (hehe, pertanyaan bernada doktrinasi)

    ReplyDelete