tag:blogger.com,1999:blog-64135451460012845022024-03-13T21:56:04.626+07:00Pure Inspiration and Pure NyampahPolitik, Sosial, Budaya, Karya Seni, Olahraga, Curhat... Penting sampai Ga Penting, Serius sampai Jayus!
Silahkan ubek-ubek di sini.
Have it Your Way!Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.comBlogger100125tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-17383584965608771552011-08-20T11:57:00.002+07:002011-08-20T12:04:32.250+07:00PB...Petak Benteng yang Menjadi Point Blank"Banyak nyamuk di rumahku, gara-gara kamu malas bersih-bersih...."
<br />
<br />Itulah sepenggal kalimat pertama yang tertutur dari senandung Enno Lerian.
<br />Mungkin Enno adalah artis yang pertama kali saya idolai, jauh sebelum saya mengenal Reza Artamevia atau bahkan Kevin Vierra.
<br />
<br />Dan mungkin tidak banyak yang ingat bahwa penyanyi cilik yang kini menjadi basis ternama, Bondan Prakoso, memiliki seorang rival bernama Eza Yayang. Lenggak-lenggok Eza Yayang yang kerap bergaya Michael Jackson seolah mampu menyihir setiap penonton cilik di rumahnya masing-masing. Jangan kecualikan saya..hehe.
<br />
<br />Lalu setiap sore sehabis mandi, Dandy cilik selalu menyempatkan diri untuk bermain keluar rumah dengan anak tetangga. Bermain kejar-kejaran, atau sekedar melepas guyonan. Dan nyaris setiap akhir minggu, baru saya diperbolehkan bermain Nintendo (yang susah payah saya peroleh setelah derai air mata guna membujuk si papi-mami). Masih ada yang ingat dengan game Mario Bros, Contra, Ica Climber, atau Tetris? Sepertinya itulah tekonologi terpesat yang dinikmati oleh anak-anak segenerasi saya. Jangan tanya generasi di atas kami, yang mungkin bahkan belum mengenal video games. Tapi generasi kamipun sebenarnya sudah cukup senang dengan sebuah benda bulat bertali yang dimainkan naik turun. Namanya....ah saya ingat....Yoyo. Bahkan faktanya tanpa alat bernama Yoyo-pun, kami sudah sangat bahagia apabila banyak anak berkumpul untuk bermain petak umpet, petak benteng (yang lebih populer disebut bentengan), ataupun mencari alasan untuk bisa puas jongkok dengan bermain petak jongkok. Kadang ada yang terlalu bersemangat, sampai jatuh tersungkur dan berdarah, dan mungkin dia menangis setelah itu. Tapi yang jelas itu hanyalah selingan sesaat sebelum "si korban" kembali tersenyum setelah ditraktir es lilin oleh teman-teman yang lain. Setelah itu, bolehlah kami melanjutkan bermain sampai langit mulai agak gelap dan adzan Maghrib berkumandang. Saatnya pulang atau kami akan dikuncikan di luar rumah.
<br />
<br />Itu tadi soal permainan, lalu bagaimana dengan acara televisi?
<br />Si Unyil dan Pak Raden, serta Si Komo, seolah menjadi ikon televisi yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Anak mana yang mau melewatkan Pak Raden bercerita sambil menggambar, atau Si Komo yang bernyanyi bersama Si Belu, Ulil, dan Dompu? Dan jangan lupakan pula sinetron keluarga bertajuk "Sahabat Pilihan" yang bercerita tentang kisah pedagang koran bernama Dado dan Ading. Sinetron yang kemudian berganti tongkat estafet sinetron keluarga generasi berikutnya menjadi "Keluarga Cemara". Lagi-lagi berkisah tentang anak keluarga kurang mampu yang terpaksa berdagang opak sambil sekolah. Saya ingat betapa kami dimanjakan dengan sinetron-sinetron yang secara tersurat memberikan nilai tentang makna bersyukur dalam kesederhanaan.
<br />
<br />Itu semua adalah suvenir yang diperoleh generasi anak-anak yang besar pada era akhir 80-an dan awal 90-an. Tidak banyak sesuatu yang canggih. Bahkan mungkin kami terkesan agak bodoh dan buta teknologi. Satu-satunya anak yang melek teknologi saat itu hanyalah si Lex (cucu John Hammond dalam film Jurassic Park) yang mampu mengoperasikan sistem keamanan taman dinosaurus dalam keadaan darurat. Lex yang bisa membuat kami berdecak kagum karena mampu menghambat gerakan seekor Velociraptor dewasa hanya dengan menggerakkan dan menekan-nekan mouse. Mouse adalah benda misterius bagi kebanyakan bocah kecil di tahun 1993. Padahal ketika <span style="font-weight: bold;">sekarang</span> saya mengetik tulisan ini, percaya atau tidak, saya menyentuh mouse hingga puluhan kali..hehe.
<br />
<br />Mari <span style="font-style: italic;">warp</span> sejenak sejauh 16 tahun ke depan. Masa ketika saya baru melampaui fase remaja, dan terhenyak melihat seorang bocah kecil di tengah pusat perbelanjaan. Banyak alasan kenapa saya bisa sampai terhenyak melihat bocah kecil yang usianya belum genap 5 tahun tersebut. Alasan yang pertama, mungkin dia memiliki tato sebuah naga besar di lengan kanannya. Tapi alasan lain yang agak lebih masuk akal adalah fakta bahwa bocah itu mengalungi sebuah <span style="font-style: italic;">handphone. </span>Bukan <span style="font-style: italic;">handphone</span> biasa, tapi merk tertentu yang berlogo dua buah huruf B. Ya, merk dagang yang saat itu sedang mulai menjamur di Indonesia, hingga satu buah barangnya bisa lebih mahal sekitar 2 sampai 3 kali lipat dari harga setahun kemudian untuk jenis yang sama. Toh saya tidak bisa terhenyak berlama-lama, karena kemudian saya 'dipaksa' harus menganga ketika melihat si bocah mendadak mengangkat HP-nya, dan kemudian asik tenggelam dalam sebuah percakapan singkat. Agak aneh ketika saya mencuri dengar percakapan tersebut, yang terdengar adalah obrolan singkat :
<br />
<br />"Iyah...aku lagi pelgi sama papaku. Kemana ya? Aku juga ga tau ini dimana.. Papa habis ini ngajak ke lestolan katanya, kamu ganggu aja deh. Nanti aku telpon kamu lagi. Nggak bicaaaaaa, nanti paling si mbak yang mencetin hpku biar bisa nelpon kamu. Udah ya..dadaah"
<br />
<br />Hal ini mungkin memberikan dampak yang tidak jauh berbeda kepada saya, dibandingkan dengan misalnya si bocah itu benar-benar memiliki tato naga besar di lengannya. Mungkin dia belum bisa mengoperasikan HP-nya, sama ketika saya belum bisa mengoperasikan sebuah mouse. Tapi Dandy cilik tidak menenteng mouse ke lapangan untuk bermain gobak sodor, bahkan ketika itu Dandy cilik belum memiliki mouse di rumahnya karena belum ada unsur mendesak yang diperlukan untuk memiliki benda tersebut. Menunjukkan status sosial? Barangkali. Tapi apa gunanya anak sekecil itu sudah harus memikirkan status sosial?
<br />
<br />Rasa penasaran itu membuat saya selama 3 hari berturut-turut menunggu di halaman depan rumah ketika sore menjenguk. Apa pasal? Saya ingin melihat kegiatan anak-anak di sore hari. Tetangga tepat di sebelah kiri punya anak kelas 4 SD bernama Karel. Tetangga sebelah kanan saya memiliki anak kelas 3 SD bernama....saya lupa...hehe. Toh ketika saya menunggu sampai maghrib, saya hanya mendapati ibu-ibu tetangga hilir mudik, dan beberapa abang tukang somay dan tukang roti lalu lalang. Tidak ada Karel, tidak ada.....saya sebut saja Gufi. Padahal baru sekitar 5 tahun lalu saya masih bisa mendengar Soya, tetangga sebelah yang sekarang sudah SMA, masih berlari-lari dan bermain petak umpet bersama teman-temannya.
<br />Dan ketika saya memergoki si Gufi yang baru pulang sekolah, itu adalah kesempatan terbaik untuk melakukan interogasi. Dengan iming-iming permen, saya coba untuk ajak dia ngobrol. Ternyata iming-iming permen tidak cukup, karena si bocah minta saya untuk menginstall game PC terbaru di komputernya baru dia bersedia diajak ngobrol. Memang hebat gaya negosiasi anak sekarang. Tapi jangan remehkan anak generasi kami yang lebih fleksibel, sayapun akhirnya bisa mengubah tuntutannya menjadi bentuk yang lebih tradisional....mengajari dia main monopoli, hehehe. Setelah interogasi, usut punya usut, bahkan dia tidak mengenal si Karel. Memang dia pernah melihat Karel, tapi jangankan tegur sapa, dia bahkan tidak tahu nama anak tetangganya paling dekat secara geografis.
<br />
<br />Agak menyedihkan dalam sudut pandang saya, karena mereka bahkan tidak mengenali orang-orang di lingkungan sekitarnya. Namun apakah itu menyedihkan dalam sudut pandang mereka? Saya rasa belum tentu, bahkan mungkin tidak samasekali. Bagi mereka tentu ada kegiatan substitusi lain yang mampu menggantikan proses interaksi tersebut. Misalnya bermain video game, atau menonton Insert Ivestigasi, mungkin juga berlatih mengemudikan mobil di atas kecepatan 100 Km/Jam. Atau bisa jadi sebenarnya mereka tidak kehilangan proses interaksi tersebut, melainkan mereka melakukan komunikasi via pesan singkat atau saling menelepon menggunakan <span style="font-style: italic;">handphone</span>. <span style="font-style: italic;">Who knows</span>?
<br />Menyedihkan hanyalah sudut pandang. Bahkan sekarang mungkin ayah saya berdecak gemas melihat saya yang menghabiskan waktu 2-3 jam beruntun di depan komputer. Hal yang untuk saya lumrah saja, namun tidak lazim bagi orang tua saya. Tenang, di sini saya juga tidak mau menghakimi bahwa anak generasi sekarang tidak lebih baik dari anak generasi kapanpun juga, ataupun sebaliknya.
<br />
<br />Di luar soal menyedihkan, yang jelas saya berani menjamin bahwa mereka lebih melek teknologi dan melek informasi dibandingkan anak-anak generasi kami. Bahkan bisa jadi Lex Hammond yang kami kagumi, terlihat begitu bodoh dan sangat fiktif di mata mereka. Mereka tentu tidak akan percaya tindakan heroik tersebut mampu dilakukan oleh Lex, karena mereka sudah paham mengenai batasan tekonologi yang mustahil dan yang masuk akal untuk satu masa. Mana mungkin pada masa itu seorang bocah dapat semudah itu mengoperasikan sistem keamanan sebuah taman dinosaurus?
<br />Namun ada satu hal berkebalikan yang saya juga jamin, bahwa rata-rata anak pada generasi kami lebih terlatih dan mampu bersosialisasi. Mungkin juga memiliki kebugaran yang lebih (kalau yang ini bukan jaminan, tapi asumsi..hehe). Pada faktanya teriakan kami lebih keras dan tawa kami lebih meledak saat kami tertangkap di dalam permainan petak benteng, dibandingkan teriakan dan tawa mereka saat karakter mereka tertembak mati dalam <span style="font-style: italic;">game</span> Point Blank bukan?
<br />
<br />Lantas, apa poin yang hendak ditekankan dalam tulisan ini? Nyaris tidak ada...hehe. Pada awalnya saya hanya ingin menulis tentang kenangan masa kecil saya. Namun pada perkembangannya, saya menemukan fakta yang menarik terkait dengan perkembangan anak jaman sekarang. Tapi sekali lagi bukan berarti saya menuding bahwa anak jaman sekarang kurang bahagia. Mereka bahagia dengan caranya sendiri, sama halnya dengan generasi ayah-ibu kita yang bahagia dengan memiliki satu saluran televisi saja. Namun sebagai perwakilan (muda) dari generasi yang lahir pada tahun 1980-an, saya dengan senang hati mengakui bahwa saya lebih menggilai Hanson ketimbang Jonas Brothers :)
<br />Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-52365027047238947062010-10-18T23:36:00.006+07:002010-10-21T01:58:40.670+07:00Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto : Sudahkah Layak?*Begian terakhir belum selesai, karena keterbatasan waktu...hehe. Terima kasih!<br /><br />Senin 18 Oktober, seorang teman bercerita dan bertanya kepada saya..."Gw mau apa tau pendapat lo soal wacana pemberian gelar 'Pahlawan Nasional' kepada Soeharto, beserta alasan-asalannya". Kalau cuma ditanya tentang apa pendapat saya...saya akan jawab tidak setuju. Tapi untuk alasannya, saya lebih suka memaparkan via blog ini, atau bertemu langsung dengan orang yang bersangkutan (orang bersangkutan ini maksudnya teman saya yang berinisial 'P', bukan Soeharto).<br /><br />Inilah sedikit ulasan mengenai alasan saya yang tidak setuju kepada pemberian gelar kepada Soharto. Perlu diingat bahwa tulisan ini hanyalah essay kecil, tentang pendapat pribadi yang berdasarkan sedikit literatur (yang dapat saya percaya). Jadi ini hanya essay saja, dan bukan karya ilmiah yang sudah diujikan keabsahannya dalam sidang atau presentasi!<br /><br />Here's your answer P :<br /><br />Saya membagi tulisan ini ke dalam beberapa bagian, yang kiranya dapat menjelaskan dengan lebih runtun mengenai azas kesesuaian pemberian gelar 'Pahlawan Nasional' kepada Soeharto. Yang pertama, tentu saja kita harus mengetahui definisi 'Pahlawan Nasional', dan batasan-batasan serta indikator yang dapat merujuk kepada status sesorang yang hendak dianugerahi gelar tersebut. Baru pada tahap berikutnya, diperlukan sebuah riset kecil tentang apa saja yang sudah dilakukan oleh Soeharto semasa hidupnya. Kemudian kita akan meninjau kesesuaian batasan-batasan tersebut, dengan nilai-nilai yang sudah dibawa tokoh tersebut.<br /><br /><br />A. Definisi dan Indikator-Indikator "Pahlawan Nasional"<br /><br />Setidaknya ada dua hal yang bisa digunakan sebagai alat ukur dalam penetapan kriteria gelar "Pahlawan Nasional". Yang pertama adalah definisi "Pahlawan Nasional" secara etimologis bahasa Indonesia. Yang kedua adalah melihat definisi dan kriteria gelar "Pahlawan Nasional" yang diakui dan tercantum di dalam Perpres No. 33 Tahun 1964.<br /><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Untuk mencari asal dan definisi frase “Pahlawan Nasional” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terus terang saya mengalami kesulitan teknis. Mengapa? Karena kebetulan saya tidak punya KBBI……hehe. Tapi biasanya saya selalu mencari lewat situs buatan Diknas yang berisi salinan langsung dari KBBI, menjadi KBBi versi <i style="">online</i>. Entah mengapa, sudah 2 bulan ini situs tersebut tidak bisa diakses. Mohon maaf sebelumnya, tapi saya terpaksa menggunakan definisi dari kamus bahasa Indonesia lainnya, yang saya peroleh dari situs ini <a href="http://kamusbahasaindonesia.org/">http://kamusbahasaindonesia.org</a>. <span style=""> </span>Menurut situs tersebut, definisi pahlawan<span style=""> </span>dan nasional adalah sebagai berikut<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:12pt;" >[1]</span></span></span></span></a> :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">pah.la.wan<br />[n] orang yg menonjol krn keberanian dan pengorbanannya dl membela kebenaran; pejuang yg gagah berani</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">na.si.o.nal<br />[a] bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal dr bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa: cita-cita --; perusahaan --; tarian --</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Definisi harus saya bagi menjadi dua, karena kamus tersebut tidak menjelaskan frase langsung pahlawan nasional. Adapun dari definisi tersebut, dapat ditarik beberapa indikator yang kemudian dapat dijadikan sebagai <span style="" lang="IN">kriteria seorang pahlawan nasional. Untuk lebih ringkasnya, saya menjadikan “nasional” sebagai bagian yang menerangkan (dalam Frase Diterangkan-Menerangkan), sehingga bahasan dan indikator utama akan saya turunkan hanya dari “pahlawan”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN">Berikut indikator yang saya turunkan dari “pahlawan” :</span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN">Pejuang</span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN">Menonjol karena keberanian</span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN">Menonjol karena pengorbanan</span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN">Membela kebenaran</span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><span style="" lang="IN">Sedangkan “nasional” hanya bersifat penjelas, sebagi keterangan sifat dari “pahlawan” itu sendiri.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><span style="" lang="IN">Berikutnya, kita akan mengurai kepada hal yang lebih spesifik dan lebih jelas, yaitu definisi dan kriteria “Pahlawan Nasional” yang termaktubkan di dalam Perpres No. 33 Tahun 1964<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:12pt;" lang="IN" >[2]</span></span></span></span></a>.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style=""><span style="font-family:Garamond;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">Yang dimaksudkan dengan "Pahlawan" dalam peraturan ini ialah::</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">a. Warga Negara Republik Indonesia yang gugur atau tewas atau meninggal dunia</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">karena akibat tindak kepahlawanannya yang cukup mempunyai mutu dan nilai jasa perjuangan dalam suatu tugas perjuangan untuk membela Negara dan Bangsa;</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">b. Warga Negara Republik Indonesia yang masih diridhoi dalam keadaan hidup sesudah</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">melakukan tindak kepahlawanannya yang cukup membuktikan jasa-pengorbanan dalam suatu tugas perjuangan untuk membela Negara dan Bangsa dan yang dalam riwayat hidup</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">selanjutnya tidak ternoda oleh suatu tindak atau perbuatan yang menyebabkan menjadi cacad nilai perjuangan karenanya.</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"> </p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">Poin b dapat kita hilangkan, karena wacana pemberian gelar Soeharto baru diapungkan setelah beliau meninggal. Lebih jauh, Perpres tersebut memberikan definisi yang jelas mengenai bentuk dari “jasa” dan”pengorbanan”.</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"> </p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">(1) Yang dimaksudkan dengan "jasa" adalah nilai kemenangan dan/atau prestasi</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">yang telah dicapai, termasuk pula segala tindak dan/atau perbuatan yang menyebabkan</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">tercapainya kemenangan dan/atau prestasi tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">(2) Yang dimaksudkan dengan "pengorbanan" adalah penderitaan dan/atau</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">kerugian yang terjadi, akibat suatu pendharmaan diri dalam pelaksanaan tugas dan/atau</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">perjuangan untuk kepentingan Negara dan Bangsa.</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"> </p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">Lebih jauh, definisi dan penjelas tersebut dapat kita tarik menjadi beberapa indikator lagi.<span style="" lang="IN"> Yaitu :</span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Pencapaian kemenangan dan prestasi</span></li><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Tindak-tanduk yang mendukung pencapaian</span></li><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Penderitaan dan kerugian</span></li><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Pendharmaan diri</span></li><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Kepentingan negara dan bangsa</span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Dari kedua sudut pandang tersebut, makan saya memeroleh 7 buah poin yang kiranya dapat menjadi kriteria penetapan seorang “Pahlawan Nasional”, yaitu :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="" lang="IN"><span style="">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="" lang="IN">Pejuang</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="" lang="IN"><span style="">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="" lang="IN">Menonjol karena keberanian</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="" lang="IN"><span style="">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="" lang="IN">Membela kebenaran</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-indent: -0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"><span style="">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="" lang="IN">Pencapaian kemenangan dan prestasi</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-indent: -0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"><span style="">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="" lang="IN">Tindak-tanduk yang mendukung pencapaian</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-indent: -0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"><span style="">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="" lang="IN">Penderitaan dalam pendharmaan diri</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.75in; text-indent: -0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"><span style="">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="" lang="IN">Kepentingan negara dan bangsa</span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Dengan demikian, kita telah memiliki sebuah kriteria sederhana pendefinisian seorang tokoh yang dapat disebut sebagai Pahlawan Nasional.</span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">B. Rekam Jejak Soeharto</span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Pada bagian ini, akan sedikit saya paparkan apa saja tindakan-tindakan dan pin-poin secara garis besar, yang kiranya dapat dijadikan sebagai acuan mengenai apa saja yang sudah dilakukan Soeharto untuk RI. Sebagai penjelas, banyak dari sekian banyak catatan ini yang diwarnai dengan kontroversi, mengenai sejarah yang sudah dibengkokkan. Karena sudah jamak bagi sejarah di negara manapun, bahwa berlaku hukum yang familiar disebut sebagai “<i style="">The winner takes all</i>”, termasuk perubahan alur sejarah.</span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Berikut adalah beberapa daftarnya :</span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Peran Soeharto dalam perjuangan kemerdekaan, Serangan Umum 1 Maret 1949.</span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Studi literatur maupun beberapa dokumen yang diungkap pada masa orde baru (baik tertulis, maupun visualisasi dokumen yang menjadi sebuah film layar lebar), menyebutkan bahwa Letkol Soeharto adalah tokoh yang pertama kali mencanangkan, memrakarsai, dan memimpin langsung Serangan Umum 1 Maret terhadap Ibu Kota RI saat itu (Jogjakarta), agar dapat mendeklamasikan RI yang masih berdiri dan masih memiliki eksistensi. Letkol Soeharto terhitung berhasil dalam melaksanakan tugasnya memimpin pasukan gerilya, dengan berhasi menduduki Jogjakart selama 6 jam, dan menyiarkan kepada dunia internasional bahwa RI saat itu masih berdiri. Namun, yang menjadi kontroversi di sini adalah peran Soeharto yang dinilai dibesar-besarkan, dan dianggap hanya sebagai propaganda di saat ia menjabat sebagai presiden di masa Orba. Pendapat ini muncul dari dokumen-dokumen yang dimiliki oleh kekeratonan Jogja, dan laporan saksi, bahwa di dokumen berikutnya yang ditemukan pada saat orab dan film yang dibuat di jaman Orba, digambarkan bahwa Letkol Soeharto pemrakarsa, dan tidak menggambarkan peran Sri Sultan Hamengkubuwono IX di situ. Padahal, menurut beberapa sumber yang diakui keabsahannya, justru Sri Sultan HB IX yang terlebih dahulu<span style=""> </span>memrakarsai, dan merancang serangan tersebut, sebelum berikutnya kemudian dilaksanakan oleh Letkol Seoharto<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:12pt;" lang="IN" >[3]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="2" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Peran Soeharto dalam perjuangan pembebasan Irian Barat, 1962. Setelah keberhasilannya memimpin tentara gerilyawan dan menduduki Yogyakarta selama 6 jam, karier Soeharto do militer terus meningkat. Hingga pada januari 1962, ia dilantik menjadi Mayor Jenderal, dan diserahi tanggung jawab untuk memimpin operasi militer pembebasan Irian Barat (Komando Mandala). Sejauh ini, belum ada kontroversi soal keberhasilan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala, dalam membebaskan Irian Barat.