Film yang baru gw puter itu judulnya "The New Rulers of The World".
Gw males juga kalo disuruh nyeritain seluruh isi film itu di post gw ini ( kepedean...siapa juga yang minta diceritain??? ). Yah..gambaran aja kali ya. Seorang buruh di pabrik sepatu merk terkenal berlambang 'centang' mempekerjakan buruhnya dengan shift 36 jam non-stop. Untuk sebuah sepatu yang dijual seharga SATU JUTA EMPAT RATUS RIBU RUPIAH, seorang buruh cuma dapet kompensasi LIMA RIBU PERAK!! Whew, itu bahkan ga bisa buat beli talinya doang! ==> ( talinya harus merk 'centang' itu juga laah. Beli di mall kek. Kalo beli di tampur ato senen sih dapet 2 iket! )
Hal yang sama juga berlaku untuk penjualan boxer bermerk X ( petunjuk : x adalah tiga huruf terakhir dari kata 'GAGAP' ! hehe). Untuk sebuah boxer seharga sekitar 200-300 ribu perak ribu perak, yang mereka dapet cuman gopek!!
Bicara soal buruh....kebanyakan dari kita pasti langsung inget sama satu kata, yaitu 'kuli'. Entah kuli pelabuhan, kuli angkut, de-el-el (kuli tinta not included).
Sebenernya apa status yang ngebedain buruh sama pegawai biasa?
Jawaban awam sih pasti ga jauh-jauh dari : Wah, kalo buruh ato kuli gitu mah cuman ngandelin tenaga doang, ga usah pake otak! Beda man kalo sama pegawai yang kombinasi tenaga sama otak, dan bahkan cenderung otak doang!
Yah, secara umum sih itu sebuah jawaban yang ga bisa disalahkan. Gw juga setuju dengan itu ( lagi-lagi : konteks umum! ).
Konsepsi buruh mulai mencuat sejak Karl Marx memberi definisi yang jelas tentang kelas sosial. Pria berjanggut putih nan lebat ini ( Sinterklas? ) pada mulanya membagi masyarakat industri ke dalam dua kelas, yaitu kelas pemilik modal (borjuis, kapitalis, terserah apaan lagi...) dan kelas pekerja atau proletar. Pada teori pergerakan kelasnya, Marx sendiri punya prediksi bahwa kelas proletar akan berjuang untuk menggulingkan kelas pemilik modal, supaya kelak terbentuk masyarakat tanpa kelas. Teori yang sempat menuai kritik, karena Marx dinilai terlalu filosofis dan terlalu menyederhanakan masyarakat yang heterogen. Di bukunya yang berjudul "Manifesto Komunis" yang dikerjakannya bersama Engel, ia memasukkan masyarakat kelas menengah sebagai kelompok ketiga. Orang yang ga punya modal, tapi punya kemampuan akademik dan lainnya, sehingga punya posisi di atas buruh. Nah, di kelas inilah para pegawai dan karyawan biasa itu digolongkan.
Nah, struktur kelas itu kalau diconvert ke dalem sebuah gambar piramida, hasilnya kaya gini ( sori kalo gambarnya kepotong. Gw bikinnya terlalu semangat, jadinya kegedean dan ga mungkin bisa dikecilin karena tulisannya ga bakal keliatan! hehe ) :
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidDU65WVQ_IFKYtaPLUBsokME4zkpTeKrq0ZcKhEOrcAISiMWeLIVxr6osnDJ2-b73rOGuC0iMpd3sWA2gqUNrKXv8M2X_TFMBCDIvBAsG8i9apgD-YuhU_7oTmOzqu6FTqHO2uCtparg/s400/Piramida+Kelas.jpg)
Kalo kita liat lagi, semakin ke atas bentuknya semakin mengecil ( ya iyalah, namanya juga piramida! ). Nah...berarti kan jumlah buruh senantiasa lebih banyak dari kaum kapitalis. Lagipula, piramida kelas di atas ini ditinjau dari fungsi kontrol. Lain cerita kalau dibentuk piramida kelas dengan ditinjau dari kepemilikan, bahkan bener-bener cuman dua kelas (middle class) akan masuk menjadi proletar. See? Jumlah pengusaha ga akan lebih banyak dari buruh. Nah analoginya....bayangin aja kalo duit banyak disebar ke orang yang lebih dikit, dibanding dengan duit seuprit dibagi-bagi orang segambreng! Kebayang kan letak inequality-nya?
Poin utama yang juga penting banget adalah soal kelangsungan berjalannya sebuah industri. Bukti otentik menunjukkan bahwa industri tidak akan bisa berjalan tanpa buruh. Justru sebaliknya, banyak pabrik di Argentina yang tutup karena bangkrut, kembali dibuka oleh buruh di sana. Pabrik itu akhirnya berjalan tanpa sang pemilik pabrik, dan bahkan tanpa manajemen. Inilah pembuktian bagaimana buruh bisa lebih berguna ketimbang para pemilik industri besar.
Kalo gitu, kenapa orang-orang berguna ini cuma bisa makan maksimal 2 kali sehari? Kenapa mereka ga bisa bawa anaknya yang sakit untuk berobat? Kenapa pula mereka kerap melakukan demo?
Tenaga mereka cuman dihargain dua iket tali sepatu di pasar senen! Itu inti masalahnya.
Kenapa tenaga buruh murah?
Tentu untuk narik investor yang bakal buka pabrik di sini.
Kenapa harus murah?
Supaya kelebihan devisa itu bisa balikin utang Indonesia.
Segitu besarnyakah utang Indonesia?
Sejumlah penelitian sekitar pertengahan tahun 2000 menyatakan bahwa bayi Indonesia yang baru lahir udah harus menanggung utang sebesar 3 juta-an *( Nur Iman Subono, Kuliah Politik Amerika Latin 2008 )
Kenapa buruh yang terlihat paling terkena dampak pengembalian utang ini, sehingga muncul kecenderungan eksploitasi?
Ini jawaban yang harus kita cari.
Cari jawaban doang ga cukup...harus ada konsensus dan solusi, demi realisasi.
Demi mereka, atas nama kemanusiaan.
Dan demi INDONESIA
Selamat Hari Buruh