</span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="3" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Poin berikutnya yang menarik untuk dibahas adalah persoalan mengenai gerakan 30 September 1965. Kontroversi mengenai dalang dibalik peristiwa ini masih bergulir hingga kini, dan bisa jadi tidak dapat diurai dengan sempurna hingga kapanpun. Hal itu berkaitan dengan dokumen-dokumen yang hilang, dan makin sedikitnya jumlah saksi hidup yang dapat dimintai keterangan. Namun, siapapun dalangnya, Soeharto jelas mempunyai pengaruh di dalam peristiwa ini. Hal ini juga diamini oleh John Roosa, seorang Indonesianis asal Amerika Serikat, yang menelurkan sebuah teori termutakhir, yang berusaha mengurai siapa pihak-pihak yang bertanggung jawab di belakang peristiwa 30 September. Di dalam bukunya</span> <i style="">Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'Etat in Indonesia</i> (yang kemudian diterbitkan di Indonesia sebagai : <i style="">dalih pembunuhan missal</i>), Roosa juga menyinggung tentang besarnya peranan yang dilakukan oleh Seoharto. Ia tidak menunjuk langsung kepada Soeharto bahwa ia figur sentral <span style="" lang="IN">di balik peristiwa tersebut, namun lebih jauh ia mengurai tentang persaingan antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Angkatan Darat (AD) yang sedang panas pada pertangahan tahun 1960. Secara ringkas, Roosa menyebutkn bahwa perbutan kekuasaan di antara kedua pihak, membuat AD membuat seuatu rencana untuk menumpas PKI dalam sebuah gebrakan, dan hendak menempatkan orang dari AD di tampuk kekuasaan paska Soekarno. Oleh karena itu, AD membuat sebuah gerakan yang seolah-olah menunjuk bahwa PKI telah melakukan sebuah usaha kudeta, sehingga timbul pembenaran untuk menghabisi PKI hingga ke akar-akarnya. Dan rencana itu dipungkas dengan naiknya Seoharto yang mengambil kursi kekuasaan dari Soekarno, yang dianggap dalam keadaan tidak mampu untuk memimpin.<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:12pt;" lang="IN" >[4]</span></span></span></span></a></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Kontroversi soal ini juga dilanjutkan dengan Surat Perintah Sebelas Maret 1966, yang diklaim Soeharto sebagai surat penunjukkan dirinya oleh Soekarno, sebagai pemegang kekuasaan (sementara) yang sah, ketika Soekarno masih sakit. Namun hingga saat ini, dokumen tersebut diragukan kebenarnnya (karena hingga saat ini, Supersemar yang beredar hanylah berupa salinan). Dan beberapa saksi sejarah juga menyatakan bahwa surat itu ditandatangani Soekarno, di bawah intimidasi, sementara.saksi lainnya mengatakn bahwa Soekarno tidak pernah menulis surat perintah tersebut. Sementara, bukti lain menunjukkan bahwa Soekarno tidak menulis Supersemar sebagai pengalihan kekuasaan kepada Soeharto, melainkan hanya mandat untuk mengamankan keadaan.<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:12pt;" lang="IN" >[5]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="4" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Bagian yang berikutnya adalah bagian saat Soeharto sudah resmi menjabat sebagai presiden hasil legislatif, paska Pemilu 1971. Seharusnya bagian ini justru harus dibuat lebih fokus lagi, tapi karena keterbatasan...errrrr....waktu, maka akan saya singkat saja di dalam poin ini. Sebuah ‘prestasi’ yang menonjol dari Soeharto adalah pembangunan dan kekuatan ekonominya. Saat Indonesia dapat mencapai swasembada pangan, dan PELITA berjalan dengan cukup sukses. Itu sebuah pencapaian, yang banyak dikenang oleh banyak orang tua hingga kini. Biasanya dibumbui dengan kalimat “masih enak jaman Pak Harto daripada sekarang...harga-harga murah, makanan terjangkau”. Sebuah kalimat yang bisa menjadi pujian tersendiri bagi rezim kekuasaannya. Namun benarkah demikian? Benarkah bahwa sejatinya, pertumbuhan ekonomi pada jaman Soeharto jauh lebih pesat dan mencapai hasil yang lebih tinggi daripada sekarang? Pantaskah kalimat pujian tersebut disematkan? Nyatanya, pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan bersifat semu. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai, merupakan hasil dari suntikan dana dan hutang dari IMF. Pembangunan memang harus diakui terjadi (ini yang membuat Pak Harto digelari “Bapak Pembangunan”), namun nyatanya pembangunan besar-besaran juga dilandasi di atas hutang. Dan tahun 1998 adalah pukulan telak bagi negara ini yang dibangun di atas hutang. Jadi seharusnya statement tentang “lebih enak jaman Pak Harto” tadi, lebih baik dikoreksi atau dicabut sama sekali. Karena kondisi ekonomi Indonesia akan semakin merosot apabila gaya kepemimpinan Soeharto diteruskan. Dosen saya, yang juga seorang peneilit sosial-politik pernah mengadakan studi dengan kawan-kawannya. Ia menghitung jumlah hutang Indonesia saat ini, dan dibagi dengan angka kelahiran Indonesia di tahun 2004. Saat itu, beliau mendapati hasil bahwa setiap bayi yang lahir pada tahun itu, masing-masing sudah menanggung hutang sekitar 3 juta rupiah. Hal ini belum diperparah dengan korupsi yang dilakukan oleh Soeharto dan kroninya, sewaktu ia masih menjabat menjadi presiden.<br /></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Di luar pembangunan ekonomi, permasalahan sosial dan budaya juga harus disorot dengan lebih jelas. Dari segi budaya, rezim Soeharto berusaha membuat kebijakan-kebijakan yang menyeragamkan masyarakat Indonesia, dan justru menghilangkan nilai-nilai asli banga Indonesia. Untuk kaum TiongHoa misalnya, banyak kebijakan Orde Baru yang mewaijbkan orang TiongHoa untuk meninggalkan unsur budaya mereka, misalnya nama, budaya, hingga kepercayaan. Begitu pula dengan penyeragaman masyarakat sosial di pedalaman. Misalnya pergantian nagari di Minang, menjadi desa, yang berbeda secara struktur.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Permasalahan sosial juga kerapkali ditutupi-tutupi oleh Soeharto, sebagai usaha untuk menjalankan sebuah pemerintahan yang solid dan terkesan kondusif. Dengan kata lain, banyak kegiatan yang harus dilakukan secara bawah tanah, agar isu-isu yang berpotensi mengguncang stabilitas nasional, dapat diredam. Salah satu bagian dari usaha bawah tanah tersebut adalah pengiriman intel ke tengah-tengah masyarakat. Tujuannya untuk mengawasi tindak0tanduk atau gerak-gerik yang berafiliasi dengan penciptaan instabilitas dan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Orde Baru. Banyak dosen saya di Ilmu Politik (yang dahulu masih menjadi mahasiswa), harus berusaha ekstra keras hanya untuk mendapatkan kopian buku <i style="">Das Kapital</i>. Setiap acara keorganisasianpun juga kerapkali diawasi. Dosen saya yang dahulu juga sudah menjadi dosen, kerap disusup intel di dalam kelasnya sendiri. Ia kerap ditegur, karena memberikan kuliah ataupun referensi buku, yang dianggap tidak sejalan dengan pemerinthan Orde Baru. Program ABRI Masuk Desa juga ditengarai sebagai salah satu cara untuk menyisipikan Intel ke dalam masyarakat-masyarakat suburban. Di luar itu, banyak isu-isu tersebut yang kemudian meledak menjadi sebuah gerakan, dan harus ditanggapi dengan kekerasan oleh pemerintahan Orba. Dalam pemerintahan Seoharto, tercatat berbagai kasus yang berhubungan dengan kekerasan, hingga penculikan orang-orang yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Apakah Soeharto secara langsung terlibat? Hal itu baru merupakan asumsi besar, dan hingga kini belum ada pembuktian yang diusahakan oleh penegak hukum Indonesia. Namun satu yang pasti, langsung maupun tidak, Soeharto memiliki keterlibatan. Karena bagaimanapun, kasus-kasus tersebut terjadi di bawah rezimnya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Di bidang politikpun, banyak dugaan yang merujuk kepada penggunaan kekuasaan dari Soeharto saat itum untuk makin melanggengkan kekuasaannya lagi. Ia memiliki kendaraan politik yang dapat beroperasi dengan ideal dan leluasa, ia memiliki rantai birokrasi yang makin memudahkannya untuk meluaskan jaringannya, dan ia punya popularitas untuk mendongkrak namanya agar semakin dicintai rakyat. Golkar pada masa Orde Baru merupakan partai yang tak mungkin tertandingi. Di bawah masa Soeharto, hanya Golkar yang boleh melakukan aktivitas kampanye hingga ke tingkat paling bawah (<i style="">grass root</i>), sedangkan PDI dan PPP hanya boleh berkampanye dan memiliki kantor cabang hingga tingkat kota/kabupaten. Menyoal nama Golkar juga pertimbangan yang sangat jitu dari Soeharto dan kroninya. Di satu sisi, pandangan masyarakat terhadap partai, selepas Orde Lama tidaklah baik. Hal ini disebabkan karena trauma Gerakan 30 September yang terjadi karena perselisihan partai politik. Dengan cermat, Soeharto memfusikan partai-partai lain dibawah PDI dan PPP (dengan tetap menggunakan imbuhan ‘P’ sebagai ‘Partai’), sementara Golkar sebagai kendaraan politiknya, tidak diberi status sebagai partai politik. Golkar sat itu mengklaim bahwa mereka bukan Partai Politik, melainkan hanya sebagai sebuah yayasan, dan organisasi sosial saja. Padahal sudah awam di kalangan akademisi politik, bahwa organisasi apapun yang mengikuti pemilu, termasuk dalam definisi sebuah partai politik. Selain itu, Golkar juga hendak dibuat sebagai figur yang menengah, sebuah medium dari dua parti lainnya (PDI dan PPP). Hal itu terlihat dari nomor urut partai saat pemilu. Nomor urut partai yang seharusnya diacak dalam setiap pemilu, tidak berlaku pada zaman Orde Baru. Golkar selalu memeroleh Nomer 2, di tengah-tengah PPP (nomor 1), dan PDI (nomor 2). Dan masih banyak cerita lain yang membuat Golkar menjadi partai sekaligus kendaraan politik yang hegemonik dari Seoharto, sementara kedua partai lain hanyalah pelengkap saja.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN">Demikianlah sedikit dari sekian banyak hal yang harus diurai dalam langkah Seoharti di Indonesia. Keterbatasan waktu membuat saya mustahil untuk memberikan penulisan lebih jauh, dan juga sumber yang lebih banyak. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"><span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; line-height: 150%;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="IN"><span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"> </p> <div style=""><br /><hr width="33%" align="left" size="1"> <div style="" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:10pt;" >[1]</span></span></span></span></a> <a href="http://kamusbahasaindonesia.org/">http://kamusbahasaindonesia.org</a> (diakses pada tanggal 19 Oktober 2010, pukul 23.00 WIB)</p> </div> <div style="" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:10pt;" >[2]</span></span></span></span></a> <a href="http://legislasi.mahkamahagung.go.id/docs/">http://legislasi.mahkamahagung.go.id/docs/</a></p> <p class="MsoFootnoteText">PERPRES/PERPRES_1964_33_PENETAPAN,%20PENGHARGAAN%20DAN%20PEMBINAAN%20TERHADAP%20PAHLAWAN.pdf<span style=""> </span>(diakses pada tanggal 19 Oktober 2010, pukul 23.07 WIB)</p> </div> <div style="" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:10pt;" >[3]</span></span></span></span></a> Anonim. <i style="">Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949 : Polemik tentang Pemrakarsa dan Pelaksana Serangan</i>. (Yogyakarta : Media Pressindo, 2000). Hal 39</p> </div> <div style="" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:10pt;" >[4]</span></span></span></span></a> John Roosa. (terj.) <i style="">Dalih pembunuhan missal</i>. (Jakarta : Institut Sejarah Sosial Indonesia. 2008). Hal 250-291</p> </div> <div style="" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=6413545146001284502&postID=5236502704723894706#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=";font-family:";font-size:10pt;" >[5]</span></span></span></span></a> Budi Setiawanto. <i style="">Setelah 42 Tahun, Siapa tahu Supersemar?.</i><a href="http://web.pab-indonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=9896">http://web.pab-indonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=9896</a> (diakses pada tanggal 21 Oktober 2010, pukul 00.50 WIB)</p> </div> </div>Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-21386020515971594132010-10-09T02:37:00.004+07:002010-10-09T02:44:12.777+07:00Nebeng Numpang Beken<span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;font-size:130%;" >"Si Komo itu bukan Kak Seto, tapi Oom gw! Oom gw yang ngisi suaranya si Komo!!"</span><br /><br />(Saya -ketika berdebat dengan teman yang meyakini bahwa Kak Seto-lah si Komo)Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-81010105703801968852010-09-22T02:49:00.001+07:002010-09-22T02:50:29.261+07:00Coldplay - Fix You LyricFrom the luckiest man in the world that became the most unlucky man in the world<br />To....you<br /><br />When you try your best, but you don't succeed<br />When you get what you want, but not what you need<br />When you feel so tired, but you can't sleep<br />Stuck in reverse<br /><br />And the tears come streaming down your face<br />When you lose something you can't replace<br />When you love someone, but it goes to waste<br />Could it be worse?<br /><br />Lights will guide you home<br />And ignite your bones<br />And I will try to fix you<br /><br />And high up above or down below<br />When you're too in love to let it go<br />But if you never try you'll never know<br />Just what you're worth<br /><br />Lights will guide you home<br />And ignite your bones<br />And I will try to fix you<br /><br />Tears stream down on your face<br />When you lose something you cannot replace<br />Tears stream down on your face<br />And on your face I...<br /><br />Tears stream down on your face<br />I promise you I will learn from my mistakes<br />Tears stream down on your face<br />And on your face I...<br /><br />Lights will guide you home<br />And ignite your bones<br />And I will try to fix youIndra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-86298351022285972502010-09-20T02:11:00.006+07:002010-09-20T04:41:49.373+07:00Saya Sungguh Menyesal kepada AndaDimulai dari sebuah kecerobohan, diakhiri dengan penyesalan.<br />Itu masalah klasik yang kerap terjadi pada dalam kisah hidup manusia.<br />Menyesal pasti akibat tindakan yang niatnya A, tapi hasilnya B.<br />Tidak pernah ada cerita tentang 'menyesal', yang memang dimaksudkan hasilnya demikian.<br /><br />Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, menyesal kerap terjadi dalam kisah hidup manusia.<br />Saya tidak pernah masuk dalam pengecualian, termasuk sekarang ini.<br /><br />Pernahkah Anda tersangkut dengan sesuatu yang datang dari masa lalu?<br />Bedakan antara 'tersangkut', dengan 'terjebak' atau 'terikat'<br />Tersangkut adalah posisi yang lebih tipis dan lebi tidak disengaja daripada terjebak,<br />tdaik ada pihak lain yang mengiginkan Anda dalam posisi yang demikian, namun memang hal itu terjadi begitu saja. Itulah tersangkut.<br />Anda merasa sama sekali tidak mersakan sesuatu yang ganjil...yang tidak ada apa-apanya.<br />Namun tiba-tiba sesuatu atau seseorang mengingatkan Anda bahwa ada sesuatu yang menempel pada Anda.<br />Seperti anda merasa berjalan dengan normal...namun tiba-tiba pucuk celana anda tersangkut pada sebuah paku yang menyembul di pinggiran meja.<br /><br />Itu yang sedang saya rasakan. Saya tersangkut dalam masa lalu.<br />Saya memang tidak berniat untuk menyimpan segala memori yang tidak perlu.<br />Bukannya ingin bersikap dingin dan antipati terhadap masa lalu, tapi ada hal-hal dari masa lalu yang tidak sesuai dengan kondisi sekarang, dan tidak baik untuk dipertahankan.<br />Ketidaksesuaian itu dapat menyebabkan 'terjebak' dalam masa lalu, atau menyinggung dan melukai perasaan seseorang.<br />Saya terus maju bersama blog ini, tanpa memedulikan hal-hal kecil yang sudah saya tulis sebelumnya.<br />Hal-hal kecil dari masa lalu yang kirany tidak signifkan bagi saya, dan memcang terlupakan.<br />Namun jejak-jejak lama yang bagi seorang pribadi hanya sebuah jejak biasa, dapat dilihat sebagai sebuah eksistensi makhluk yang utuh bagi pribadi yang lainnya.<br />Tidak hanya bentuk telapak yang tercetak, namun wujud itu bisa menjelma menjadi kaki sungguhan yang seolah menjadi entitas pengejar dari masa lalu.<br />Sebuah blunder apabila melupakan hal seperti itu.<br />Apa yang kita rasakan,belum tentu sama dengan apa yang dirasakan dan diterjemahkan oleh orang lain.<br />Mungkin juga oleh Anda yang sedang membaca tulisan ini sekarang.<br /><br />Saya lalai menghapus jejak-jejak yang sebenarnya sudah tidak saya perlukan dan pikirkan itu.<br />Bagi saya, itu akan sama dengan menyapu rumah berdebu saya yang penuh dengan siluet sol sepatu lalu-lalang.<br />Namun yang harusnya bagi saya tidak berat,ternyata malah terlewatkan.<br />Saya malah tertidur, dan membuat debu itu menebal dan menyebabkan saya terbatuk dan tercekik sendiri.<br />Dan dari paradigma pribadi lain, hal itu bisa jadi merupakan sesuatu yang menyinggung mereka.<br /><br />Dan itulah yang saya lakukan, dan sudah terjadi.<br />Saya lalai, dan saya menyebabkan orang terluka karena itu.<br />Saya minta maaf....dan saya tidak tahu harus apa lagi.<br />Seperti ucapan klise yang saya dengungkan di atas. Menyesal selalu datang belakangan.<br />Saya Sungguh Menyesal kepada Anda.<br /><br />-untuk seseorang yang berarti bagi saya-Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-26519290728190123522010-08-19T23:55:00.006+07:002010-08-20T01:19:36.103+07:00Wisudawan dan WisudawatiKemis Wage, 19 Agustus 2010<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/TG11b4iv9zI/AAAAAAAAAKI/QW-vyp00oVs/s1600/wisuda.gif"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 50px; height: 50px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/TG11b4iv9zI/AAAAAAAAAKI/QW-vyp00oVs/s320/wisuda.gif" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5507187041239037746" border="0" /></a><br />Oke,mari beralih sejenak dari postingan-postingan bernuansa serius dan agak-agak 'gloomy'. Hari ini kita bersenang-senang dan bersuka ria,karena FISIP UI mengadakan wisuda lokal untuk lulusan-lulusan sarjana tahun ini (yang tragisnya bukan saya....).<br /><br />jam 4 sore, teater kolam sudah rame dengan persiapan ini itu,checksound untuk sound system, dekor,dan lain-lain. Dengan perasaan sumringah ketika akan bertemu dengan beberapa teman-teman yang lulus bulan ini,saya melangkah dengan ringan dan bernyanyi-nyanyi. Tiba-tiba ada tangan yang menjawil dan bertanya "eh,lo ikutan wisuda??". Sensitif dan menggugah rasa eneg memang. Pertanyaan itu terlontar dari seorang teman jurusan lain dengan angkatan yang sama. Sebut saja namanya Mawar (kali ini beneran nama samaran).<br />Dengan cengir-cengir bajing,saya menjawab "aaah,masuk UI susah...keluarnya buru-buru amat". Seriously,itu jawaban standar saya ketika ditodong pertanyaan yang rada-rada menohok itu..hehe. Sebenernya itu cuma alibi,karena emang ga mau buru-buru nyelesaiin skripsi saya yang nasibnya masih terkatung-katung itu. Lagipula bukan cuma saya yang bakal lulus 4 setengah tahun,masih banyak rekan-rekan seperjuangan yang berkutat dengan skripsinya. Yang bikin heran, Mawar ini adalah orang kesekian di hari ini yang nanyain tentang itu. Mau bete,tapi inget puasa. Mau mukulin mawar,tapi inget puasa....hehe.<br /><br />Anyway,saya berlanjut menuju kantin kampus yang terkenal dengan nama Taman Korea (apa yang lebih baik selain ngabuburit sambil ngeliatin temen yang ga puasa,menyedot es teh manis dengan nikmat?). Saya menunggu datangnya teman-teman yang lain,dan ngobrol-ngobrol tentang kerjaan baru mereka,dll. Ya,teman-teman saya yang hari ini menjadi wisudawan dan wisudawati. Ada Andi yang berewokan, Rangga yang putih dan ganteng (cieeeeeh), Dayen yang omonganya ngawur banget, Sonny yang makin lama makin gaul, dan yang lainnya. Emang rada iri ngoborl sama mereka, pingin cepet sidang dan kelar semuanya. Masalah wisuda dan toga,itu urusan nanti. Yang penting bisa mulus melewati pembantaian berdarah dalam sidang,itu udah cukup.<br /><br />Ga lama,seorang teman kambali menjawil...kali ini namanya Melati (ya ya ya,nama samaran). "Lo kapan Dan? Ikutan yang sekarang?".<br />Kali ini dengan cengir-cengir bajing yang lebih lebar,saya menjawab "InsyaAllah desember besok".<br /><br />*semoga para pembaca nan budiman (kalo ada yang baca), juga turut mengamini...heheIndra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-36248094829482692162010-06-27T04:31:00.002+07:002010-06-27T04:46:59.162+07:00Kembali jadi Kalong PagiBelakangan ini, rutinitas kembali seperti setahun yang lalu.<br />Lebih tenang, tidak dalam tekanan batin dan mental untuk bertugas, belajar, de-el-el<br />Liburan, tensi menurun, bisa ada waktu untuk main, online, main, dan tidur.<br /><br />Ngomong soal tidur, rutinitas juga kambali kaya taun lalu. Tidisr sih emang lama, masalahnya adalah di pola yang nggak seperti orang lain pada umumnya. Artinya, gw tetep tidur sekitar 8 jam sehari, cuma aja dimulai dari jam 7 pagi sampe jam 3 sore. Nah, kacau kan?<br /><br />"Insomnia" ? Mungkin itu yang kebanyakan ornag mencap dirinya atau orang lain yang kerap tidur malem, ato jadi kalong. Dan apakah gw sepakat untuk mendefiniskan kata itu kepada diri gw sendiri ? Atau kepada teman-teman facebook yang suka lalu-lalang di News feed dengan status "Aduuuuuh, insomnia kumat...facebook-an aja aaaah" ?<br /><br />Gw kurang sepakat dengan itu. Well, mungkin emang ada bakat susah tidur yang menurun di keluarga gw. Mengingat bokap-nyokap gw biasanya baru masuk kamar untuk tidur itu jam 1 pagi. Begitupun kakak gw yang dahulu masih kuliah sering tidur jam 5 pagi. Dan gw juga sekarang mewarisi tradisi itu. Tapi gw cenderung tidak mendifinisikan diri gw sendiri dan banyak orang lain yang gentayangan di facebook sebagai seorang yang insomnia. Gw lebih percaya bahwa "gw dan mereka emang suka untuk begadang". Katakanlah memang belum ngantuk hingga jam 2 atau 3 pagi. Masalahnya, insomnia beneran adalah orang yang tetep masih bangun hingga jam segitu, walaupun mereka udah di kamar tidur, lampu mati, selimut menutup, dan memejamkan mata selama berjam-jam untuk nyoba tidur. Lain halnya dengan gw dan banyak orang yang emang bangun karena ngelakuin aktivitas...misalnya online, nonton tv, main game, dll. Artinya kalo ada yang nulis di FB "haduh masih insominia nih"....silahkan log out dari FB dan cobalah untuk tidur, dan gw percaya itu akan ampuhIndra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-46617450640953830462010-06-10T10:27:00.003+07:002010-08-20T01:20:54.400+07:00Maaf, Saya tidak Berminat Menulis tentang ArielIndonesia, Juni 2010<br /><br />Tengah-tengah bulan ini lagi heboh soal berita beredarnya video porno dengan pemeran 'mirip' Ariel peterpan, 'mirip' Luna Maya, dan 'mirip' Cut Tari. Konon akan menyusul 'mirip' - 'mirip' yang lainnya juga.<br /><br />The fact is, gw ga mau sok peduli dengan ngebahas hal itu secara berbelit-belit di blog gw. Udah banyak infotainment yang ngebahas itu, dan gw mau ikut-ikutan terjun dalam carut marut masalah yang bikin Indonesia heboh di Twitter (dan itu semakin membuat gw bersyukur karena gw kekuh ga mau punya akun twitter pribadi).<br />Well, yang terbaik yang bisa gw lakukan dalam menyambut isu adalah dengan menunggu...menunggu...dan menunggu. Menunggu apa? Yang pertama, tentu update-an 'mirip' yang lainnya itu, hehehehehe :P<br />Yang kedua, gw menunggu masalah ini adem lagi, sehingga status orang-orang di FB ga akan penuh sama berita tentang Ariel-Luna-Tari (hmmmm.pengecualian mungkin untuk update-an rilis video terbaru! hehe)<br /><br />Yang ketiga, gw menunggu Piala Dunia aja...karena ini lebih asyik untuk ditunggu daripada njelimet ngebahas masalah di atas sampe ke ranah hukum dsb.<br /><br />Jadi saya sekarang mengajak sodara-sodara, lebih baik kita menunggu Piala Dunia 2010 digelar aja yuk! :)Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-74922222599437263852010-04-21T02:52:00.000+07:002010-04-21T02:53:48.744+07:00Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu...Silahkan Marahi Saya jika Saya Tidak SopanStasiun Tebet<br />x April 2010<br />7.30<br /><br />Gw lagi antri beli tiket kereta buat ke depok. Kebetulan di tebet ada 2 (atau 3 ya?) loket buat beli tiket, dan disana disediakan besi pembatas sebagai line antrian. Persis di depan gw ada mas-mas jangkung yang sedang berbincang dengan penjaga loket, sembari mengeluarkan selembar uang dua ribuan untuk ditukar dengan kertas kecil bertuliskan "Tebet - Bogor". Gw pun siap sedia mengeluarkan dompet setengah usang gw, dan mulai memilah uang di dalamnya. Tepat saat si Mas-Mas jangkung hendak meninggalkan loket, di serong kanan depan gw ada seorang nenek kecil berjilbab pink. Alih-alih giliran gw untuk beli tiket, si nenek dengan entengnya nyempil lewat celah antara line besi antrian dengan loket. Ajaib, tiba-tiba si nenek udah berdiri di depan gw, dan melakukan transaksi dengan penjaga loket. Sedikit nyengir, gw mengelus dada..<br />Persis setelah si nenek jilbab pink selesai, gw sempatkan diri buat senyum sembari menegur kecil. "Nek, lain kali antri ya. Kasian ini dibelakang saya kayanya banyak yang udah telat kuliah dan udah antri daritadi buat beli tiket" (Silahkan cap gw sok soci, sok baik, atau apalah itu.. Gw cuma ga suka aja hak gw untuk beli tiket setelah ngantri tiba-tiba di rampas...hehe).<br /><br />Dan si nenekpun tersipu..<br /><br />-------------------------------------------------<br /><br /><br />Stasiun Tebet<br />Beberapa hari kemudian, xx April 2010<br />11.07<br /><br />Kembali gw mengantri di depan loket demi memperoleh transportasi yang murah meriah ke depok. Murah meriah tentu diselipi resiko terlambat, panas, copet, orang bawa karung dagangan, dll. Tapi tak apalah...namanya juga Jakarta-Depok untuk Rp 1.500,hehe. Kali ini di depan gw ada mbak-mbak, yang sepertinya anak kuliahan juga. Saat si mbak udah nyaris meninggalkan loket karena sudah mendapatkan tiket yang diinginkan, gw kembali sibuk berkutat dengan dompet gw. Sembari memegang dompet, gw melangkah ke depan buat bertatap muka dengan sang penjaga loket...tiba-tiba ada orang lari dengan sigap dari sebelah kanan gw (well, dari luar antrian). Buru-buru tangannya diulurkan ke loket, mendahului tangan gw. Kaget karena diserobot dengan begitu sigap dan bernafsu, gw pun jadi agak ketus. Kali ini seorang ibu-ibu, agak tua (kendati bukan nenek), berkerudung merah. Gw langsung tanggap menukas "Bu, antri dong". Dalam sekejap, sepasang bola mata yang melotot langsung menatap gw. Bola mata si ibu kerudung merah itu.Muka si Ibu terlihat ketus dan angkuh, sembari tetap menatap tajam gw. Merasa dipelototi, si Ibu gw pelototi balik. Senyap sebentar, sebelum si Ibu menunduk dan jalan dengan gontai ke belakang baris antrian yang cukup panjang.<br />Saat gw udah selesai beli tiket, gw balik badan melewati antrian itu dan berpapasan dengan si Ibu. Tiba-tiba si Ibu mengeluarkan celetuk dengan nada agak tinggi :"Huh, gitu aja marah! Saya kira itu loket sebelah sini kosong!" sambil telunjuknya mengacung ke loket sebelah loket yang antri panjang itu (nah lho, bingung ga sama bahasa gw? hehe).<br />Jengkel banget gw dengan ucapan defensif si Ibu. Yang pertama, jelas-jelas loket sebelah ada tulisan tutup, dan di dalamnya ga ada penjaga loket. Yang kedua, emang kalo udah gitu bisa seenaknya pindah ke loket sebelah tanpa antri dulu??<br />Pingin rasanya gw damprat dengan argumen itu. Tapi ya sudahlah..gw memutuskan untuk jalan terus tanpa menghiraukan si Ibu yang nyerocos di belakang gw. Males ngebahas urusan ga penting sama orang ga ngerti aturan.<br /><br />Biarlah si Ibu berkicau di belakang sana..<br /><br /><br />-------------------------------------------------------<br /><br />Manggarai<br />(masih) April 2010<br />20.30<br /><br />Gw menyeret tubuh lemas gw dengan malasnya. Berusaha untuk menyeberangi jalan satu arah persis di depan stasiun Manggarai. Dari arah stasiun, jalan satu arah itu arusnya dari kanan ke kiri. Maka gw menyeberang cukup dengan hanya menengok ke kanan...mengasumsikan bahwa itu jalan satu arah, dan hanya orang gila atau brengsek yang ngelawan arah di situ. Kalaupun memang benar ada orang gila dan brengsek yang melawan arah, sudah seharusnya dia yang mengalah di kala gw nyeberang jalan tapi ga memerhatikan dia, karena perhatian gw tentu ke arah yang sebenarnya. Dan tebak apa? Ternyata orang gila atau brengsek itu memang ada. Yang lebih ga enak lagi, ternyata dia super gila dan super brengsek, karena ga mau mengerem saat gw menyeberang tanpa ngeliat dia yang melawan arah. Nyaris saja pemuda ramah dan simpatik ini digilas oleh sebuah motor bebek. Rupanya si super gila dan super brengsek ini sempat membejek remnya sesaat sebelum menghantam badan gw. jadinya hanya kaki gw yang sempat kena cium oleh roda motornya.<br />Kaget, gw langsung menengok ke oknum itu. Bapak-bapak umur 40-an, yang membonceng Ibu-ibu umur 30-an. Gw ga inget apa-apa, yang jelas motor sialan itu langsung tancap gas lagi sembari ngedumel. Gw ga mikir apa-apa, cuma ngeliat ke bawah, ngecek kaki gw masih utuh apa nggak. Saat lega karena kaki gw masih berada dalam bentuk yang semestinya, gw berusaha melongok motor yang mulai menjauh itu dari belakang. Tebak apa? Gw memergoki si Ibu-ibu memelototi gw!! Gw ga tau lagi, yang pasti ini udah melebih super gila dan super brengsek. Ga pake basa-basi, gw langsung melotot balik ke si Ibu, dengan tangan dilebarkan dan bertumpu di pinggul (posisi ngajak ribut). Bahkan sampe si Ibu itu nunduk, dan kembali melihat gw, gw masih tetap dalam posisi melotot tajam ke Ibu itu, dengan pose yang sama. Tampak si Ibu itu ngedumel ke bapak-bapak. Dan motor itu sempet berhenti sejenak. Gw menangkap bahwa si Ibu itu menenangkan si bapak, dan kemudian motor keparat itu jalan lagi. Dugaan gw, si Ibu ngadu ke si bapak kalo : "bocah itu ngeliatin kita dengan nyolot".<br />Yaiyalah, gimana gw ga mau nyolot?? Gw yang nyaris ketabrak gara-gara dia yang blo'on..udah gitu malah dia yang ngedumel dan melotot duluan. Gw udah ga pingin melotot doang, tapi pinginnya langsung mukulin dua begundal uzur itu..<br /><br />Sayang harapan gw sirna. Si motor buru-buru cabut dan lenyap di tikungan terdekat...<br /><br />-----------------------------------------------<br /><br />Tiga cerita dalam satu bulan. Ketiganya melibatkan manusia-manusia yang secara umur di atas gw...tapi tidak dengan kedewasaan dan keberadaban. Okelah, untuk kasus pertama, gw masih bisa toleran. Tapi tidak dengan dua kasus berikutnya...<br />Muncul pertanyaan di pikiran gw : Apa umur seseorang itu bisa jadi justifikasi atas tindakan yang mereka lakukan? Apakah dengan demikian, kami yang lebih muda ini selalu dalam posisi yang Sok tahu, Sok suci, Sok bijak, dll? Apakah tindakan gw bisa dikatakan tidak sopan? Apa memang gw yang salah?<br /><br />Nyatanya, kelakuan bocah dari para Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu "terhormat" itu bukan hanya memunculkan gw sebagai korban. Ada seorang teman gw yang nyaris pukul-pukulan sama bapak-bapak di lampu merah. Gara-garanya teman gw ini dimaki-maki oleh si bapak, kala lampu masih merah...dan teman gw menolak maju, di saat bapak ini menuntut teman gw untuk mengabaikan lampu lalu lintas itu.<br /><br />Sebegitu hebatnyakah pengaruh mereka? Damn!! Mereka cuma unggul karena lahir lebih dulu daripada gw dan temen gw. Mereka belum tentu lebih pintar, mereka belum tentu lebih kuat, mereka belum tentu lebih dewasa, mereka belum tentu lebih suci, dan mereka jelas tidak lebih beradab daripada kami.. Sebegitunyakah para "elder" ini??<br /><br />Dan gw juga melihat bahwa gejala ini ga jarang muncul. Saat seseorang dengan identitas yang mereka rasa lebih tinggi daripada orang lain, dengan entengnya mereka ngerasa paling bener dan bisa ngapain aja. Identitas yang gw maksud ini ga cuma umur, tapi juga identitas lainnya. Misalnya, gw pernah mengalami macet pagi yang tidak biasa. Sekitar 4 kilometer non stop. macet itu ternyata disebabkan karena ada acara keagamaan yang mengambil tempat di jalan raya. Bukan pawai, tapi semacem khotbah besar, dengan tenda yang menyeruak hingga ke tangah jalan raya yang biasanya memang rute padat pagi hari. Dan hal ini ga cuma sekali gw rasain, tapi dua kali. Emangnya ini jalanan nenek moyangnya apa?? Emangnya mereka yang ngerasa lebih suci bisa seenaknya make tempat dan fasum kaya gitu??<br /><br />Udah lama gw ngerasa priharin sama kelakuan-kelakuan semi-biadab kaya gitu. Dan ini mental kebanyak orang-orang kita. Mereka ngaco, ditegur, malah nyolot. Terus aja kaya gitu. Ga tua ga muda. Apalagi kalo ada yang tua dan berlagak bahwa mereka lebih hebat, dan ngerasa bukan hal yang santun apabila yang muda menegur kesalahan mereka. Iya pak, bu...lain kali ga gw tegur, langsung gw gaplok aja gimana?<br /><br />-catatan di kala bete dan dongkol memuncak- (bisa jadi tidak objektif)Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-33197799934776219372010-04-21T02:44:00.002+07:002010-04-21T02:51:18.961+07:00Assalammualaikum!! Selamat pagi sodare-sodare, saya kembali menulis!!Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan ini saya bertekad untuk menyempatkan waktu menulis kembali.<br /><br />Hehe, gw sempet tidak ngeblog selama hampir 4 bulan. Alasannya macem-macem : dari sibuk banget, beneran sibuk, sedang sibuk, agak sibuk, sok sibuk, dan yang lainnya..<br />Gw juga belum menemukan mood yang pas untuk kembali bercengkarama dengan dunia "Tulis Menulis Iseng-Iseng".<br /><br />Tapi kebetulan, hasrat itu kembali muncul. Menggebu untuk melampiaskan apa yang pingin gw tulis. Ke sok tahuan gw yang pingin gw bagi ke orang-orang, keanehan hidup gw yang mungkin ga penting bagi kalian, kenarsisan gw yang seakan tidak luluh dimakan usia, ke-sok romantisan gw yang seringkali menghasilkan karya murahan.<br /><br />Apapun itu, gw kembali menulis!! Bagus-ga bagus, Norak-ga norak...tinggal pilih, mau dibaca apa di skip!! hehe.<br /><br />Salam jumpa!!Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-77982943161127595672009-12-13T21:25:00.004+07:002009-12-13T21:27:46.284+07:00Pers di Dalam Peta Kekuatan Politik Indonesia<div style="text-align: justify;">*Yak, lagi-lagi karena sedikit seret dalam bahan tulisan yang segar dalam blog ini...marilah saya post salah satu hal yang belakangan agak menyita waktu saya sehingga ga sempet menambhakan sesuatu yang berguan di blog ini : MAKALAH SAYA!!! hehehe..semoga bermanfaat
<br />
<br /></div>
<br /><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CDANDYP%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="State"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Wingdings; panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:2; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText {mso-style-noshow:yes; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter {margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; tab-stops:center 3.0in right 6.0in; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} span.MsoFootnoteReference {mso-style-noshow:yes; vertical-align:super;} a:link, span.MsoHyperlink {color:blue; text-decoration:underline; text-underline:single;} a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed {color:purple; text-decoration:underline; text-underline:single;} /* Page Definitions */ @page {mso-footnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/DANDYP~1/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fs; mso-footnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/DANDYP~1/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fcs; mso-endnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/DANDYP~1/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") es; mso-endnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/DANDYP~1/LOCALS~1/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") ecs;} @page Section1 {size:595.45pt 841.7pt; margin:1.2in 1.25in 1.2in 1.3in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:959148658; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-443220674 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-number-format:alpha-upper; mso-level-tab-stop:.5in; mso-level-number-position:left; text-indent:-.25in;} @list l1 {mso-list-id:1068042706; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:35937320 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;} @list l1:level1 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:.5in; mso-level-number-position:left; text-indent:-.25in; font-family:Symbol;} ol {margin-bottom:0in;} ul {margin-bottom:0in;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">BAB I<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">PENDAHULUAN<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style="">1. Latar Belakang<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Sebagai produk dari komunikasi politik, pers dan media memiliki peran yang cukup beragam di dalam sistem politik di setiap negara. Entah peran itu hanya berupa penyedia informasi, sarana propaganda terselubung pemerintah, berdiri sebagai oposisi pemerintah, maupun ditunggangi oleh kelompok-kelompok kepentingan tertentu. Ragam peranan pers itu kemudian menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas, karena pers yang independen (bukan berasal dari pemerintah dan partai politik), seharusnya bisa memosisikan diri sebagai pihak yang netral.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Namun, pada tingkatan pers yang netralpun, kerapkali mereka bisa tanpa sengaja mengarahkan kepada pembentukan opini publik yang pada akhirnya menggiring masyarakat kepada pilihan untuk menentukan legitimasi kepada pihak-pihak yang bersaing sebagai penguasa.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Sejarah panjang pers <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> tidaklah terlepas dari hal-hal yang sudah disebutkan di atas. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> masa-masa di mana pers berada di dalam rezim pemerintah yang cenderung otoriter. Mereka hanya dijadikan corong suara bagi para penguasa. <st1:city st="on">Ada</st1:city> periode di mana yang tumbuh berkembang saat itu adalah pers yang ditunggangi oleh partai-partai politik, dan tidak jarang hanya menjadi media propaganda idealisme di antara partai-partai tersebut <st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:city> kalanya mereka tidak berani menuliskan kabar pembredelan yang diterima oleh rekan media lain. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> kalanya mereka justru mengumbar pembredelan media lain dengan mengajukan doktrin yang seolah menjadi pembenaran bagi pemerintah pada waktu yang bersangkutan untuk melakukan pembredelan tersebut. Namun terdapat juga masa-masa di mana mereka bebas untuk menulis dan melaporkan tentang apa yang terjadi di lingkungan pemerintah dan para elit politik secara gamblang, tanpa ragu dan takut terhadap apa yang mereka tulis asalkan masih sesuai dengan norma dan nilai yang terkandung di dalam Undang-Undang Pers.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Hal itulah yang kemudian menjadi menarik bagi penulis untuk membahas mengenai peranan pers di dalam peta politik <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. Pers independen yang dibelenggu, jelas merupakan keuntungan bagi pihak penguasa yang sedang berada di lingkungan pemerintah. Namun kajian itu menjadi dapat dibahas lebih mendalam, apabila melihat pers yang bebas dan berpotensi meimbulkan ancaman bagi keberlangsungan penguasa yang sendag menjabat, mempromosikan oposisi, dan pembentukan opini publik.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">2. Permasalahan<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Kontrol sosial merupakan salah satu fungsi utama yang dimiliki pers di dalam ranah politik. Banyak pihak yang setuju dan mengutarakan bahwa pers adalah lembaga keempat di dalam trias politika. Di luar lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, peran lembaga keempat yang diemban oleh pers adalah sebagai kontrol, dengan melakukan pemberitaan ke masyarakat luas apabila ketiga lembaga lainnya melakukan penyelewengan dalam kewajibannya.<a style="" href="#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Wacana tersebut adalah sebuah pernyataan yang sebetulnya masih perlu dipertanggungjawabkan lebih jauh, Di dalam memaknainyapun, secara sekilas diperlukan batasan. Pers seperti apa yang masih bisa dikategorikan untuk memegang peranan tersebut? Hal ini seolah menjadi dilematis karena pers diharapkan bisa menjadi pihak yang dinggap tidak memihak, namun di sisi lain mereka merupakan media utama yang paling mempunyai akses menyeluruh di antara pemerintah, kelompo kepentingan, kelompok penekan, dan aspek masyarakat yang lainnya. Dengan kata lain, mereka adalah pihak yang sangat berpotensi untuk memeiliki andil besar di dalam pergeseran peta kekuatan politik di sebuah negara, dalam hal ini <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. Pers yang bebas dapat menjadi katalisator demokrasi di sebuah negara, di sisi lain juga ‘bebas’ untuk memilih kecenderungan mereka untuk menentukan ke arah mana pemberitaan mereka akan ditampilkan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengajukan pertanyaan penilitian sebagai berikut :</p> <ul style="margin-top: 0in;" type="disc"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i style="">Seberapa relevan apabila pers dikatakan sebagai pilar keempat demokrasi setelah Ekskutif, Legislatif dan Yudikatif?<o:p></o:p></i></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i style="">Seberapa besar peran pers di dalam peta kekuatan politik <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>?<o:p></o:p></i></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i style="">Bagaimana prospek pers sebagai civil society yang berperan dalam mengawasi pemerintah di masa yang akan datang?<o:p></o:p></i></li></ul> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style="">3. Kerangka Teori dan Konsep<span style=""> </span><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style="">3.1 Pers <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Secara etimologis, kata <i style="">pers </i>(Belanda), <i style="">press </i>(Inggris), <i style="">presse</i> (Prancis) berarti ‘tekan’ atau ‘cetak’. Definisi terminologisnya adalah media <st1:place st="on"><st1:city st="on">massa</st1:city></st1:place> cetak, disingkat media cetak. Istilah pers sudah lazim diartikan sebagai <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> kabar mingguan (<i style="">newspaper</i>) atau majalah (<i style="">magazine</i>).<a style="" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Namun, kajian dari <i style="">pers</i> sendiri lambat laun meluas, sehingga pers tidak hanya meliputi media cetak. Pers dalam arti luas meliputi media <st1:place st="on"><st1:city st="on">massa</st1:city></st1:place> elektronik, antara lain radio siaran, dan televisi siaran, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik<a style="" href="#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Secara lebih jauh di dalam bukunya, Prof. Drs. Onong Uchjana Effendi M.A, mendefinisikan pers dan hubungannya di dalam sistem politik sebuah negara : pers adalah lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan di negara di mana ia beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Pers adalah sebuah sistem yang terbuka dan probabilistik, artinya pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan dan di sisi lain, pers juga memberikan pengaruh yang tidak dapat diduga kepada lingkungannya. Dengan sistem yang demikian, maka pers cenderung untuk mempunyai kualitas penyesuaian. Apabila pers tidak mampu menyesuaikan diri kepada perubahan kondisi dan lingkungan, maka ia akan mati. Di atas itu semua, mati hidupnya pers atau lancar tidaknya kehidupan pers di suatu negara dipengaruhi bahkan ditentukan oleh sistem politik dan pemerintahan di negara di mana pers itu beroperasi.<a style="" href="#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">3.2 Pers Pancasila<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><span style=""> </span></b>Sistem pers yang dianut di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> semenjak rapat Dewan Pers pada tahun 1984. Sebuah sistem yang berusaha mencapai kondisi sebagai pers yang sehat, bebas, dan bertanggung jawab. Definisi lainnya yaitu pers yang berorientasi, bersikap, dan bertingkah laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Sayang, definisi pers yang dibuat oleh Dewan Pers itu gagal membuktikan adanya identitas asli Pers Pancasila. Dari segi terminologi definisi “pers yang bebas dan bertanggung jawab”, sulit dibedakan dengan pengertian “ <i style="">A social responsibility theory of the press</i>” yang disusun oleh Komisi Kemerdekaan Amerika Serikat paska Perang Dunia II.<a style="" href="#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">3.3 Komunikasi Politik<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Komunikasi politik adalah pesan-pesan yang ditransmisikan, dan ditujukan untuk mempunyai pengaruh dalam distribusi kekuasaan di tengah masyarakat, ataupun tingkah laku dalam penggunaan kekuatan dan kekuasaan tersebut.<a style="" href="#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>: </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">3.4 Fungsi Pers<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Pers adalah sarana yang menyiarkan produk jurnalisitk. Fungsi pers berarti fungsi jurnalisitk. Secara umum, ada empat fungsi pers, kendati hanya tiga yang berhubungan langsung dan signifikan dengan khasanah studi komunikasi politik. Ketiga fungsi tersebut adalah<a style="" href="#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Fungsi Menyiarkan Informasi. Fungsi ini merupakan fungsi yang utama. Informasi tersebut berupa gagasan mengenai apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain, dan lain sebagainya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Fungsi Mendidik. Fungsi ini dapat bersifat implisit dalam bentuk berita, ataupun eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Fungsi Memengaruhi. Fungsi ini yang menyebabkan <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> kabar memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Media yang terutama memiliki fungsi ini adalah media yang independen, bebas menyatakan pendapat, bebas melakukan kontrol sosial, dan bukan <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> kabar organ pemerintah yang membawakan suara pemerintah</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">3. 5 Civil Society<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span><i style="">Civil </i>society diartikan sebagai sebuah ide mengenai eksistensi dari sebuah otonomi masyarakat yang terinstitusionalisasi, di luar negara. Ide dasar ini pada kondisi yang ideal, dispesifikasikan bahwa institusionalisasi masyarakat ini harus benar-benar diberi batas pemisah dengan kontrol dari negara. Adapun <i style="">civil society</i> sendiri seringkali diposisikan sebagai lawan dari totalitarianisme yang berkembang di Eropa Timur. Totalitarianisme yang banyak dibahas di sini<span style=""> </span>menyangkut teror <st1:place st="on"><st1:city st="on">massa</st1:city></st1:place>, atomisasi pada semua tatananan kehidupan sosial yang ada.<a style="" href="#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Adapun kalangan yang termasuk sebagai <i style="">civil society</i> dapat meliputi cendekiawan, pelajar, jurnalis, dan yang lainnya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">BAB II<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">ISI<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><span style="">A.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></b><!--[endif]--><b style="">Sejarah Pers dalam Politik Indonesia Paska Kemerdekaan<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Sudah disinggung di dalam kerangka konsep sebelumnya, bahwa pers merupakan bagian integral dari negara, sehingga menyesuaikan dengan sistem yang berlaku di negara tersebut. Hidup mati dan<span style=""> </span>lancar tidaknya kehidupan pers bergantung kepada sistem dan kebijakan pemerintahnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila sepanjang sejarah <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> sejak merdeka hingga kini, sistem pers yang berlaku di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> juga berubah-ubah menyesuaikan dirinya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Secara garis besar, ada tiga sistem pers yang berjalan di Indonesia, yaitu sistem Pers Merdeka yang berkaitan dengan masa perjuangan kemerdekaan (1945-1950) dan sistem Politik Demokrasi Liberal (1950-1959); sistem Pers Terpimpin yang terpaut dengan sistem Demokrasi Terpimpin (1959-1965) ; dan sistem Pers Pancasila yang bergandengan dengan sistem politik Demokrasi Pancasila (1965-1998).<a style="" href="#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Pers Merdeka yang dianut pada masa awal kemerdekaan dikumandangkan oleh Menteri Penerangan pertama, yaitu Mr. Amir Syarifuddin. Sistem pada pers ini tidak berbeda dengan sistem pers liberal, yaitu sistem pers yang bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai <i style="">Fourth Estate</i> atau kekuasaan keempat setelah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.<a style="" href="#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Pada masa ini pers bebas menyuarakan segala sesuatu yang berjalan di pemerintahan di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>, secara sehat. Sehatnya pemberitaan dan peran pers di masa ini, tentu tidak lepas dari kondisi sosial dan politik di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> pada satu perideo yang sama. <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> masih berada di dalam masa perjuangan kemerdekaan. Artinya, secara nasional, pemerintah <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> serta segenap rakyatnya mempunyai kepentingan yang sama yaitu mempertahankan kemerdekaan. Belum banyak intrik yang terjadi di antara kalangan penguasa dan elit-elit politik, oleh karena satu tujuan yang sama. Hal itulah yang membuat kebebasan pers digunakan untuk membahas hal-hal yang berhubungan dengan patriotisme, serta mengeluarkan berita-berita propaganda menentang intervensi Belanda di dalam kemerdekaan <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. Kehidupan pers dan politik pada masa ini terhitung bebas dan sehat, secara domestik.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Memasuki era Demokrasi Parlementer <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>, sistem pers juga turut berubah. Semenjak era perjuangan kemerdekaan berakhir, terutama dengan pengakuan kedaulatan <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> oleh Belanda di tahun 1949, <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> mulai berbenah untuk mengurusi sistem politik domestik. UUDS 1950 mengesahkan dengan apa yang disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Presiden berperan sebagai kepala negara, sementara Perdana Menteri bertugas sebagai kepala Pemerintahan, dengan membawahi kabinet yang terdiri dari perwakilan banyak partai. Sistem multipartai ini yang kemudian mewarnai politik <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> dengan persaingan sengit dari partai-partai politik yang berusaha memeroleh kekuasaan, dan juga peran serta dari pers yang memiliki kecondongan kepada masing-masin ideologi partai.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Kebebasan pers yang diwarisi dari era sebelumnya (Pers Merdeka) banyak digunakan untuk saling mencaci maki dan memfitnah lawan politik dengan tujuan lawan politiknya tersebut jatuh namanya dalam pandangan khalayak.<a style="" href="#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Hal ini menimbulkan ketidakstabilan politik di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> pada masa Demokrasi Parlementer. Dalam rangka mempertahankan rezimnya, para penguasa yang silih berganti mengisi posisi jabatan sebagai Perdana Menteri dan parlemen, kerapkali melakukan pembredelan terhadap media massa, dan pengakapan terhadap wartawan-wartawan yang dianggap tidak mampu menjaga kestabilan politik, dengan melakukan serangan terhadap pemerintah maupun saling melakukan propaganda.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan surat keputusan pada tahun 1958, yang mewajibkan semua surat kabar dan majalah untuk mendaftarrkan diri sebelum tanggal 1 Oktober 1958 kepada Penguasa Perang Daerah (Peperda) supaya diberi Surat Izin Terbit. Tanggal 1 Oktober inilah yang kemudian dianggap sebagai tanggal matinya kebebasan pers di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>.<a style="" href="#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Usai dengan kegagalan era Demokrasi Parlementer, presiden Soekarno kembali mengambil alih roda pemerintahan dengan membawa <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> kepada masa Demokrasi Terpimpin. Di masa ini, pers semakin tidak bisa berbuat apa-apa. Segala berita yang terbit dari pers di masa itu, berada di bawah kontrol yang ketat dari pemerintah pusat. Pada tahun 1960, semua penerbit kembali diwajibkan untuk mengajukan permohonan perolehan Surat Izin Terbit (SIT), dengan menerima syarat bahwa andaikata penerbit tersebut diberikan SIT, maka ia akan mendukung manipol Usdek dan mematuhi pedoman-pedoman yang telah dan akan dikeluarkan oleh penguasa.<a style="" href="#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style=""> </span>Akibatnya, harian-harian seperti Harian Abadi, Harian Pedoman, Nusantara, Kengpo, Pos Indonesia, dan banyak yang lainnya, menghentikan dan dihentikan penerbitannya. Pers pada masa ini merupakan pers milik pemerintah dan penguasa. Kekuasaan mereka menjadi langgeng karena hanya berita yang mendukung pemerintah yang sampai kepada masyarakat. Tidak ada ruang bagi oposisi, karena peran pers yang besar di dalam menancapkan propaganda dan doktrinasi dari pemerintah. Yang diuntungkan dengan hal ini adalah partai yang berafiliasi dengan pemerintah, maupun Soekarno secara pribadi, yaitu PKI. Dengan situasi ini, PKI mendapatkan akses untuk memengaruhi pers di masa tersebut. Hal ini terus berlangsung hingga terjadinya peristiwa 30 September 1965 dan runtuhnya masa Demokrasi Terpimpin yang mengakhiri Orde Lama secara keseluruhan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Seiring dengan beralihnya masa pemerintahan menuju Demokrasi Pancasila yang dikomandoi oleh Presiden Soeharto, nasib pers juga turut berubah. Harian-harian yang berafiliasi dengan komunis dibredel dan dicabut izin penerbitannya. Menjadi ironis ketika harian-harian yang beberapa tahun sebelumnya menjadi primadona di kalangan masyarakat, mengalami perbedaan nasib yang drastis paska peristiwa 30 September 1965 dan perubahan alur politik Indonesia yang berjalan dalam waktu yang relatif sangat singkat. Adapun harian-harian yang dihentikan SIT-nya adalah Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Warta Bhakti.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Pada masa Orde Baru ini kemudian berjalan sistem pers dengan apa yang disebut sebagai Pers Pancasila. Diawali dengan disahkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 tentnag Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, pers Indonesia dikembangkan dalam kerangka konsepsional yang disebut Pers Bebas dan Bertanggung Jawab.<a style="" href="#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Namun pada saat itu belum ada rumusan dan definisi yang jelas mengenai tingkat kebebasan dan tanggung jawab pers. Namun, mereka diberi batasan misalnya dilarang untuk menerbitkan hal-hal yang bertolak dari paham Komunisme atau Marxisme/Leninisme. Secara umum, pada masa itu, gagasan ini disambut baik oleh insan pers dan masyarakat. Timbul harapan akan pemerintah yang lebih transparan, dan kehidupan politik yang lebih beragam dan demokratis, karena memberi ruang munculnya oposisi yang sangat mungkin dibantu oleh pemberitaan pers yang (seharusnya) adil.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Kenyataannya, di masa inipun juga terjadi pembredelan. Tidak ada kebebasan pers yang awalnya dijamin pemerintah. Media yang berulangkali menuliskan hal-hal yang cenderung beroposisi terhadap pemerintah dengan menguak semua keburukan pemerintah Orde Baru, diberangus. Kasus yang paling mencolok adalah pembredelan dan pemberhentian izin untuk menerbitkan majalah Tempo di tahun 1994. Tim redaksi dari majalah Tempo sebelumnya sudah berkali-kali mendapatkan <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> peringatan dari pemerintah akibat seringkali menuliskan berita-berita yang menjelekkan pemerintah, kendati dengan data yang cukup bisa dijamin kebenarannya. Puncaknya adalah tanggal 21 Juni 1994, ketika Tempo diberedel dan resmi dicabut Surat Izin Penerbitan nya. Bukan hanya Temp yang mengalami nasib ini, tapi beberapa media cetak lainnya yang kerapkali mengkritik pemerintah juga harus rela diberhentikan izin terbitnya oleh pemerintah, misalnya deTIk dan Editor.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Selewat masa orde Baru yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto oleh gerakan mahasiswa dan masyarakat luas, dimulai era Reformasi yang kemudian kembali menjanjikan sesuatu yang berbeda pula bagi kehidupan pers. Disahkannya UU No. 4 Tahun 1999 menggantikan UU No. 11 Tahun 1966 adalah langkah awal bagi kebebasan pers di masa ini. Tidak hanya perubahan sistem politik saja yang memungkinkan oposisi untuk berkembang, melainkan juga kebebasan pers pula yang turut berperan serta dalam perkembangan oposisi tersebut. Pers sekarang tidak segan untuk mengkritik berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat. Pers juga dimungkinkan untuk meliput dan menerbitkan berita-berita miring sehubungan dengan kinerja pemerintah, maupun skandal yang terjadi di antara aktor pemerintah maupun elit-elit politik. Hal itulah yang kemudian memungkinkan oposisi mendapatkan keuntungan dan dapat menarik simpati dari masyarakat luas. Media-media yang dibredel pada masa Orde Baru juga dapat kembali hidup dan memeroleh Surat Izin Terbit. Misalnya Tempo yang tidak hanya hidup kembali, melainkan berkembang dengan menerbitkan harian mereka sendiri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Secara statistik, kebebasan pers di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> meningkat, kendati di tidak drastits. Menurut statistik yang dikeluarkan oleh lembaga yang menjadi wadah kebebasan pers dunia asal Prancis, <i style="">Reporters Without Borders</i>, kebebasan pers Indonesia berada di urutan 105 dari 167 negara pada tahun 2005. Pada tahun 2009, <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> naik dan berada pada urutan 101 dari 175 negara.<a style="" href="#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. Peringkat tersebut adalah nomor dua tertinggi di kawasan Asia Tenggara, setelah Timor Leste</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Namun, bukan berarti kekhwatiran terhadap pers menjadi lenyap sama sekali. Seperti halnya reformasi yang seringkali dianggap sebagai demokratisasi yang kebablasan karena belum siapnya mayoritas masyarakat <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> dengan sistem ini, pers pun seakan mengalami euforia yang berlebih dengan dibukanya keran kebebasan bagi mereka. Banyak dugaan yang muncul, karena ingin meningkatkan oplah mereka, pers cenderung menuliskan sesuatu yang sensansional dan seringkali tanpa sumber data yang akurat. Entah benar ataupun tidak, rupanya hal ini kerapkali menimbulkan kerugian bagi pihak yang dikritik di dalam pemberitaan mereka. Baik tokoh dari pemerintahan yang sedang berjalan, maupun tokoh-tokoh yang berasal dari kelompok kepentingan lain yang berposisi sebaagi oposisi pemerintah. Hal ini terbukti dengan adanya 108 kasus yang dibawa ke pengadilan kepada pers karena dugaan pencemaran nama baik pada periode 2003-2007.<a style="" href="#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[16]</span></span><!--[endif]--></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><span style="">B.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></b><!--[endif]--><b style="">Memahami Peranan Pers sebagai <i style="">Civil Society </i>di Dalam Peta Kekuatan Politik <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Pers merupakan bagian dari <i style="">civil society</i>, yang artinya ia berdiri sebagai sebuah entitas yang berada di luar lingkup <i style="">state</i>. Hal yang menarik adalah wacana mengenai pers sebagai <i style="">civil society</i> yang menjalankan fungsi kekuasaan keempat (<i style="">fourth estate</i>) di dalam sebuah sistem negara Demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Menurut Abdul Muis, agar dapat memeroleh kedudukan tersebut, pers haru memiliki hak atau privelese tertentu yaitu hak kritik, hak kontrol, dan hak koreksi. Juga hak khusus bersyarat (<i style="">qualified privilege</i><u>) </u>yang memungkikan pers bersifat transparan dalam pemberitaannya. Misalnya, memberitakan secara detail perdebatan sengit dan kejadian lain dalam sidang pengadilan, sidang lembaga legislatif dan yudikatif.<a style="" href="#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[17]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Namun bukan berarti dengan posisi sebagai kontrol sosial tersebut, bahwa pers harus senantiasa berada di posisi sebagai oposisi pemerintah yang berjalan. Peranannya lebih diarahkan kepada sifat independensi di dalam menyebarkan transparansi tanpa rintangan dari pemerintah. Tanggung jawab yang utama dari pers bukan kepada pemerintah, melainkan lebih kepada kode etik yang berlaku di kalangan wartawan dan jurnalis.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Oleh karena itu, di dalam peran ini, pers diharapkan untuk menonjolkan dua fungsi utamanya, yaitu fungsi sebagai penyebar luas informasi dan fungsi untuk mendidik. Pers diharapkan dapat menjadi media yang transparan di dalam mengungkap kinerja pemerintah dan juga sekaligus memberikan pendidikan politik kepada khalayak luas. Apabila dihadapkan kepada relevansi dengan pernyataan bahwa pers adalah <i style="">fourth estate</i> di dalam sebuah sistem demokrasi, hal itu beralasan namun dengan berbagai pertimbangan yang sifatnya mengikat. Hal yang utama adalah perlunya pengawasan juga terhadap ‘lembaga pengawas’ ini. Pengawasan dan kontrol terhadap pers dapat berasal dari masyarakat luas. Apabila berita dari pers menimbulkan keresahan dari masyarakat karena tidak relevan atau sudah menyinggung hal yang di luar sasaran, maka masyarakat dapat melakukan kontrol langsung terhadap mereka. Contohnya adalah pendudukan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) ke kantor Jawa Pos di Surabaya pada tanggal 6 Mei 2000, karena menyangkut teknis pemilihan kata dan tidak terpenuhinya prinsip jurnalistik dalam salah satu terbitan Jawa Pos.<a style="" href="#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[18]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Selain sebagai agen pengawas pemerintah, pers juga dapat berperan sebagai pembentuk opini publik, dengan menjalankan fungsi mereka sebagai pemengaruh. Hal ini yang kemudian menjadi krusial di tengah pergesaran peta politik, karena opini publik yang terbentuk tidak hanya berlaku kepada pemerintah yang sedang berjalan, melainkan juga untuk oposisi dana kelompok-kelompok kepentingan dan kelompok penekan lain yang berusah masuk ke dalam lingkungan pemerintah dan elit. Hal ini tidak termasuk dengan pemuatan iklan politik di media mereka. Untuk masalah ini, terdapat problema yang dilematis di tengah-tengah kalangan wartawan. Sempat ada hal yang ambigu di antara ‘iklan politik’ dengan ‘karya jurnalistik’.<a style="" href="#_ftn19" name="_ftnref19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[19]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Contohnya adalah pemuatan artikel mengenai keberhasilan pemerintah berjalan di dalam pengadaan swasembada pangan dan alokasi APBN 20% untuk dana pendidikan. Apapun bentuknya itu (iklan atau karya jurnalistik), nyatanya hal itu menimbulkan keuntungan bagi pemerintah yang sedang berjalan tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Contoh yang termutakhir adalah kisruh kasus Bank Century yang sedang marak belakangan ini. Kegetolan pers dalam meliput berita tentang masalah ini, berujung kepada tumbuh kembangnya gerakan masyarakat di mana-mana terhadap isu yang bersangkutan. Memang pemerintah tidak sedang mengalami masa krisis akibat gerakan yang timbul dari isu tersebut, namun setidaknya berbagai pemberitaan tersebut sudah menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah secara keseluruhan. Hal ini yang kemudian menimbulkan opini di beberapa kelangan seperti “rindu akan sosok JK yang cepat dan tegas dalam menindak masalah”. Artinya, JK seakan memeroleh promosi gratis di tengah kabar miring yang diterima pemerintah akibat pemberitaan-pemberitaan tersebut. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Selain pers sebagai media yang bisa membawa dampak tidak langsung di dalam pergeseran peta politik, mereka juga dapat membawa dampak dan pesan yang eksplisit terhadap pergeseran tersebut. Misalnya sistem pers yang berlaku pada zaman Demokrasi Terpimpin. Saat pers saat itu dijadikan media untuk melakukan propagnda dan doktrinasi dari berbagai pihak. Muncul banyak karikatur dari masing-masing media cetak yang menggambarkan ketidaksetujuan dan perlawanan yang diusung oleh partai atau kalangan oposisi. Pada akhirnya pula, perang media tersebut juga membentuk opini publik. Kalau di akhir cerita Demokrasi Parlementer, PKI berhasil memeroleh posisi yang signifikan, hal itu tidak terlepas dari peran pers di era tersebut. Dari kacamata sebaliknya, yaitu mengenai tidak adanya pergeseran kekuatan politik di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>, hal itu terjadi di masa pers dibungkam oleh penguasa. Informasi yang mengalir ke bawah tentang pemerintah hanyalah info yang baik-baik. Dengan kondisi tersebut, oposisi tidak bisa berkutik menandingin hegemoni penguasa. Tidak ada alasan bagi rakyat untuk tidak memilih pemerintah yang sudah ‘sukses’. Pers digunakan sebagai salah satu mesin utama doktrinasi orde baru. Bagi pers yang menentang, akan dibredel dan dicabut izin terbitnya. Itulah salah satu faktor utama penunjang langgengnya era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Lalu bagaimana dengan peranan pers di masa yang akan datang? Masih mampukah ia bekerja sebagai sarana kontrol yang netral dan menjalankan fungsinya tetap di lingkup <i style="">civil society</i> dan bukan <i style="">state</i>? Dengan kondisi sekarang ini, pertanyaan itu menjadi cukup sulit untuk dijawab. Munculnya Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara (RUU RN) di pertangahan tahun ini menjadi salah satu hal utama yang memberikan jawaban negatif terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pasal-pasal yang terkandung di dalam RUU RN dianggap sebagai aturan yang berpotensi menimbulkan “pembredelan <st1:place st="on"><st1:city st="on">gaya</st1:city></st1:place> baru” oleh pemerintah. Secara umum, RUU RN itu berisi mengenai pelarangan bagi semua institusi untuk menyebarkan segala sesuatu yang dianggap sebagai rahasia negara, atau institusi tersebut akan dinyatakan sebagai korporasi terlarang, dipenjara, dan dikenai denda antara Rp 50 Milyar sampai Rp 100 Milyar. Yang menjadi kekhawatiran utama adalah penentuan batas rahasia negara yang tidak boleh dipublikasikan. Hal itu tentau akan mempersempit ruang gerak pers, dan dikhawatirkan tidak dapat memberitakan hal-hal yang mengkritik pemerintah, karena sifatnya yang ‘rahasia’.<a style="" href="#_ftn20" name="_ftnref20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[20]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Kondisi ini tentu kembali mengingatkan kalangan jurnalis akan hal yang serupa pada masa Orde Baru. Hl itulah yang kemudian menuai kritik dan protes dari kalangan pers dan jurnalis yang tergabung di dalam Institut Studi Arus Informasi (ISAI).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">Ancaman terhadap peranan pers tersebut harus ditambah dengan syarat dan prakondisi sebelum pers menjadi kebablasan. Menurut Abdul Muis, pers juga memerlukan pengawas. Seperti yang sudah disebutkan pada sub bab sebelumnya, pengawas pers adalah masyarakat, Namun hal itu belum cukup efektif, karena setidaknya perlu ada lembaga sendiri di dalam pengawasan batas pers agar tidak kebablasan. Misalnya dengan membentuk Ombudsman yang khusus menangani pengawasan pers dan memahami kode etik jurnalis.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">BAB III<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">KESIMPULAN<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Pers tidak hanya dapat dipandang sebagai agen pembawa informasi, melainkan mereka memiliki peran yang jauh lebih besar di dalam sistem politik sebuah negara. Pemberangusan pers terutama di masa Orde Baru, merupakan bukti otentik mengenai bagaimana pers yang tidak bisa bergerak turut andil dalam langgengnya sebuah rezim yang otoriter. Di sisi lain, terlalu aktifnya pers di dalam propaganda yang kontra pemerintah, pro oposisi satu dan pro oposisi lainnya, serta didudkung oleh sistem multipartai yang cenderung terkesan terlalu bebas, justru menyebabkan pemerintahan yang tidak stabil atau rapuh, karena pemerintah yang satu dan oposisi yang selalu bergantian menguasai kursi pemerintahan. Itulah karakteristik pers dan pemerintahan pada masa Demokrasi Liberal atau Parlementer.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Setidaknya, hal-hal tersebut yang menandai betapa besar peran pers di dalam pergeseran kekuatan politik di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Kinerja pers bergantung pada rezim dan aturan yang dikeluarakan disaat rezim itu berdiri. Itulah ciri yang menggolangkan pers sebagai sebuah <i style="">civil society</i> di dalam sebuah negara. Pers tidak harus kontra pemerintah, namun tidak berarti harus kontra oposisi pula. Perannya yang utama adalah fungsi pers pertama, yaitu pembawa informasi, kendati hal yang berikutnya seringkali terjadi, yaitu terbentuknya opini publik dan kemudian memengaruhi alur roda pemerintahan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style=""> </span>Prosepek mengenai pers yang independen dan bebas di masa depan masih merupakan suatu hal yang perlu dikaji labih mendalam, karena hal tersebut memerlukan berbagai syarat dan prakondisi. Misalnya adanya etika pers yang lebih jelas di tengah kalangan jurnalis, hingga perlunya akan lembaga yang berperan langsung di dalam pengawasan pers. Senada dengan hal ini, konsep pers sebagai <i style="">fourth estate</i> di dalam demokrasi setelah lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif juga merupakan hal yang memerlukan prakondisi. Prakondisi kedua hal ini saling bertautan. Artinya, untuk mewujudkan pers sebagai <i style="">fourth estate</i>, diperlukan pengawasan yang lebih kritis terhadap mereka, kendati di sisi lain pers juga memerlukan hak dan privilese yang lebih.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">Daftar Pustaka<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Sumber Buku<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Ali, Noval. <i style="">Perdaban Komunikasi Politik : Potret Manusia <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place></i>. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Bandung</st1:city></st1:place>:PT Remaja Rosdakarya. 1999</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Arifin, Anwar. <i style="">Komunikasi Politik dan Pers Pancasila : Suatu Kajian mengenai Pers Pancasila</i>. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Jakarta</st1:city></st1:place> : Yayasan Media Sejahtera. 1992.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Effendi, Onong Uchjana. <i style="">Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi</i>. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Bandung</st1:city></st1:place>:PT. Citra Aditya Bakti. 1993</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Muis, Abdul. <i style="">Titian Jalan Demokrasi : Peranan Kebebasan Pers untuk Budaya Komunikasi Politik</i>. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Jakarta</st1:city></st1:place>:PT Kompas Media Nusantara. 2000.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Whyte, Martin King. <i style="">Urban <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">China</st1:country-region></st1:place> : A Civil Society.</i> dalam Arthur Rosenbaum. <i style="">State and Society in <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">China</st1:country-region></st1:place>.</i> <st1:place st="on"><st1:state st="on">Colorado</st1:state></st1:place> : Westview Press Publisher. 1992</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Sumber Internet<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">__________. <i style="">Ancaman Baru Kebebasan Pers</i>. <a href="http://www.lbhpers.org/?dir=beritatampil&id=823">http://www.lbhpers.org/?dir=beritatampil&id=823</a> (diakses pada tanggal 4 Desember 2009 pukul 09.12)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">__________. <i style="">Hati-hati Pembredelan Pers <st1:city st="on"><st1:place st="on">Gaya</st1:place></st1:city> Baru!</i> <a href="http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/08/08/0225136/hati-hati.pembredelan.pers.gaya.baru">http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/08/08/0225136/hati-hati.pembredelan.pers.gaya.baru</a> (diakses pada tanggal 4 Desember pukul 22.32)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">__________. <i style="">Iklan Politik dan Tanggung Jawab Pers</i>. <a href="http://www.dewanpers.org/upload/buletin/8c18c0f947b2acc2faa78ac4604d410a/attach/Buletin_ETIKA_Maret_09.pdf">http://www.dewanpers.org/upload/buletin/8c18c0f947b2acc2faa78ac4604d410a/attach/Buletin_ETIKA_Maret_09.pdf</a> (diakses pada tanggal 5 Desember 2009, pukul 13.12)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">__________. <i style="">Press Freedom Index 2009</i>. <a href="http://www.rsf.org/en-classement1003-2009.html">http://www.rsf.org/en-classement1003-2009.html</a> (diakses pada tanggal 3 Desember 2009, pukul 22.07)</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">Khakim, Ahmad. <i style="">Kontrol Publik atas Pemberitaan Media. Studi Kasus : Konflik Jawa Pos Vs. Banser</i>. <cite><span style="font-style: normal;"><a href="http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/abstrakpdf.jsp?id=82078">www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/abstrakpdf.jsp?id=82078</a>. (diakses pada tanggal 3 Desember 2009 pukul 17.00</span></cite></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Syahri, Mochammad. <i style="">Intervensi Pemerintah terhadap Kebebasan Pers dan Munculnya Eufimisme</i>. </p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><a href="http://sastra.um.ac.id/wp-ontent/uploads/2009/10/Intervensi-Pemerintah-Terhadap-Kebebasan-Pers-dan-Munculnya-Eufimisme-Moch.-Syahri.pdf">http://sastra.um.ac.id/wp-ontent/uploads/2009/10/Intervensi-Pemerintah-Terhadap-Kebebasan-Pers-dan-Munculnya-Eufimisme-Moch.-Syahri.pdf</a> </p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">(diakses pada tanggal 3 Desember 2009, pukul 16.35)</p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;">.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal"><span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <div style=""><!--[if !supportFootnotes]-->
<br /> <hr size="1" width="33%" align="left"> <!--[endif]--> <div style="" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a style="" href="#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>Mochammad Syahri. <i style="">Intervensi Pemerintah terhadap Kebebasan Pers dan Munculnya Eufimisme</i>. <a href="http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Intervensi-Pemerintah-Terhadap-Kebebasan-Pers-dan-Munculnya-Eufimisme-Moch.-Syahri.pdf">http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Intervensi-Pemerintah-Terhadap-Kebebasan-Pers-dan-Munculnya-Eufimisme-Moch.-Syahri.pdf</a> (diakses pada tanggal 3 Desember 2009, pukul 16.35)</p> </div> <div style="" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a style="" href="#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>Abdul Muis. <i style="">Titian Jalan Demokrasi : Peranan Kebebasan Pers untuk Budaya Komunikasi Politik</i>. (<st1:place st="on"><st1:city st="on">Jakarta</st1:city></st1:place>:PT Kompas Media Nusantara. 2000). hal<span style=""> </span>xvii</p> </div> <div style="" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a style="" href="#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Onong Uchjana Effendi. <i style="">Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi</i>. (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Bandung</st1:place></st1:city>:PT. Citra Aditya Bakti. 1993). hal 90 </p> </div> <div style="" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Ibid</i>. hal 87</p> </div> <div style="" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Op. Cit</i>. Abdul Muis. <i style="">Titian Jalan Demokrasi…</i> hal xvii</p> </div> <div style="" id="ftn6"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Noval Ali. <i style="">Perdaban Komunikasi Politik : Potret Manusia <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place></i>. (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Bandung</st1:place></st1:city>:PT Remaja Rosdakarya. 1999) hal v</p> </div> <div style="" id="ftn7"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Op. Cit. </i>Onong Uchjana Effendi. <i style="">Ilmu, Teori dan</i>… hal 93-94</p> </div> <div style="" id="ftn8"> <p class="MsoFooter"><a style="" href="#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Martin King Whyte. <i style="">Urban <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">China</st1:country-region></st1:place> : A Civil Society.</i> dalam Arthur Rosenbaum. <i style="">State and Society in <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">China</st1:country-region></st1:place>.</i> (<st1:place st="on"><st1:state st="on">Colorado</st1:state></st1:place> : Westview Press Publisher.) 1992</p> <p class="MsoFooter"><o:p> </o:p></p> </div> <div style="" id="ftn9"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a style="" href="#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Anwar Arifin. <i style="">Komunikasi Politik dan Pers Pancasila : Suatu Kajian mengenai Pers Pancasila</i>. (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:city> : Yayasan Media Sejahtera. 1992). hal 42</p> </div> <div style="" id="ftn10"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Op. Cit</i>. Onong Uchjana Effendi. <i style="">Ilmu, Teori, dan…</i> hal 89.</p> </div> <div style="" id="ftn11"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Ibid</i>. hal 107-108</p> </div> <div style="" id="ftn12"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Ibid</i>. hal 108</p> </div> <div style="" id="ftn13"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Ibid</i>. hal 108</p> </div> <div style="" id="ftn14"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Op. Cit.</i> Anwar Arifin. <i style="">Komunikasi Politik dan…</i> hal 50</p> </div> <div style="" id="ftn15"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a style="" href="#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Press Freedom Index 2009</i>. <a href="http://www.rsf.org/en-classement1003-2009.html">http://www.rsf.org/en-classement1003-2009.html</a> (diakses pada tanggal 3 Desember 2009, pukul 22.07)</p> </div> <div style="" id="ftn16"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a style="" href="#_ftnref16" name="_ftn16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[16]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Ancaman Baru Kebebasan Pers</i>. <a href="http://www.lbhpers.org/?dir=beritatampil&id=823">http://www.lbhpers.org/?dir=beritatampil&id=823</a> (diakses pada tanggal 4 Desember 2009 pukul 09.12)</p> </div> <div style="" id="ftn17"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref17" name="_ftn17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[17]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Op. Cit.</i>Abdul<i style="">.</i>Muis. <i style="">Titian Jalan Demokras…</i> hal 56</p> </div> <div style="" id="ftn18"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a style="" href="#_ftnref18" name="_ftn18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[18]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Ahmad Khakim. <i style="">Kontrol Publik atas Pemberitaan Media. Studi Kasus : Konflik Jawa Pos Vs. Banser</i>. <cite><span style="font-style: normal;"><a href="http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/abstrakpdf.jsp?id=82078">www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/abstrakpdf.jsp?id=82078</a>. (diakses pada tanggal 3 Desember 2009 pukul 17.00)</span></cite></p> </div> <div style="" id="ftn19"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref19" name="_ftn19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[19]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Iklan Politik dan Tanggung Jawab Pers</i>. <a href="http://www.dewanpers.org/upload/buletin/8c18c0f947b2acc2faa78ac4604d410a/attach/Buletin_ETIKA_Maret_09.pdf">http://www.dewanpers.org/upload/buletin/8c18c0f947b2acc2faa78ac4604d410a/attach/Buletin_ETIKA_Maret_09.pdf</a> (diakses pada tanggal 5 Desember 2009, pukul 13.12)</p> </div> <div style="" id="ftn20"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref20" name="_ftn20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";">[20]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <i style="">Hati-hati Pembredelan Pers <st1:city st="on"><st1:place st="on">Gaya</st1:place></st1:city> Baru!</i> <a href="http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/08/08/0225136/hati-hati.pembredelan.pers.gaya.baru">http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/08/08/0225136/hati-hati.pembredelan.pers.gaya.baru</a> (diakses pada tanggal 4 Desember pukul 22.32)</p> </div> </div>
<br />Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-82710725466209937692009-11-29T02:48:00.002+07:002009-11-29T03:12:57.821+07:00Jumpa Lagi!!Waw, ga kerasa udah lebih dari sebulan yang lalu terakhir kali gw posting..<br />Dibilang sibuk sih lumayan, tapi nggak segitunya. Ditambah pula banyak pikiran ke tempat lain, jadinya bener-bener belum ada ide untuk nulis-nulis secuap dua cuap kalimat di blog gw ini.<br /><br />Apa aja yang terjadi di hidup gw dalam sebulan kemarin? Banyak!<br />Yang pertama adalah sidang <span style="font-style: italic;">Outline</span> bab I untuk jabang bayi skripsi gw. Lancar? Lumayanlaah.. LUMAYAN DIBANTAI!!! Hahahahaha...<br />Kebetulan gw disidang sama orang yang berkarakter : setengah dosen-setengah seniman. Cukup lama <span style="font-style: italic;">outline</span> gw dikorek-korek sama beliau...yang kebetulan tidak menerima bantahan. Bahkan kadang suka komentar seenaknya sendiri. Ada satu bagian saat dia bertanya ke gw : "Venezuela ini ideologinya apa mas?". Kebetulan beliau memang bukan dosen spesialis Amerika Latin. Saat gw jawab "Sosialisme Kiri-Tengah..." tanpa gw sempat menyelesaikan penjelasan gw, tiba-tiba beliau menghardik : "Ideologi negara apa itu? IDEOLOGI YANG MUNAFIK!!".<br /><br />DUARRRR!!!! Percaya diri yang udah gw bangun sebelum sidang langsung luluh lantak, hancur menjadi debu. Susah payah ngumpulin data dan fakta, tiba-tiba langsung aja dihajar sama pendapat pribadinya dia...wah...kacau...<br />Alhasil, <span style="font-style: italic;">outline</span> gw masih harus mengalami revisi di sana-sini. Ga papalah...namanya juga perjuangan anak manusia.<br /><br />Lalu sebulan kemarin juga diisi dengan berbagai macam hal emosional lainnya. Mulai dari cerita klasik anak muda (baca:kisah cinta!), sampai kepada masalah pekerjaan dan masa depan. Semunya komplit di bulan lalu...senang, senang, kecewa, senang, senang, lebih senang lagi. (Hehehehe, ujung-ujungnya emang banyakan senangnya sih).<br /><br />Ga pake banyak cingcong, gw senang sudah kembali kepada rutinitas biasa dan blog gw yang tercinta!!<br />Salam dan Selamat Iedul Adha!!Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-7036130962724568672009-10-22T02:09:00.006+07:002009-10-22T02:37:37.486+07:00Mimpi Tentang Bapak Bangsa<div style="text-align: center;"><br /></div>Melayang sergap, dia berjalan tegap<br />Di tengah kepulan asap, imajiku menguap<br /><br />Berdirilah dia bercakap lantang<br />Elok, seolah menantang<br />Tampil demi tepis gigil<br />Terampil walau kecil<br /><br />Harapku pandang Bapak<br />Dengar ia ucap 'Tidak!'<br />Seribu Duaribukalipun...<br />Asal menir minta ampun<br /><br />Tabirpun menanggap, sosok besar terlihat<br />Diam, manut, tidak kuat<br />Gagah tapi lemah<br />Inikah kini sosok sang pemurah?<br /><br />Imaji hanya fantasi<br />Tabirlah realisasi<br />Mimpiku hanyalah bayang langu<br />Dari masa lalu<br /><br /><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://seha12.files.wordpress.com/2009/04/sukarno.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 211px; height: 258px;" src="http://seha12.files.wordpress.com/2009/04/sukarno.jpg" alt="" border="0" /></a>Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-7345500615093282372009-10-04T01:53:00.011+07:002009-10-04T06:10:23.405+07:005 Tokoh Perang Dunia II yang Membuat Rambo jadi Terlihat Culun!!Oke, ini sebenernya bukan ide yang orisinil. Ide untuk ngebikin ini timbul setelah gw baca di situs <span style="font-style:italic;">cracked.com</span> yang beropini mengenai 5 jagoan yang bikin Rambo terlihat seperti banci.. <div>Tapi ga apa-apa lah...sekali-sekali gw menebar unsur plagiarisme di blog gw. Lagian juga ini gw adopsi doang kok. Yang gw ambil itu 5 tokoh dari Perang Dunia II doang, yang merupakan event histori favorit gw. Datanya juga cuman dikit yang gw embat dari situs itu. Ga masalah kaan? (hehehehe, nyari pembelaan).</div><div><br /></div><div>Ga pake banyak cingcong, mari lihat 5 tokoh pilihan gw (nomer ga urut, karena gw bingung untuk nentuin yang paling MACHO! haha)</div><div><br /></div><div><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">1. John Basilone : Tiga Hari tanpa Ma<span class="Apple-style-span" style="font-weight: normal; "><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">kan dan Tidur Menghadapi 3.000 Orang<span class="Apple-style-span" style="font-weight: normal; "></span></span></span></span></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: normal; "><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; "><span class="Apple-style-span" style="font-weight: normal; "><img src="http://4.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/SsekV-cb1CI/AAAAAAAAAJA/gnT_kQp5Vxc/s200/480px-BasiloneUSMC.jpg" /></span></span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"> </span></div><div><br /></div><div>John Basilone mendaftarkan diri sebagai <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">U.S Marine Corp<span class="Apple-style-span" style="font-style: normal; "><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">s</span> pada tahun 1940. Segera setelah itu, ia diterjunkan ke medan perang pasifik, melawan Jepang. Salah satu medan perang yang paling mengerikan bagi sekutu di sana adalah di Guadalcanal, Kep.Salomon. Basilone turut berperang dan mendapatkan nama harum di sana, pada tahun 1942</span></span></div><div><br /></div><div>Tersebutlah, bahwa ia bersama kompinya diharuskan untuk menahan serangan Jepang di satu pos di medan Guadalcanal. (Catetan gw : satu kompi dalam kondisi lengkap dan 'sehat' biasanya diisi sekitar 100-150 an orang, dan dipimpin oleh perwira yang paling tidak berpangkat Letnan sampai Kapten. Basilone sendiri berpangkat Sersan, sehingga dia merupakan orang di rantai komando selanjutnya apabila sang pemimpin kompi terbunuh. Itulah yang kemudian terjadi.)</div><div><br /></div><div>Seiring dengan terbunuhnya si komandan kompi, Basilone bertanggung jawab atas pos yang dihuninya. Ganasnya serbuan Jepang dan tidak datangnya pasukan bantuan, mengakibatkan Basilone hanya tinggal memiliki 15 orang untuk bertempur melawan 3.000 pasukan Jepang di hari pertama. Hingga hari ketiga, ia kehilangan 12 orang lainnya, dan hanya bertahan dengan 2 orang bawahannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa selama 3 hari ia berperang tanpa makan, minum, tidur, maupun istirahat. Ia menggunakan semua senjatanya untuk berjuang mempertahankan posnya dari serbuan Jepang. Mulai dari <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">machine gun</span> hingga pistolnya. Pada akhir hari ketiga, ia berhasil menahan serbuan 3.000 orang itu (ga ada sumber yang jelas, pasukan Jepang itu mati semua atau ditarik mundur. Yang jelas dia menang melawan ribuan orang itu!!).</div><div><br /></div><div>Kebayang kan, kalo Rambo emang ga ada apa-apanya dibanding Sersan gendeng ini?</div><div>Pada akhirnya Basilone ditarik kembali ke Amerika untuk mendapatkan perawatan dan medali. <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">Bukan main-main, yang ia dapat adalah medali tertinggi yang bisa didapat oleh semua prajurit perang, yaitu Medal of Honor.</span></div><div><br /></div><div>Orang yang sudah mendapat medali ini biasanya tidak diperbolehkan untuk kembali ke medan perang. Alasannya sih ga dipublikasi, tapi dugaan gw...pada saat itu emang perlu banyak banget orang yang selamat dari medan perang untuk kembali ke tanah air dan menceritakan apa yang terjadi semuanya. Ia berperan baik sebagai pewarta berita, maupun tokoh yang bisa dijadiin panutan dan sumber inspirasi. Banyak banget kasus kaya gitu di medan Perang Dunia II.</div><div>Oke, singkat kata, Sersan Basilone ini juga pada awalnya tidak diperbolehkan untuk pergi berangkat lagi ke medan perang. Tapi Basilone memaksa, dan akhirnya ia dimasukkan ke pasukan yang akan bertempur merebut pulau Iwo Jima (ini pulau yang sangat mengerikan dalam sejarah militer Amerika. Alesannya mudah, pulau ini bener-bener makan banyak banget korban jiwa akibat kesadisan dan kegigihan tentara Jepang).</div><div><br /></div><div>Mendarat di Pulau Iwo Jima, kompi Basilone dihancurkan oleh serangan dan tembakan pasukan Jepang dari garis pantai. Namun ia membalas dendam. Seorang diri berhasil menghancurkan satu rumah persembunyian Jepang yang memiliki tembakan otomatis MG-42 (tembakan yang menyapu kompinya di garis pantai itu). Sayangnya, beberapa menit kemudian ia tewas terkena serangan senjata artileri Jepang. Namanya kini digunakan untuk sebuah kapal induk Amerika, dan nama-nama di ruas jalan Amerika pula.</div><div><br /></div><div><br /></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><br /></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">2. Vassili Zaitsev : Penembak Jitu Rusia ya<span class="Apple-style-span" style="font-weight: normal; "><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">ng Menghabisi Nyawa 500 Musuh</span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><br /></span></div><div>Bagi yang pernah nonton film berjudul <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Enemy at the Gates</span>, tentu akrab dengan nama ini. Ya, film yang dibintangi Jude Law tersebut memang berkisah tentang dirinya, walaupun sebagian besar adalah fiksi. </div><div>Zaitsev merupakan <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">sniper</span> atau penembak jitu Rusia yang lahir dan besar di pegunungan Ural. Sehari-harinya, Zaitsev kecil menghabiskan waktu dengan berburu Serigala menggunakan senapannya. Menjelang Perang Dunia II, ia mendaftarkan diri di angkatan laut Soviet, tapi kemudian dipindahkan ke resimen infanteri. </div><div>Pada tahun 1942, ia ikut dalam peperangan membebaskan Stalingrad. Di sinilah jasa Zaitsev banyak dikenang. <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">Pada medio November hingga Desember 1942, ia membunuh hingga 225 tentara musuh, semuanya hanya bersenjatakan senapan Mosin-Nagant!!</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);"><br /></span></div><div><span class="Apple-style-span" style=""><span class="Apple-style-span" style=""><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 255, 255);">Sasaran utama dari tembakan jitunya adalah para perwira Jerman, sehingga diharapkan ia dapat menyebabakan kekacauan di dalam rantai komando dan struktur kemiliteran Jerman. Pada akhirnya, ia berhasil mencapai hal itu. Selepas perang di Stalingrad, ia masih meneruskan aksinya. Ditengarai ia mampu menghabisi nyawa 500 orang pasukan Jerman lainnya. Vassili sendiri bukan tidak pernah menjadi sasaran penembak jitu musuh yang geram terhadap aksinya. Pencarian besar-besaran pasukan Jerman terhadap dirinya mulai dilakukan. Ia sendiri pernah nyaris terbunuh oleh penembak jitu Jerman.</span></span></span></div><div><br /></div><div><br /></div><div style="text-align: center;"><img src="http://3.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/SsexSwZefcI/AAAAAAAAAJI/kDpwKW6z1PM/s200/454px-Vasily.Zaitsev.jpg" /><br /></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-small;">Vassili Zaitsev dengan Senjata Andalannya</span></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:10px;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;">Di film <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Enemy at the Gates</span>, difiksionalisasi bahwa ia berduel mati-matian dengan ahli penembak jitu Jerman yang bernama Mayor Erwin Konig. Mayor Konig ini digambarkan sebagai seorang penembak jitu tua yang berpengalaman, dan bahkan ditugasi untuk mengawasi sekolah <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">sniper</span> di Berlin. Mayor Konig sengaja dipanggil dari sekolah yang dikepalainya, untuk datang ke Rusia dan memburu Zaitsev. Cerita ini sempat simpang siur kebenarannya, kendati ada catatan yang menyebutkan bahwa Zaitsev pernah hampir ditembak juga oleh seseorang bernama Konig, kendati akhirnya ia bisa berbalik menang dengan bantuan temannya.</div><div><br /></div><div>Tidak seperti Basilone, Zaitsev mengakhiri hidupnya dengan relatif tenang di Rusia, pada tahun 1991. Hingga kini senapannya masih tersimpan rapi di dalam museum militer di Moskow. Kemampuan Zaitsev dalam menembak jitu kerap dibandingkan dengan Simo Hayha, penembak jitu dari Finlandia. Kendati tidak pernah bertemu di medan perang yang sama, namun beberapa sejarawan mengklaim bahwa secara data statistik, Hayha masih lebih unggul daripada Zaitsev!! Kisah mengenai Simo Hayha juga ada di <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">post</span> ini..Jadi tenang aja, hehe.</div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">3. Hans - Ulrich Rudel : Penghancur 2.000 Kendaraan Militer Sekutu</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><br /></span></div><div>Bukan Jerman namanya kalau tidak punya pahlawan perang yang patut dibanggakan. Yang satu ini hadir dari Angkatan Udara Jerman (<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Luftwaffe</span>), bernama Hans-Ulrich Rudel. Ia adalah penerbang pesawat pembom Jerman yang legendaris, <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Stuka">Stuka</a>.<span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; "> </span>Rudel bergabung bersama <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Luftwaffe</span> pada tahun 1936, dan pada tahun 1941 ia mendapat misi tempur pertamanya, dengan pangkat Letnan. Atas jasanya hingga perang berakhir tahun 1945, ia mendapatkan satu-satunya medali <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Knight Cross</span> dengan daun Oak emas. Apa prestasi yang membuat orang ini begitu diagungkan sehingga layak mendapatkan satu-satunya penghargaan yang tidak pernah diterima oleh tentara Jerman yang lain?</div><div><br /></div><div><br /></div><div style="text-align: center;"><img src="http://3.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/SsfGb76yQ2I/AAAAAAAAAJQ/kslrBj3Jx_w/s200/Hans_Ulrich_Rudel.jpg" /><br /></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-small;">Hans-Ulrich Rudel</span></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Well</span>, percaya atau tidak, selama 4 tahun ia telah ikut dalam 2.530 misi penerbangan. Hasil yang diperolehnya adalah, ia mampu mengahancurkan : <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">800 kendaraan berupa Jip, Truk Angkut dan mobil militer lainnya, 519 Tank, Sebuah Kapal Penghancur, 2 Kapal penjelajah, Sebuah Kapal Induk Rusia, 70 Landasan, 4 Kereta B<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0); ">e<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0); ">rpelindung Baja, Beberapa Jembatan, dan 9 Buah Pesawat yang ia tembak jatuh! <span class="Apple-style-span" style=""><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 255, 255);">Ditotal dengan kendaraan kecil lainnya, beberapa sumber mengklaim bahwa ia telah menghancurkan lebih dari 2.000 kendaraan militer sekutu.</span></span></span></span></span></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style=""><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 255, 255);"><br /></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);"><span class="Apple-style-span" style=""><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 255, 255);">Pada tanggal 13 Maret 1944, ia pernah mengalami pertempuran udara dengan pilot legendaris Rusia, yang tidak hanya sekali dianggap sebagai pahlawan besar negara tersebut. Pilot sepanjang masa Rusia (secara statistik) tersebut bernama Lev Shestakov. Dan tebak siapa yang akhirnya menang? Ya, Rudel menembak jatuh sang pahlawan Rusia hingga menyebabkan kekacauan dan kepanikan luar biasa di tengah pasukan angkatan udara Rusia.</span></span><br /></span></div><div><br /></div><div>Rudel pernah tertembak jatuh di awal tahun 1945, hingga menyebabkan kakinya harus diamputasi. Setelah operasi amputasi, ia masih sanggup menerbangkan pesawatnya hingga menghancurkan 26 Tank lagi.</div><div>Setelah Jerman kalah pada bulan Mei 1945, ia terbang ke Amerika untuk menyerahkan diri. Pada tahun 1948 ia dibebaskan dan tinggal di Argentina. Hans-Ulrich Rudel meninggal pada tanggal 18 Desember 1982 di Jerman.</div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">4. Simo Hayha : Pembunuh Massal Penyebar Teror di Hutan Salju</span></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div>Apabila di atas sudah dituliskan kisah heroik dari penembak jitu bernama Vassili Zaitsev di Rusia, Finlandia memiliki tandingan penembak jitu bernama Simo Hayha. </div><div><br /></div><div>Rusia menginvasi Finlandia di pertengahan tahun 1939. Karena hampir keseluruhan perang mempertahankan Finlandia berlangsung di hutan, maka Hayha memilih untuk bersembunyi di atas pohon setinggi 6 kaki, di tengah salju sedingin 20-40 derajat di bawah Celcius. Di titik itulah ia dengan jitu menghabisi nyawa serdadu Tentara Merah. Pada awalnya puluhan, dan terus naik menjadi ratusan.</div><div>Pasukan Rusia menjulukinya "<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">White Death</span>"<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"> </span>karena ia menggunakan baju pelindung warna putih untuk berkamuflase dengan salju. Beberapa kali Rusia mengirimkan pasukan perintis ke hutan tempat Hayha bersembunyi, namun semuanya berhasil disapu habis olehnya. Pasukan penembak jitu yang dikirm oleh Rusia (minus Vassili Zaitsev, karena waktu itu Zaitsev belum tergabung dalam satuan penembak jitu Rusia) dikirim juga, dan kembali berakhir dengan kematian semuanya di tangan Hayha.</div><div><br /></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: center;"><img src="http://1.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/SsfPIo5h5kI/AAAAAAAAAJY/5lRGwJsWfqM/s200/hayha4.jpg" /><br /></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-small;">Simo Hayha, The White Death</span></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:10px;"><br /></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">Selama 100 hari bersembunyi di hutan dengan berkamuflase di tengah suhu sangat dingin, Hayha terhitung berhasil mengeliminasi 542 prajurit Rusia dengan senapan laras panjangnya. Itu belum ditambah dengan jumlah yang ia t<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0); ">embak dengan senapan otomatisnya. yang ditaksir mencapai sekitar 1<span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0); ">50 orang!!</span></span></span></span></span></div><div><br /></div><div style="text-align: justify;">Komando militer Rusia yang sangat terganggu dengan aksinya, memutuskan untuk membombardir hutan tempat Hayha bersembunyi. Dengan bantuan artileri udara dan darat, hutan itu benar-benar habis dibombardir. Tapi memang beruntung dan luar biasa, Simo Hayha berhasil selamat dari bombardemen tersebut.<br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Akhirnya, tidak seorang Rusiapun berani masuk ke hutan tersebut, tanpa misi tertentu. Mereka takut akan cerita Simo Hayha dan <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">White Death</span>. Namun seiring berjalannya waktu dan banyaknya pasukan yang dikirim untuk membunuh Hayha, akhirnya ada juga sebuah peluru yang mengenainya. Naasnya, peluru ini bukan peluru biasa melainkan peluru berpeledak. Peluru itu mengenai rahangnya, merobek pipi sebelah kirinya, dan menghancurkan wajah kirinya. </div><div style="text-align: justify;">Akhir untuk <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">White Death</span>? Ya untuk di Perang Dunia II, tapi tidak untuk hidupnya. Setelah menjalani perawatan, Hayha berhasil selamat beberapa tahun kemudian. Sayang ia tidak sempat menghadapi pertarungan dengan Vassili Zaitsev, <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">sniper</span> Rusia yang disebut-sebut tidak kalah jitu dalam menghabisi musuh. Hayha muncul di saat Zaitsev belum terdaftar di pasukan Infanteri, dan Heyha mengalami koma di saat Zaitsev tengah mencapai masa gemilangnya...</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">5. Lacchiman Gurung : Tangan Kiri Membantai 31 Orang Jepang</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><br /></span></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><img src="http://4.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/SsfW0Cya7pI/AAAAAAAAAJg/VBoHTkK6sS0/s200/Lachihman%2520Gurung%2520SA819_resize.JPG" /><br /></span></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;">Lacchiman Gurung adalah orang Nepal yang tergabung di dalam pasukan Inggris dan Persemakmuran, dan dikirim ke medan perang Pasifik. Tidak banyak sejarah yang bisa didapat mengenai orang ini, baik mengenai karir kemiliteran maupun riwayat hidup yang mendetail.</div><div style="text-align: justify;">Tapi, alesan gw bikin <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">post</span> ini adalah untuk menunjukkan sesuatu yang lebih heroik daripada Rambo, sesuatu yang lebih brutal daripada Rambo, dan seseorang yang terluka lebih banyak daripada Rambo. Jadi, tanpa banyak riwayat dan kesejarahan embel-embel yang lain, Gurung sesuai dengan kriteria penulisan gw.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Gurung diterjunkan di Myanmar, tempat ia dan kompinya berserta peletonnya (kelompok terkecil dalam kemiliteran, di bawah kompi) harus bertahan dari serangan Jepang. Saat jumlah orang di kompinya tinggal menyusut hingga jumlah belasan, sekitar 200 serdadu Jepang masih mengepungnya. Dua kali granat tangan dilemparkan kepadanya, namun dua kali pula granat itu ia lempar balik ke arah musuhnya. Kali ketiga granat datang, ia mengambilnya dan kembali hendak melempar balik. Namun sayangnya, granat terlanjur meledak di genggaman tangan kanannya, <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">menyebabkan jari-jari tangannya hancur, dan lengan kanannya tidak bisa digunakan. Serpihan granat juga menyebabkan kakiknya terluka dan tidak bisa berlari, tubuh bagian kanannya luka parah, dan wajahnya juga. Bahkan penglihatannya yang kanan menjadi tidak bisa digunakan</span>. 2 Kawan disampingnya juga terluka parah dan tidak bisa kembali bertempur.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Gurung tetap berusaha melanjutkan posisi bertahannya dengan hanya menggunakan lengan kirinya saja. Dengan kondisi tubuh sebelah kanan yang semuanya nyaris cacat dan lumpuh, ia mempertahankan diri dari serangan Jepang. Selama 4 Jam ia berhasil bertahan, hingga datang pasukan bantuan. Di sekitar lubang perlindungan Gurung, ditemukan 31 mayat serdadu Jepang yang terkena tembakan dari lengan kirinya. </div><div style="text-align: justify;">Segera setelah itu, Gurung ditarik kembali untuk mendapat pengobatan. Dengan mata buta dan tangan kanan hilang, Gurung masih memaksa untuk ikut diturunkan di medan peran Pasifik. Atas jasa dan keberaniannya, tahun 1945 ia menerima medali <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Victory Cross</span>. Ia selamat dari keseluruhan peperangan dengan luka yang sangat parah, dan pulang kembali ke Nepal pada tahun 1947.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">*Setelah baca <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">post</span> ini, masih terpikir untuk memasukkan Rambo ke dalam daftar 5 besar gw? Hehehehehe....semoga tidak! </div>Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-24512328184269127882009-09-28T22:50:00.005+07:002009-09-29T02:27:14.862+07:00Begini Kisah yang Mengharukan Itu Terjadi"<a href="http://www.detiknews.com/comment/2009/09/28/190323/1210583/10/bokong-mahasiswa-ui-ditembak-di-stasiun-tebet">Bokong Mahasiswa UI Tertembak di Stasiun Tebet</a>"<br /><br /><span style="font-style: italic;">Headline</span> di salah satu situs penyedia berita nasional itu berasa begitu 'ngena' buat gw, dan membuat gw ngerasa sedikit jadi naik daun (yah, walaupun kata 'bokong' itu kok agak geli-geli gimanaaa gitu). Semenjak berita itu terbit, terhitung sudah ada sekitar 2.589.769 <span style="font-style: italic;">post</span> kata-kata simpati yang masuk ke <span style="font-style: italic;">account Facebook</span> gw. (percaya atau nggak itu terserah Anda. Gw sih nggak percaya..)<br />Bagi yang belum baca beritanya dan ( KALI ) aja penasaran, bisa diliat <a href="http://www.detiknews.com/comment/2009/09/28/190323/1210583/10/bokong-mahasiswa-ui-ditembak-di-stasiun-tebet">di sini</a><br /><br />Naah, mungkin ada sebagian dari Anda yang merasa 'tertantang' dan 'tergelitik', kemudian bertanya-tanya : "cerita itu bener ga sih??" ,<br />atau "Lah? Kok bisa gitu??",<br />daaan....sukur-sukur ada yang bilang "Aduuuh, kasian ya si Indra itu..." (Oke, ini namanya ngarep)<br /><br />Hmmmmmm, bisa dibilang <span style="font-style: italic;">post</span> ini berisi mengenai curhat gw dan sekaligus klarifikasi dari berita -yang separuh benar-seperempat salah-seperempat mungkin benar mungkin salah- itu...<br />Ini mungkin juga bisa dikategorikan sebagai sisi narsis, mungkin ada juga sisi heroiknya, dan mungkin (baca : pasti ) banyak sisi ga pentingnya. Jadi....menjadi resiko Anda untuk menarik <span style="font-style: italic;">mouse scroll </span>hingga terus ke bawah! Hehehe<br /><br />*Foto menyusul ya, males mindahinnya...<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">1. Awal Berangkat Kuliah</span><br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;"></span></span></span>Senin pertama, hari pertama kuliah setelah Lebaran.. Pagi yang indah, namun gw diganggu oleh jadwal kuliah nanggung, yaitu jam 11 siang. Gw berangkat dari rumah pukul 10 kurang 15, tanpa prasangka buruk apa-apa akan sesuatu yang akan menimpa gw hari itu.<br />Naik motor sehari-hari (silahkan sapa saya apabila menemukan orang yang meluncur di atas motor Suzuki Thunder warna silver, bernopol B 6166 KJU...InsyaAllah itu gw kok), gw berencana untuk berangkat ke Tebet hari itu. Udah biasa bagi gw dan mungkin jutaan pengendara motor yang ingin ke Depok dan Bogor lainnya, yang pergi ke stasiun tebet untuk menitipkan motornya di sana dan berangkat dengan Kereta Api. Proses cepat, kilat, murah, dan praktis (kaya iklan apa gitu...)<br /><br />Sayang seribu sayang...gw mengalami kecelakaan di tengah jalan. Kebetulan gw melintasi sebuah proyek yang dinamakan "Banjir Kanal Timur". Entah, dari namanya sih itu kayanya semacem.....Kanal di daerah (Jakarta) Timur, untuk menanggulangi Banjir, bener ga tuh?<br />Yah pokonya gitulah. Pokoknya jalanan di daerah situ berpasir dan berdebu karena proyek itu. Entah gw mengkhayal, atau emang ada taksi yang tiba-tiba motong dari kiri ke jalur kanan (jalur cepat) dan tiba-tiba ngerem seenaknya, gwpun terpaksa membejek (tau arti 'bejek' kan?) rem motor gw (yang berjalan dengan kecepatan sedang 60an Km/Jam) dengan spontan. Daaaan....berhubung itu jalan berpasir dan kerikil, maka slip-lah ban gw, dan menyebabkan gw terpelanting di tengah-tengah jalan, dengan kondisi badan ketiban motor hingga terseret sekitar 2 meter. Untungnya gw pengendara motor yang baik, dengan kelengkapan peralatan keamanan yang mumpuni (asiiiik).<br /><br />Gw ga luka parah, kendati si manis berwarna silver ( baca : motor gw) mengalami kerusakan cukup hebat. Setang bengkok parah, <span style="font-style: italic;">footstep</span> hancur, dop lampu depan setengah pecah, persneling tersangkut, dll. Lebih dari itu, badan gw baik-baik saja... Ya emang ada luka-luka di tangan, kaki, dan hancurnya barang-barang yang gw pake dan kantongi sih. Tapi, gw selamat!! Waw...<br /><br />Habis waktu sekitar 45 menit untuk mencari air guna membersihkan luka, dan sedikit duduk untuk melenyapkan deg-deg an. Dengan mengerahkan segenap tenaga dan nyali, gw memutuskan : Lanjut ke kampus, Yeahhh!! (padahal niat gw ini udah ditentang oleh seorang sahabat yang pertamakali gw kabari). Dengan stang miring-miring dan motor ribet, gw lanjut jalan ke stasiun Tebet.<br />Tebet...tempat terjadinya peristiwa itu...<br />(di sini mulai serius dan misterius)<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">2. Dor!! Dan Si Abang Terjatuh dengan Berlumur Darah.</span>..</span><br />Sekitar pukul 11.25 gw sampai di Stasiun Tebet, dan parkir di tempat langganan. Tempat parkir ini modelnya numpang di sebuah rumah dengan pelataran yang luas, dan dijaga oleh beberapa tukang parkir di situ. Oke, kita panggil sang empunya rumah ini dengan nama 'Mawar' (lagi-lagi). Alkisah, si 'Mawar' ini punya seorang adik bungsu yang diduga mengidap gangguan jiwa, atau istilah kerennya : Setress yang suka kumat.<br />Sekarang kita panggil si bungsu ini (yang nantinya menjadi tersangka) dengan nama 'Melati'. Gangguan jiwa pada Melati ini relatif tidak pernah dibahas oleh pihak keluarga, karena sang Ibu dan si Mawar mengidap penyakit jantung. Jadi otomatis, Melati dibiarkan tinggal di situ (bukan di Er Es Je) dan dianggap tidak bermasalah, hanya kadang suka kumat. Daaaaaan, si Melati ini punya dua teman dekat, yaitu Senapan Angin Laras Panjang (entah apa merk dan modelnya), plus sebuah senjata genggam gas bermodel Baretta buatan Amerika yang ditebusnya dengan harga 3.5 juta rupiah.<br /><br />Oke oke oke, cukup dengan duo Mawar - Melati ini. Mari kembalikan gw sebagai topik utama cerita ini! Hehehehe.<br />Sesampai dan separkirnya gw di Tebet, gw disapa oleh PAK HAMID, seorang juru parkir yang sudah seringkali bertatap dan berbincang dengan gw. Pak Hamid ini melihat luka di tangan gw dan berinisiatif menolong, dengan menawarkan....penyiraman alkohol, dan pemberian Bet*dine (sensor dikitlah biar ga dikira iklan). Saat tangan gw sedang dituang alkohol, otomatis gw agak berjengat karena ngilu yang mendadak itu. Di saat menikmati 'jengatan sensual' itu, tiba-tiba terdengar ada bunyai "DOR!!", dan diiringi dengan rasa nyeri yang mendadak di pinggul gw. Posisi tepatnya ada di bagian pinggul agak ke bawah sedikit, kendati belum mencapai bokong.<br /><br /><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" ><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Jadi....klarifikasi pertama : Peluru tidak mengenai bokong gw, melainkan tulang duduk gw!!</span></span>.<br />Oke, karena jengatan alkohol dan nyeri mendadak akibat ditembak itu, kontan gw teriak "An*ir!!!". Gw menoleh ke belakang, dan tampaklah dia.....sesosok pria berwajah segar (sayur kali), tampang tidak berdosa, dan memegang sepucuk senapan angin yang baru dikokang...jaraknya kurang lebih 3 meter dari tempat gw berdiri. Itu Dia. Itu Melati. Hanya sedetik, dan si Melati masuk kembali ke balik pintu. Sempat meluap emosi untuk menghardik dengan bahasa binatang, sebelum Pak Hamid bilang..."Udah, orang itu emang agak stress. Biarin aja".<br /><br />Sembari mengusap pinggul gw dan meraba sesuatu (yang kemudian gw ketahui sebagai peluru), gw menenangkan diri....dan meredam emosi yang sempat mau membuncah. Menyadari, itu tindakan di luar sadar dan sengaja dari akal sehat. Dengan agak terpincang karena pinggul nyeri, gw melanjutkan pengobatan.<br />Menyoal luka gw, pada berita resmi yang gw cantumkan di atas, tertulis bahwa gw berdarah-darah dan segera dilarikan ke RSCM. <span style="font-style: italic;">Well</span>, itu lebay!! Haha. lagi-lagi pria beruntung ini selamat dari luka parah. Kebetulan hari itu gw memakai celana 3 lapis. Celana dalam motif polka dot (wuw), celana pendek olahraga, dan celana <span style="font-style: italic;">jeans</span>. Untungnya 3 lapisan itu mampu menyerap daya tembak si peluru. Setelah belakangan gw menjalami visum, diketahui bahwa celana terluar gw (<span style="font-style: italic;">jeans</span>), sobek dan bolong akibat peluru tersebut, namun masih membal di lapisan ke dua dan ketiga, yang persis jatuh pada bagian karet celana. Jadi peluru hanya mengahantam kulit secara tidak langsung, dan menyebabkan luka kecil dan sedikit berdarah <span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Klarifikasi kedua : BUKAN BERDARAH-DARAH, DAN TIDAK DILARIKAN KE RSCM</span></span><br /><br />Lanjut...<br />Eh, baru tenang dikit....selang beberapa detik kemudian, ada lagi suara "DOR!!"<br />Kali ini giliran Pak Hamid yang mengerang. Gw langsung melihat darah yang mengalir dari betis kanannya. Segera setelah itu, Pak Hamid sang penolong gw tiba-tiba terjatuh tertelungkup sambil mengerang sakit dan memegangi betisnya.....yang.....tertembus.....peluru.....hingga.....ke dalamnya....dan....berdarah-darah....parah....ah....<br /><br />Hanya sekilas menghafalkan wajah Melati untuk yang kedua kalinya, gw langsung fokus untuk menolong Pak Hamid. Beliau langsung diantar ke RSCM, sementara gw yang hanya mengalami luka-luka kecil dan pincang 10 menit, memutuskan untuk melapor ke polisi. Pada awalnya gw hendak melapor hanya sebagai saksi mata, dan tidak ingin dianggap sebagai korban. Toh luka gw ga seberapa, dan gw juga ga dendam sama tuh orang. Tapi oleh polisi yang kebetulan berada di pos terdekat, gw disarankan mengadu sebagai korban juga.<br /><br />Mungkin ada yang bertanya-tanya : "Ih, kenapa harus lo sih yang sok heroik dan ngadu-ngadu ke polisi" (dengan nada nyolot dan gaul)<br />Betul juga....kenapa harus gw? Sementara banyak tukang parkir lain yang juga melihat kejadian tersebut dengan jelas.<br /><br />Pertimbangan utama gw adalah....Pak Hamid dan kolega sesama tukang parkir menumpang cari nafkah di pelataran rumah itu. Pantaskah gw membiarkan mereka menerima resiko untuk kehilangan pekerjaan, sementara gw sendiri dalam kondisi yang memungkinkan untuk melapor? Toh gw di situ hanya tamu yang menitip. Cuma sekedar lewat beberapa jam saja, dan ga nyari nafkah di situ. Apabila ada keberatan, maka gw ga parkir di situ lagi pun bukan masalah besar. Lain dengan mereka yang bisa terancam kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, bukannya sok heroik, tapi gw ga mau ngerepotin orang situ yang udah banyak ngebantu gw. Itu aja<br /><br />Setelah melapor, 5 polisi datang dan menggerebek rumah itu. Dan mereka segera menciduk Tuan Melati...<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >3.Polsek, Visum, Bokong, Laporan, Helm Ilang</span><br />Setelah Melati diciduk, gw diharuskan ikut untuk memberi keterangan di Polsek Tebet (di jalan Dr. Saharjo, deket balai Sudirman). Alhasil, gw bawa motor dengan susah-payah kesana. Dan karena gw ga menemukan parkir kosong di area dalam, maka parkirlah motor gw di depan gerbang polsek. Di situ duduk seorang tukang parkir. Dan gw masuk ke Polsek, setelah titip pesan kepada tukang parkir "Pak, titip helm yaa". Dan dia mengiyakan dengan pasti dan mantap.<br /><br />Oke, di sana gw diinterogasi, ditanya-tanyain, terus ditanyain lagi, terus ditanyain lagi, dan terus ditanyain lagi. Intinya, gw ditanyain terus setiap kali ada polisi yang baru masuk ke ruang interogasi gw. Dan setiap begitu, gw harus ngulang lagi ceritanya, ngulang lagi ceritanya, ngulang lagi ceritanya, terus sampe gw kecapean sendiri.<br />Jam 2, gw diberangkatkan ke RSCM untuk melakukan visum, demi mendapatkan bukti otentik luka gw. Disitulah gw mengalami hal yang mirip tapi sama sekali bukan pelecehan seksual.. Di ruang visum yang dipenuhi cukup banyak orang, baju gw harus berkali-kali diangkat, dengan celana agak dipelorotin ke bawah hingga terlihat secuil buah-buah ranum di balik celana belakang gw!! Whew!! Untung gw buang muka ke arah lain supaya ga ada yang liat muka gw...<br /><br />Di ruang yang sama, gw kembali bertemu Pak Hamid yang sudah lebih dahulu dilarikan ke RSCM. Melihat hasil <span style="font-style: italic;">Rontgen</span> nya, gw agak ngeri. Peluru menembus dari betis belakang hingga tersangkut di tulang kering. Dan peluru yang menyangkut, sama seperti yang mengenai gw. Peluru timah kecil, tajam seperti mata bor, dan kerapkali disebut 'mimis' (entah, polisinya bilang gitu...ga tau kalo gw salah ngeja). Ga kebayang seandainya peluru yang kena gw itu naik setengah sentiiiiii aja. Pasti kena bagian pinggul ke atas yang ga tertutup celana dan cuma kemeja doang. Dan itu pasti akan tembus juga.....malah bisa jadi tembusannya itu ke sekitar perut. Jadi lagi-lagi, dalam kesialan gw menemukan keberuntungan!! Yeah!!<br /><br />Oke, itu cuma luka karena pistol dan senapan angin, bukan senjata api betulan. Tapi tetep aja, kebayang ga gimana rasanya dihajar peluru timah (kendati bukan proyektil asli) dari jarak 3 meter dengan senapan angin. Orang main <span style="font-style: italic;">Air Soft </span>aja ada aturan 5 meter minimal. Itu juga harus pake <span style="font-style: italic;">gear</span> lengkap, dll. Lha kalo cuma modal kaos atau malah langsung kena kulit?? Ga ada ampun, itu pasti langsung tembus!!<br /><br />Balik ke topik..<br />Selesai visum jam 4 an, gw balik ke Polsek lagi untuk bikin laporan. Selesai akhirnya jam 7. Gw pikir, gw udah merdeka.. Gw turun ke tempat gw parkir motor, dan mendapati helm gw udah lenyap tak berbekas, tak berjejak...raib begitu saja.<br />Di dalam helm itu juga gw masukkin jaket motor gw yang udah setia menemani gw semenjak Akil baliqh (oke, lebay sih...)<br />Dengan perasaan dongkol dan merasa ini adalah hari paling apes selama 21 tahun hidup (kecelakaan motor, motor berantakan, ditembak orang, bikin laporan, helm ilang), gw duduk di dekat motor gw sembari menyalakan satu batang rokok yang tersisa di bungkus rokok gw. Beristirahat dan menenangkan diri sebelum menempuh perjalanan pulang dengan motor rusak.<br /><span style="font-style: italic;">Phew, what a day!!</span><br /><br />Yah...kebayangkan kan gimana berita resmi yang ada di lnik atas itu terlalu lebay. Gw ga berdarah-darh sampe segitunya. Luka kecil iya, tapi ga sampe membuat gw langsung dilarikan ke RSCM. Gw ke RSCM murni hanya untuk tujuan visum guna mendapat bukti, bukan perawatan serius. Selain itu, penekanan gw adalah...<span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">ITU BUKAN PANTAT ATAU BOKONG!!! ITU PINGGUL (turunan dikit) !!!</span></span><br />Demikian catatan ini dibuat..untuk menjelaskan keadaan yang sebenar-benarnya terjadi saat itu. Terima Kasih, dan tetap baca blog gw!!<span style="color: rgb(255, 0, 0);"></span><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;"><br /></span></span>Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-57057133103495682992009-09-14T08:03:00.006+07:002009-09-26T09:53:59.652+07:00Sekarang Giliranmu Nak!!Indra Pradana<div>0606095084</div><div>Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UI 2006</div><div><br /></div><div>.....</div><div><br /></div><div>Sedang menggarap Outline Bab I Skripsi</div><div><br /></div><div>.....</div><div><br /></div><div>Jiah, gaya banget ya?? Hehe.. Sekarang ini gw lagi disibukkan dengan mata kuliah bernama 'Seminar dan Pilihan Masalah'. Mata kuliah dengan bobot 4 sks, dan ajib-nya....inilah mata kuliah pengantar calon skripsi gw! (Ngomongin skripsi, tiba-tiba jadi merasa tua...)</div><div><br /></div><div>Tapi tenang, walaupun judulnya " Indra 'Dandy' Pradana sedang memulai tahapan awal skripsinya", bukan berarti skripsinya akan selesai dalam masa-masa dekat ini kok. Perjalanan panjang itu masih akan bertambah panjang lagi.</div><div><br /></div><div>Di antara temen-temen angkatan gw, kata "skripsi" sendiri kadang udah jadi tabu. Seandainya ada yang ngomong : <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">"Gimana tema skripsi lo?"</span>, pasti di kejauhan akan ada yang sayup-sayup menimpali : <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">"Anjir, jangan ngomong jorok di sini!!"</span>. Ya, sampe segitunya...skripsi dianggep jadi hal yang 'jorok' dan memacu sensitivitas tingkat tinggi dari teman-teman sendiri. </div><div><br /></div><div><br /></div><div>Itu baru soal pertanyaan tentang 'gimana kesiapan skripsi'. <span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);"><span class="Apple-style-span" style="font-size:large;">Seandainyapun ada kawan yang udah mengklaim "Eh, tema skripsi gw udah beres nih! Udah mulai garap bagian isi juga, tinggal dikit lagi kelar!!", dipastikan si manusia ceroboh tersebut akan kena full bogem mentah dari anak-anak seangkatan, sejurusan, mungkin sefakultas!</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);"><br /></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);"><span class="Apple-style-span" style=""><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 255, 255);">Lagi-lagi...sensitivitas tingkat tinggi bung</span></span><br /></span></div><div><br /></div><div>Rupanya ini yang dirasain sama senior-senior gw di masa lalu. Makhluk-makhluk yang dulu sering gw anggep sesepuh ilmu politik. Yang sering gw julukin "Senior muka berkerut" gara-gara jumlah kerutan dahi yang terus bertambah seiring bertmbahnya pula masa kuliah. Ya, sekarang giliran gw yang mengemban julukan itu dari 'adik-adik kelas yang manis'.</div><div><br /></div><div>Gw masih inget perbincangan gw dengan senior gw anak angkatan 2005 (kali ini, kita samarkan dengan nama 'Anggrek'). Nah, si Anggrek ini notabene anak jurusan gw juga (Bagi yang lupa apa jurusan gw, silahkan liat lagi paragraf pertama post ini, atau liat di profil gw. Bagi yang malas untuk <span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">scroll mouse</span> lagi ke atas, gw ingetin lagi kalo jurusan gw Ilmu Politik!). Perbincangan singkat ini dilakukan kira-kira sekitar 8 bulan yang lalu, di kantin fakultas gw. Begini ceritanya :</div><div><br /></div><div>Gw : Eh cuy, tema skripsi lo apa? (bermaksud mencari info soal tema dan judul skripsi politiknya)</div><div>Kak Anggrek : (menyendok dan mengunyah nasi, lalu menjawab dengan santai) ...Politik...</div><div>Gw : .....<br /></div><div>Kak Anggrek : (kembali menyeruput sisa Soto Ayam-nya, seakan tidak ada masalah pada jawabannya tadi) </div><div><br /></div><div>Ingin rasanya menjejali mulut si Kakak Senior dengan sendok sotonya (Hehehe, ampun ya Kak) </div><div>Habis gimana ga emosi? Ditanya serius, niatnya cari referensi seandainya gw garap skripsi juga...kok jawabannya rese gitu?? Yaiyalah gw tau tema-nya pasti 'Politik', tapi ya mbok dispesifikasi gitu lho...politik mana? Soal masalah apa? Tahun berapa? Deskriptif atau analitis?</div><div>ckckckckckckck</div><div><br /></div><div>8 bulan yang lalu, gw tercekik mendengar jawaban itu. Gw gatel denger tema yang sagat general itu.</div><div><br /></div><div>Tapi...itu semua berubah sekitar sebulan yang alu. Berubah seketika saat gw yang harus berada di posisi Kak Anggrek.</div><div>Soal tema? Gw berniat untuk membahas Revolusi Bolivarian yang terjadi di Venezeula. Pas dikasih pertanyaan pertama sama dosen gw soal : apa masalah utama yang pingin gw angkat?</div><div>Gw terdiam, membisu, tercekat, ga bisa berkata-kata. </div><div>Apa masalahnya?? Masalahnya adalah.....gw ga tau apa masalahnya!! Niat gw cuma ngebahas soal proses revolusi itu, disertai dengan seuprit analisa. Tapi ga ada masalah yang bisa gw angkat. Pingin rasanya gw jawab, masalah utama gw adalah : POLITIK!! (yah, ini sebenernya jawaban Kak Anggrek sih).</div><div>Gw hanya bisa berharap semoga kisah gw ini tahun depan ga diangkat di blog junior gw, dan tiba-tiba gw disebut sebagai Kak Teratai</div><div><br /></div><div>Saudara-saudari.....gw sedang bingung!! Gw bingung sama topik skripsi gw yang ternyata ga bermasalah. Kalo bisa cari masalah, gw mau deh...bah!</div><div>Bahkan hanya untuk ngebahas Outline yang hanya cuma kerangka awalpun, gw gak gape buat bikin ini!!</div><div>Semua tugas gw terbengkalai demi momok yang satu ini. Nafsu makan gw jadi berkurang (ehm...sebenernya ga juga sih). Gw harus fokus ke diri gw sendiri, sehingga ga berminat dulu untuk cari cewe (ehm...sebenernya emang ga laku sih). Ya Tuhan, gw butuh doa dan restu dari pembaca sekalian untuk menyelesaikan skripsi gw. Gw ga pingin jadi Kak Teratai!!</div>Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-76118284941078067392009-09-11T01:20:00.005+07:002009-09-11T01:36:57.512+07:00FooliciousI'm overjoy, so fucking careless<div>Keep dreaming, but never awake</div><div>It's not havoc, neither disaster</div><div>It's just called 'a very dumb idea of being together'</div><div><br /></div><div>Now I'm trapped in this agony</div><div>All because my fault, all because my thought</div><div>My punishment? Maybe yes and maybe not</div><div>End of the heartache? No, it's just the beginning</div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div><div style="text-align: center;"><img src="http://4.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/SqlGzQaPJDI/AAAAAAAAAIw/AgS9gPNCAP0/s320/The+Used.JPG" /><br /></div><div><br /></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;">The Used's Album Cover : In Love and Death</span></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:13px;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:13px;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">*Tulisan yang mungkin ga penting buat pembaca lain, tapi menjadi penting buat gw sebagai bahan introspeksi</span></div><div><br /></div><div><br /></div><div><br /></div>Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-68197004146990240162009-08-24T01:11:00.004+07:002009-08-24T02:41:31.305+07:00Ngomong - Ngomong Soal Masa LaluJakarta, 4 Agustus 2006<br /><br />Gw masih inget, pagi-pagi buta gw udah keluar nyari koran di deket rumah. Apa pasal? Yang pasti bukan karena gw sangat berniat dan bernafsu untuk baca berita di hari yang sepagi itu. Bukan juga sekedar iseng untuk mungutin koran-koran bekas yang bertebaran di pinggir jalan (ehm..secara gw pecinta lingkungan. Hehehe)<br /><br />Ya. gw berniat untuk nyari nama gw di daftar nama penerimaan SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).<br />Dan yang dinanti akhirnya dateng juga....nama gw tercantum di koran. Di tengah-tengah ribuan nama lainnya, yang pasti ga gw kenal (yaiyalah...). Saat itu dengan bangga gw bisa menepuk dada kerempeng gw, dan menasbihkan diri sebagai 'mahasiswa'. Akhirnya, setelah sekian belas tahun berstatus 'pelajar', 'anak sekolahan', dll..gw bisa melepas seragam dan menggantinya dengan 'baju bebas' (oke, sayangnya tidak termasuk baju renang).<br /><br />Ga kerasa, masa itu udah berlalu cukup lama. Ga kerasa udah berselang 3 tahun masa-masa gw cabut di masa latian paduan suara, untuk kemudian ngeliat abang-abang tukang cendol ketabrak vespa mabuk di deket stasiun Pondok Cina (ini kisah nyata!). Ga kerasa masa gw masih imut dan 'hijau' itu udah lewat gitu aja.<br /><br />Tiga tahun lalu, gw masihlah mahasiswa sableng dengan motto 'ngelawak dan nongkrong only'. Euforia keterima di perguruan tinggi negeri, tiap hari dilalui dengan 'senang-senang' dan 'senang terus'.<br />Gw masih inget gimana gugupnya gw waktu pertamakali disuruh presentasi makalah individu gw (yang notabene awut-awutan, setipis kembang tahu, dan tanpa dihiasi <span style="font-style: italic;">footnote</span>). Gw masih inget gimana gw bersama 'geng ancur' dengan isengnya bikin <span style="font-style: italic;">dresscode</span> sendiri. Di satu hari pake batik seragam SMA, besoknya pake baju pantai, besoknya pake setelan rapi (plus <span style="font-style: italic;">blazer</span>), sampe kadang suka ada senior yang menjuluki kami kelompok yang tengil...hehe. Masih juga suka gw kenang masa-masa gw piara rambut tanpa dipotong selama dua semester awal...yang berujung kepada hadirnya sosok gw yang gondrong awut-awutan, kurus, dan bahkan sampai dengan tega banyak yang ngecap gw 'tukang ngobat'!! Sial..<br /><br />Masih inget pula masa-masa awal kuliah gw yang hancur berantakan, dipenuhi dengan cabut kelas dan nangkring di kantin. Ada satu cerita tentang ini. Gw cabut berempat bersama teman-teman gw (Oke, ada baiknya nama tiga teman itu gw samarkan dengan Mawar, Melati, dan Kamboja). Entah karena terlalu bego apa gimana, kita berempat cabut di tempat yang pasti dilalui dosen kelas tersebut selepas mengajar.<br />Ga diragukan, selesai kelas...sang dosen lewat di depan kita, dan kami ke-gep!!! Berikut petikan interogasi dosen dengan kami :<br /><br />Dosen : Mawar, kamu kemana tadi? Kok ga masuk kelas saya?<br />Mawar : Ehm, anu mas...saya bikin tugas untuk kuliah habis ini<br />Dosen : Kamu Melati? Kenapa ga masuk?<br />Melati : Aduh, tadi saya ga dapet kereta mas. Jadinya telat, ga sempet masuk kelas!<br />Dosen : Kamboja, kamu juga kenapa?<br />Kamboja : Saya....saya....saya bantuin Mawar bikin tugas mas<br />Dosen : (tampak kesal karena berbagai alesan ga mutu tersebut) Kamu kenapa Indra?<br />Gw : Mmmm....maaf mas. Saya khilaf..<br />Dosen : .............. (malas bicara lagi)<br /><br />Oke, diliat dari kacamata mahasiswa baru...gw ngeliat kelakuan gw sebagai tindakan konyol-konyol asik bin bodoh (sesuai moto gw dulu "ngelawak only"). Tapi kalo sekarang gw inget lagi, asli...gw ngerasa gw udah berlaku sangat kurang ajar bin biadab.<br /><br />Begitulah hidup gw di awal kuliah, nyampah banget. Jarang banget megang bahan bacaan wajib kelas. Di kelaspun juga gitu-gitu aja. Duduk belakang, baca novel, atau terkantuk-kantuk denger penjelasan dosen sembari menulis-nulis suatu karangan bebas. kadang ada kelas yang gw suka, dan sangat gw simak penjelasan dosennya. Tapi itu jarang banget.<br />Ada juga saat di kelas yang gw bener-bener ga pernah merhatiin apa yang diomongin dosen tersebut. Entah karena cara ngajar dosennya yang ga enak (dan ini diakui oleh teman-teman sekelas), atau emang gwnya sangat amat malas!<br /><br />Di suatu siang yang terik dan damai (oke, ini mengkondisikan sesuatu yang dramatis), gw sedang menghadiri kelas wajib yang males banget gw simak. Hingga sang dosen menawakan wacana : 'ayo, ada yang mau bertanya?'<br />Gw melihat ada sekitar 3 tangan yang teracung ke atas. Dengan begonya gw punya niatan "Ah, banyak yang ngacung...iseng ah ikutan ngacung biar rame" ==> padahal gw ga nyimak materinya sama sekali.<br />Tanpa dinyana, Bu Dosen menanggapi : "Ah, mas berkacamata di belakang itu ga pernah nanya sebelumnya! Saya kasih kesempatan sekarang untuk kamu!!"<br />Dan....tinggallah gw yang tergagap-gagap menyusun pertanyaan yang sebisa mungkin disambung-sambungin sama topik kuliah hari itu (yang ujung-ujungnya, pertanyaan itu makin ga jelas dan membuat Bu Dosen mengernyitkan dahi). Sumpah, waktu itu gw PANIK!!! hahahaha..<br /><br />Itulah sejarah kenapa nilai gw agak susah gw katrol sekarang. Kebanyakan main, kebanyakan becanda. Bayangin aja, mungkin pas gw masuk sekitar semester 4 atau 5, gw baru mulai berubah dalam menjalani gaya kuliah. Mulai sering nyatet, ngumpulin bahan, nyimak dosen (tapi ga lupa tetep nangkring di kantin sambil makan-minum, main kartu juga..hehe). Dapet IP lumayan sekarangpun, belum cukup untuk nutupin 'dosa' gw di semester awal. Semua emang ada timpalannya. Kalo kata Arnold Schwarzeneger, sekarang gw sedang mengalami 'Judgement Day'..hehe<br /><br />Dan lagi-lagi, gw cuma bisa inget kalo masa-masa menyenangkan itu udah berlalu tiga tahun lalu. Masa-masa sering ketemu temen seangkatan, sering main bareng mereka, sering cabut kelas, sering nitip absen, sering suka-suka! hahaha<br /><br /><br />Sekarang, pagi buta 24 Agustus 2009...tiga tahun lewat 4 hari setelah itu.<br />Gw merindukan dulu. Gw merindukan kumpul sama temen-temen seangkatan, main futsal bareng, belajar bareng (yang ujung-ujungnya gw cuman jadi badut di situ), dan jalan bareng mereka. Naif emang, tapi di satu sisi gw menyesal dengan kelalaian (cih, bahasanya sok berat) gw di masa lalu...kelalaian yang bikin IP gw jadi susah banget buat naik. Udah kaya lomba panjat pinang yang diikutin kakek-kakek. Bisa naik, tapi beraaaaaaat banget. Tapi di sisi lain, gw dulu menikmati itu...hehe<br />Sekarang gw udah mulai harus menyusun skripsi. Frekuensi ketemu temen-temen angkatan juga paling banter 2 kali seminggu, itu juga pasti ga lengkap dan ketemunya sistem cicilan. Makanya, setiap temen angkatan bikin acarapun gw yang sekarang pasti ikut. Misalnya yang terakhir pada jalan-jalan ke Kebun Raya Bogor. Yah, mau gw sibuknya kaya apa (maklum, mahasiswa eksis dengan kepadatan waktu tingkat tinggi!! hehe) , pasti itu akan gw sempetin. Apa sih yang nggak buat temen? (Yoi, kata-kata klise...)<br /><br />Oleh karena itu adik-adik mahasiswa yang sekarang mungkin baru masuk semester awal (paling banter tingkat 2)..jangan sia-siakan kuliahmu nak. Belajar yang rajin di kelas, nyatet terus ya, jangan sering cabut juga. Hehehehe<br />Sering-sering juga kumpul sama temen seangkatan, karena makin taun ke atas bakal makin jarang ketemu.<br /><br />Sampai jumpa....lagi....teman.....hiks... (mendadak sensitif)<br />*Tapi sumpah, gw kangen masa itu!Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-91551757800554167232009-08-19T02:16:00.007+07:002012-12-26T21:06:54.621+07:00ObscurityWaiting it's pendant<br />
Swinging left, swinging right<br />
To hope, to despair, to joy, to grieve<br />
All at once in one amplitude<br />
<br />
Now, what am i doing?<br />
To be delirious with no cognizance<br />
I'm just sitting here, staring at the pendant of clarity<br />
<br />
<br />Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-79062074450852342162009-08-17T23:46:00.004+07:002009-08-18T00:46:30.277+07:0017 Yang Tidak Terasa 17<div style="text-align: center;"><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/SomVL81XfiI/AAAAAAAAAII/DAxr0Zxh_gU/s1600-h/Kaos+Nasionalis.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 301px; height: 320px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_AIrH9DzxTJ4/SomVL81XfiI/AAAAAAAAAII/DAxr0Zxh_gU/s320/Kaos+Nasionalis.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5370988063157091874" border="0" /></a><br /><br /></div>Gw memasuki 17 Agustus (tanggal sakral yang termaktubkan dalam sejarah sebuah negara bernama "Indonesia") dengan terus terjaga, dan baru terlelap pukul 05.00 dinihari.<br />Bangun di siang hari sekitar pukul 12.00 siang, gw melewatkan semua kesakralan tanggal tersebut.<br /><br />Ya...gw tidak merasakan gemah ripahnya acara-acara perayaan ulang tahun negara ini, tidak juga memerhatikan ritual suci pengibaran Sang Saka Merah Putih di Istana Negara.<br />Apakah gw menyesal? Tidak sama sekali.<br /><br />Jangan sebut gw anti-nasionalis, anti-patriotisme kek, atau anti lain apalah yang berasosiasi dengan penolakan cinta gw pada negara.<br />Gw cinta, tapi bukan kepada sesuatu yang simbolis tanpa realisasi.<br />Gw cinta, tapi bukan kepada intepretasi dangkal terhadap frase 'kebebasan bernegara'<br />Gw cinta, tapi bukan kepada bayang semu kemerdekaan<br />Demi Tuhan, gw cinta negara gw!<br /><br />Hanya saja...gw terlalu prihatin untuk melihat ritual yang tampaknya dijalani dengan setengah hati, dan dilakukan di atas 'kemerdekaan' yang dilakukan dengan 'tidak merdeka' pula.<br />Mungkin 'prihatin' juga kata yang terlalu kasar untuk dipergunakan. Yah, sebut saja...gw malas untuk melihat sesuatu yang sangat mirip dan bisa ditayangkan berkali-kali lewat video usang yang mungkin dibuat sekitar 2 atau 3 tahun lalu.<br />Ritual yang dikonsep dan dibungkus dengan semangat patriotisme, namun dijalankan di tengah segala kebimbangan dan justru tidak mengejewantahkan nilai patriotisme itu sendiri. Buat apa ada upacara kenegaraan dengan simbolisasi kecintaan kepada negara, sementara 'kemerdekaan' kita sendiri dijual untuk perut orang asing?<br /><br />Gw bukan pembenci 17 Agustus. Gw bukan pembenci Upacara Kenegaraan. Gw bukan pembenci Indonesia.<br />Seperti yang tadi udah gw bilang dengan membubuhkan penyumpahan : Demi Tuhan, gw cinta negara gw!Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-42757065091531647382009-08-10T03:43:00.002+07:002009-08-18T00:49:51.715+07:00Membangun Kapitalisme di atas Rasisme<span>*Ditulis dalam rangka presentasi untuk kelompok diskusi sosial bernama Astina, yang saya rintis bersama beberapa teman.</span><span style="font-weight: bold;"><br /><br /><br />A. Rasisme dalam Sejarah dan Batasan</span><br /><br /><div style="text-align: center;">“Let’s Kick Racism Out Of Football!”<br /></div><br />Begitu kira-kira jargon yang beberapa tahun belakangan marak dalam dunia persepakbolaan internasional. Anda tidak hanya akan menemukannya di dalam spanduk pembukaan pertandingan sepakbola bergengsi saja, melainkan juga pada pembukaan game komputer sepakbola sekalipun. Tidak hanya itu, para pemain sepakbola terkemuka juga kerapkali menggunakan gelang tangan dengan warna hitam dan putih saling bertautan, simbolisasi atas penentangan aksi rasisme di dunia sepakbola.<br />Hal itu serempak seakan menjadi tren, karena banyak sekali insiden berbau rasisme di tengah megahnya kompetisi sepak bola skala dunia. Target para kaum rasis tersebut tentulah para pemain berkulit hitam. Mulai dari sekedar cemooh menirukan suara monyet, hingga melempar kulit pisang kepada pemain yang bersangkutan. Tragis? Mungkin iya.<br />Contoh di atas hanyalah sebuah kulit muka dari kasus rasime yang telah menjadi sejarah panjang dalam sekelumit kehidupan manusia. Tetapi tentu anda tidak akan bisa menyebut kasus di atas sebagai suatu hal yang ‘tragis’ apabila membandingkan dengan penyiksaan dan pembantaian Hitler atas orang-orang Yahudi di tengah berkobarnya perang dunia kedua.<br />Lantas apakah itu rasisme? Apakah sebuah bentuk hegemoni dari manusia berkulit putih terhadap kulit hitam? Atau bisa jadi merupakan lambang supremasi sebuah etnis terhadap etnis lainnya tanpa memedulikan warna kulit?<br />Terus terang, sedikit sumber buku yang sepaham dalam menentukan basis penggolongan tindakan rasisme. Namun dari kesemuanya, buku dari George M. Frederickson berjudul Racism : A Short History menjadi satu dari sekian karya tulis lain yang mengungkit mengenai bersyukurnya umat Kristen di masa awal, atas penemuan orang Afrika. Mereka justru bergembira karena menganggap hal tersebut sebagai kebesaran Tuhan yang termaktubkan di dalam Alkitab, dan kemudian ditindaklanjuti dengan munculnya paham ‘kesetaraaan bagi SEMUA umat manusia’ di tengah umat Kristen. Euforia inilah yang ditangkap oleh seorang antropolog bernama Frank Snowden, sehingga muncul pendapat awal bahwa rasisme tidak didasarkan atas perbedaan warna kulit.<br />Namun begitu, rasisme awal atas umat Yahudi justru juga berasal dari kaum Kristen. Kaum Yahudi ditengarai menolak Yesus Kristus sebagai Sang Mesias, dengan menerima Kitab Perjanjian Baru yang dianggap lebih terlegitimasi dan mempunyai substansi penting dibandingkan Kitab Perjanjian Lama. Hal itu dinilai sebagai sebuah pengingkaran atas penyaliban dan wafatnya Yesus sebagai tumbal atas dosa seluruh manusia. Atas hal itulah, maka umat Yahudi dianggap sebagai kriminal, termasuk sampai kepada keturunannya sekalipun. Segera pada masa itu, kaum Yahudi seakan menjadi tumbal atas segala hal buruk yang dialami oleh umat Kristen. Oleh karena itulah maka umat Yahudi harus menerima ‘dosa’ dari para leluhur mereka, bahkan hingga saat ini.<br />Segera setelah itu, pada akhir abad pertengahan, terjadi penaklukan besar-besaran pasukan Umat Kristen atas benua-benua yang sebelumnya tidak pernah mereka singgahi. Di sinilah mulai terjadi pergeseran nilai – nilai ‘kesamaan bagi SEMUA umat manusia’ tersebut. Hal ini yang disebut oleh seorang sejarawan bernama Robert Bartlett sebagai penjelas atas dominasi umat Kristen (yang semuanya saat tu masih ‘berkulit putih’) terhadap penduduk asli dari daerah yang mereka taklukkan, termasuk Asia dan Afrika.<br />Hingga di titik inilah maka rasisme bukan merupakan sesuatu yang hanya dibebankan kepada umat Kristiani saja, melainkan menjadi sesuatu yang meluas kepada konotasi “supremasi kulit putih terhadap kulit hitam”. Penggolongan atas ciri fisik ini yang kemudian menjadi lebih menonjol dalam pemahaman rasisme secara umum. Belum pula apabila ditambahkan cerita bahwa orang Inggris tidak menganggap suku Aborigin sebagai manusia, pada masa awal kedatangan mereka ke Australia. Kecenderungan ‘warna kulit’ ini selanjutnya dipahami sebagai sesuatu yang lebih spesifik dari sebuah gagasan luas yang mendasari perbedaan atas sebuah ‘ras’. Hal inilah yang kemudian menyebabkan rasisme digolongkan sebagai sebuah Etnosentrisme dalam bentuk yang lebih jauh didorong ke depan, dan bahkan cenderung mencapai titik ekstrim.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. Kapitalisme Berkaki Rasisme</span><br />Percayakah Anda bahwa kapitalisme yang sekarang berkembang menggurita, berdiri di atas ‘satu fondasi kuat’ yang bernama rasisme? Percayakah Anda bahwa rasisme merupakan elemen penting di balik perkembangan kapitalisme di masa-masa awal? Tentu saja, benang merah yang menghubungkan kedua konsep tersebut akan sangat mudah kita tangkap sebagai ‘eksploitasi’.<br />Penaklukan masyarakat kulit putih Eropa ke berbagai benua seperti Amerika, Asia, Afrika dan Australia pada akhirnya menempatkan masyarakat lokal (indegeneous people) sebagai warga kelas dua dan berujung kepada pendayagunaan mereka hanya sebagai alat produksi belaka.<br />Akan banyak sekali contoh kasus yang bisa kita ambil. Misalnya orang kulit hitam yang dijadikan budak dan buruh tani di Amerika pada abad 18. Buruh tani kulit hitam tersebut bekerja di perkebunan kapas untuk tuan tanah (tuan tanah di sini tentu berkulit putih), dan selepas dari bekerja di perkebunan kapas, mereka juga diharuskan bekerja untuk industri pemintalan benang. Semuanya dilakukan oleh kaum kulit hitam untuk kepentingan industrialisasi kulit putih. Mereka diperjualbelikan dan dianggap sebagai binatang apabila membangkang. Hal inilah yang kemudian timbul sebagai pemicu Perang Sipil di Amerika Serikat pada masa kepemimpinan presiden Abraham Lincoln.<br />Para korban bukan hanya berasal dari kaum kulit hitam. Tidak usahlah kita melihat terlalu jauh lagi keluar, sementara masyarakat Indonesiapun sebagai si kulit kuning seakan sudah kenyang dengan tindakan serupa pada masa kolonialisme. Barangkali kita sudah terlalu sering membaca bagaimana para leluhur kita harus bekerja siang-malam penuh derita di perkebunan kolonial. Setidaknya perkebunan milik bangsawan yang telah bekerja sama dengan pemerintahan kolonial. Sebuah cerita klasik yang seakan sudah menjadi doktrin bagi kita bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa terjajah yang hanya menjadi budak untuk mengisi pundi-pundi kekayaan pihak asing. Entah pemerintah kolonial, maupun kongsi dagang luar sekalipun. Akhirnya di Indonesia sendiri terjadi kondisi yang setali tiga uang dengan kejadian yang terjadi di berbagai belahan negara-negara terjajah lainnya.<br />Pemanfaatan masyarakat kelas dua inilah yang dianggap sebagai sesuatu yang sangat menguntungkan. Toh tenaga kerja yang mereka daya gunakan dari masyarakat non-kulit putih sangatlah murah. Cukup dengan memberi makan seadanya, industri bisa terus berjalan dan mereka tetap dapat memenuhi permintaan produksi. Sesederhana itulah mekanisme kapitalisme bekerja di atas sebuah tindakan rasisme besar-besaran.<br />Padahal apabila ditarik ke belakang dalam deskripsi dasar dari kapitalisme, maka kita akan mendapatkan serangkaian kalimat yang mungkin terdengar indah seperti : adanya kesamaan hak bagi setiap individu untuk mengejar dan memperoleh keuntungan dan kepemilikan pribadi. Namun, justru pada pemahaman dasar inilah saya melihat bahwa telah terjadi pencederaan yang fatal dari nilai-nilai dasar tersebut. Bagaimana mungkin kesetaraan kesempatan akan diperoleh oleh mereka yang dianggap sebagai ‘bukan manusia’? Bagaimana mungkin si kuning yang notabene jauh lebih inferior daripada si putih, memiliki kesempatan untuk memperoleh kepemilikan pribadi?<br />Pola pikir diskriminatif itulah yang telah membuat paham kapitalisme dasar tersebut seakan telah diselewengkan menjadi jauh melampaui akarnya. Pada posisi inilah saya meletakkan argumen saya bahwa periode awal perkembangan kapitalisme telah berubah menjadi sebuah konsepsi yang munafik dengan mengingkari paham ‘kesetaraan bagi setiap individu’, yang justru menjadi inti gagasan mereka sendiri.<br />Dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa arogansi para pemilik modal dan industrialis seakan telah mengubur isu rasisme jauh ke dalam wacana yang tidak pernah akan muncul melampaui hitung-hitung keuntungan yang mereka peroleh dari hasil industri mereka. Pengabaian atas rasisme melestarikan tumbuh kembangnya nilai kapitalisme, sehingga memiliki pondasi yang cukup kuat untuk terus berada pada posisi yang kokoh. Bahkan hingga saat ini.<br />Pada masa modern ini, para pekerja non-kulit putih kerapkali masih mendapatkan perlakuan yang tidak setimpal dengan pekerja kulit putih. Lagi-lagi saya akan mengambil contoh yang terjadi di Amerika Serikat, atas dasar pertimbangan bahwa di negara itulah kapitalisme berkembang seakan menjadi hal yang fundamental dan secara nyata tumbuh dengan pesat. Secara umum, ada tiga hal yang dapat didiagnosa sebagai rasisme demi kepentingan kapitalisme di dalam sebuah industri. Ketiga hal tersebut adalah :<br />1. Pekerja kulit hitam dibayar lebih rendah dibandingkan dengan pekerja kulit putih untuk sebuah pekerjaan yang identik.<br />2. Kemampuan kerja masyarakat kulit hitam seringkali tidak dipergunakan sesuai dengan potensinya. Misalnya, mereka hanya akan dipekerjakan untuk sebuah posisi rendah atau mereka hanya akan memeroleh pekerjaan dengan gaji yang rendah.<br />3. Pekerja kulit hitam harus membayar sewa yang lebih tinggi untuk sebuah rumah yang berkualitas di bawah, atau minimal setara, dengan rumah yang dihuni oleh masyarakat kulit putih.<br /><br /><br />Lebih jauh, penulis seperti John Gabriel mengajukan contoh seperti yang terjadi di rumah makan cepat saji McDonald di Amerika Serikat dan Inggris. Wacana awal yang dilemparkan oleh McDonald adalah tidak adanya eksploitasi dan kesempatan yang setara bagi semua pekerjanya, termasuk untuk kalangan minoritas sekalipun. Gabriel melakukan penelitian dengan mengadakan wawancara kepada dua karyawan McDonald berkulit hitam dan memiliki jabatan manajerial di restoran cabang McDonald. Keduanya mengakui bahwa di dalam pengelolaan staffnya, McDonald menerapkan apa yang disebut mereka sebagai ‘serahkan kepada diri sendiri’. Artinya, McDonald memberi keterbukaan kepada semua pegawainya untuk bekerja sesuai dengan potensi mereka sendiri, dan bagi setiap mereka yang menonjol akan mendapatkan posisinya masing-masing. McDonald sendiri dianggap sebagai restoran cepat saji pertama yang menerapkan prinsip kerja seperti ini.<br />Namun apabila ditarik lebih jauh lagi, kesempatan kerja ‘luas’ yang diajukan oleh McDonald sendiri pun sebenarnya masih tetap memiliki kecenderungan kepada kesempatan yang ‘sempit’ terhadap para pekerja minoritas. Dua pegawai kulit hitam yang menduduki jabatan manajerial tersebut hanyalah mereka yang sangat beruntung di antara mayoritas besar manajer kulit putih. Kesempatan yang ditawarkan berujung seolah semu. Bukan regulasi dari McDonald yang membuat hal tersebut terjadi, melainkan dampak dari sistem sosial yang ternyata masih rasislah yang membuat kesempatan itu lagi-lagi sulit untuk digapai. Daya saing yang dimiliki oleh pekerja kulit hitam tersebut tidak seimbang, karena pada kenyataannya pola hidup mereka masih di bawah pekerja kulit putih. Banyak yang melandasi faktor ini, misalnya penghasilan orang tua mereka yang tidak seberapa, tinggal di lungkungan yang relatif lebih kumuh dibandingkan pekerja kulit putih, dan yang lainnya.<br />Pada akhirnya, rasisme secara sosial tersebut tetap menutup kemungkinan mereka untuk mengejar apa yang disebut sebagai ‘kepemilikan pribadi’. Mereka akan tetap bekerja untuk kepentingan individu yang lebih superior lagi.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kesimpulan</span><br /><br />Telah jelas bahwa rasisme merupakan salah satu elemen penting dalam berkembangnya kapitalisme. Bukan hanya kapitalisme yang secara langsung melakukan eksploitasi kepada apa yang disebut sebagai ‘masyarakat kelas dua’, tetapi juga menurunnya daya saing dari masyarakat kelas dua tersebut akibat rasisme sosial secara keseluruhan, yang seakan telah menjadi lingkaran setan.<br />Hal ini juga menimbulkan sebuah penyelewengan dan intepretasi mengenai ‘kebebasan individu untuk mengejar kepemilikan pribadi’ dengan menambahkan syarat dan kondisi tertentu. Artinya bukan kebebasan murni yang dianut oleh kaum kapitalis, melainkan cenderung direalisasikan sebagai sebuah kebebasan bersyarat. Syarat yang berlaku di sini sangat variatif. Secara luas, syarat ini dapat dilihat atas kedudukan dalam lingkungan sosial. Memang, masyarakat minor masa modern ini telah dianggap untuk layak untuk ikut serta dalam kebebasan tersebut. Namun sejauh Mana mereka akan bisa mengejarnya, di tengah kondisi yang serba terbatas?<br />Pada akhirnya mereka hanya akan tetap bekerja sebagai alat produksi industri saja. Sejauh mereka berusaha memeroleh kebebasan murni tersebut, sejauh itu pula kapitalisme akan terus berkembang.<br /><br /><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Daftar Pustaka</span><br /></div><br />Dennis, Benjamin dan Anita K. Dennis. Slaves to Racism : An Unbroken Chain from America to Liberia. (New York : Algora Publishing. 2008 )<br /><br />Frederickson, George M.. Racism : A Short History. (New Jersey : Princeton University Press. 2002).<br /><br />Gabriel, John. Racism, Culture, Markets. (London : Routledge University. 1994 )<br /><br />Reisman, George. Capitalism : The Cure for Racism. www.capitalism.netexcerpts1-931089-07-8.pdf (diakses pada tanggal 26 Juli 2009, pukul 23.12)Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-29823335981090153532009-08-09T06:44:00.003+07:002009-08-09T07:42:31.127+07:00Secuplik Review dari Java Rockingland (Day Two Only!!)Java Rocking Land 2009, 8 Augustus 2009<br />Venue : Pantai Karnaval, Ancol.<br /><br />Gw beli tiket acara ini tanpa ragu sekalipun. Untuk tanggal yang gw incer, paling nggak ada 2 band yang sangat gw tunggu aksinya di panggung : Secondhand Serenade sama Mr.Big. Kalaupun gw nonton yang lain, itu gw anggep sebagai bonus.<br /><br />Secondhand dijadwalin untuk main jam 20.30 - 21.45 dan Mr.Big untuk pukul 23.00-00.00<br />Entah emang gw ga terlalu niat apa gimana, tapi kok ya gw nyampenya di venue itu pas jam 20.00 kurang ya? Artinya emang gw melewatkan performer yang lainnya, dan terkesan emang cuma mau nonton dua band itu aja.<br /><br />Secara umum venue-nya oke, dan menurut gw, Java udah milih Pantai Karnaval dengan desain panggung yang pas buat event kaya gini. Lokasi dan konsep tempatnya, sedikit banyak ngingetin gw sama Woodstock. Untuk artis yang <span style="font-style: italic;">perform</span>? Ha...jawabannya ada dua bentuk, dan dua-duanya kontras banget! Berikut sedikit ulasan singkat mengenai performa panggung band-band yang gw tonton :<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Secondhand Serenade</span><br />Gw berharap banyak sama mereka untuk bisa bikin gw yang baru dateng ini, jadi 'hot' dan kebawa suasana. Di lagu pertama, harapan gw kayanya bakal terwujud. Lagu 'Your Call' langsung digeber, dan dimainkan dengan rapi. <span style="font-style: italic;">Jamming</span> mereka untuk pemanasan sebelum lagu itu juga cukup oke. Tapi entah...mulai lagu kedua sampai lagu terakhir, <span style="font-style: italic;">mood</span> gw malah jeblok ga karuan! Cukup banyak kekurangan dari performa mereka.<br />Yang pertama lebih ke sosok John Vesely yang ga kreatif dan di setiap jeda lagu cuma bilang '<span style="font-style: italic;">thank you Jakarta</span>' atau '<span style="font-style: italic;">thank you Indonesia</span>'. Terkadang cuma ditambahin beberapa kalimat dengan logat Inggris agak aneh yang malah cuma kaya terdengar sebagai gumaman.<br /><br />Kekurangan berikutnya (dan paling fatal) adalah masalah <span style="font-style: italic;">sound</span>!! Disinilah momok sebenernya yang menjadi penghancur mood gw dan mungkin banyak orang lainnya. <span style="font-style: italic;">Sound</span>-nya terdengar agak berantakan, dan sangat amat <span style="font-style: italic;">treble</span> sekali...kedengaran tajam dan sakit di kuping. Terutama untuk suara gitar sama <span style="font-style: italic;">crash</span> drum-nya. Waaahhh, pedes pokoknya di kuping! Makanya agak disayangkan kalo denger lagu yang harusnya oke dengan <span style="font-style: italic;">sound</span> yang bising banget.<br />Dan yang makin fatal, seringkali terjadi <span style="font-style: italic;">overgain</span>, jadinya suara 'kresek-kresek' di beberapa bagian lagu. Malahan ga cuma sekali-dua kali suara gitar sama bass-nya mati sama sekali! Kacau deh tuh masalah <span style="font-style: italic;">sound</span>!<br /><br />Satu yang bikin gw agak heran lagi...mereka kayanya ga <span style="font-style: italic;">enjoy</span> pas bawain lagu mereka sendiri. Entah kenapa, <span style="font-style: italic;">feel</span>-nya kurang dapet. Mereka sempat bawain satu lagu orang lain (<span style="font-style: italic;">Fix You</span>-nya Coldplay), dan itu jauh lebih asyik dan dapet sambutan yang lebih meriah ketimbang mereka bawain lagu sendiri.<br />Gw ga mau nyalahin Secondhand juga sih. Mungkin mereka lagi apes aja, dan untuk masalah <span style="font-style: italic;">sound</span> mungkin emang operator Java-nya yang ngaco. Tapi tetep, penampilan mereka...cukup mengecewakan gw.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Mother Jane</span><br />Gw denger band ini bener-bener secara ga sengaja. Secara emang gw ga tahu menahu samasekali tentang band ini. Pas itu kebetulan gw lagi cari makan di deket <span style="font-style: italic;">stage</span> mereka manggung. Sambil ngantri, kok tanpa sadar gw menikmati musik dari <span style="font-style: italic;">stage</span> sebelah ya? Langsung gw buka jadwal dan ngeliat nama 'Mother Jane' di situ. Gw pertama agak kaget setelah tahu mereka itu band dari India. Tapi gila banget pas gw dengerin lagu-lagunya. Progresif, dengan <span style="font-style: italic;">beat</span> dan beberapa bagian yang ngingetin gw sama Dream Theater. Performa mereka juga rapi luar biasa, sampe gw sempet curiga....jangan-jangan ini <span style="font-style: italic;">lip sync</span>? Hahaha...tapi gw buang pikiran bodoh itu setelah gw melihat penampilan mereka dengan lebih seksama. Dan di sinilah gw mulai amat tertarik dengan band 'asing' ini, serta mulai berusaha untuk mencari lagu-lagunya (bahkan sekarang lagi coba cari di 4shared!!! hahahaha..memang mental pembajak)<span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span><br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-style: italic;"></span></span></span></span><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;"><br />Mr.Big<span style="font-weight: bold;"><br /></span></span></span>Sulit dapet ruang kosong di depan panggung mereka. Mentok, gw cuma bisa sampai di tengah-tengah dengan dikepung kepengapan luar biasa. Sebelum mereka mulai, panitia maju dan minta kita nyanyi lagu 'Indonesia Raya'. Tepat setelah lagu itu selesai dilantunkan, Mr.Big masuk ke panggung disambut teriakan histeris massa (termasuk gw sih...hehe). Seperti yang gw harapkan...mereka semua lengkap. Pada awalnya, Eric Martin sang vokalis langsung ngenalin satu-satu personilnya : This is Mr.Billy Sheehan! (bahkan dia pake celana kebangsaannya : kulit ketat, warna merah kinclong), This is Mr. Pablo Gilbert, and This is Mr. Torpey!!!!.<br />Selesai kenalan, mereka langsung menghentak dengan lagu "Daddy Brother Lover Little Boy" yang disambut dengan tangan-tangan yang mengacung ke atas dan hentakan kaki dan kepala (lho?).<br />Secara umum, lagu mereka mengalir sangat lancar dengan variasi luar biasa pada setiap jeda lagunya. <span style="font-style: italic;">Sound</span> yang sangat baik (walaupun ga <span style="font-style: italic;">perfect</span> banget sih) dan terutama....skill teknik mereka yang sama sekali belum mengendur di usia senja. Eric Martin masih bisa mengeluarkan lengkingannya, dan Gilbert belum kehilangan kecepatan tangannya di <span style="font-style: italic;">grip</span> gitar.<br />Yang makin oke, seringkali Paul Gilbert <span style="font-style: italic;">battle</span> lawan Billy Sheehan. Ada adegan keren saat Gilbert ganti gitar dengan <span style="font-style: italic;">double neck</span> dan seolah Sheehan ga mau kalah dengan ganti bass jadi <span style="font-style: italic;">double neck</span> juga! Performa panggung mereka atraktif luar biasa!<br /><br />Puncak kegilaan ada saat mereka bubar ke balik panggung, dengan salah satu kojo utama mereka yang belum dinyanyiin, yaitu : 'To Be With You'.<br />Teriakan-teriakan '<span style="font-style: italic;">We want more!!!</span>' mengalir dari seluruh penjuru.<br />Tiba-tiba Eric Martin masuk lagi disusul semua personil...seakan berlagak baru mau mulai manggung untuk pertamakalinya. Dan lagi-lagi Eric Martin ngomong :<br /><br />"This is Mr.Billy Sheehan, This is Mr.Paul Gilbert, This is Mr. Pat Torpey, And Me? I am....the one who wants to be with you...."<br /><br />Dan lagi-lagi, massa histeris dan melanjutkan malam sambil terus menyanyi hingga suara mereka menjadi habis.. (termasuk gw juga)<br /><br /><br />I started a disappointing night with Secondhand, but end up in wonderful night with Mr.Big!Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-36152705604608155032009-08-05T00:19:00.003+07:002009-08-05T01:11:19.228+07:00AmukDandy yang tempramental...mungkin ga pernah keliatan pada beberapa tahun belakangan ini.<br /><br />Gw yang dikit-dikit selalu menukas dengan emosi..dan yang dikit-dikit bawaanya pingin marah mulu.<br />Masa itu udah jauh gw tinggal di belakang. <span style="font-style: italic;"><br />Be a nice person, smile at peoples, having well controlled emotion</span>. Itu yang berusaha gw wujudkan dalam mencapai kedewasaan gw.<br /><br />Tapi ga tau kenapa, belakangan gw ngerasa agak sedikit 'ketarik' ke belakang. Ke masa gw dulu. Masalah numpuk dikit, pasti pelampiasannya jadi amukan dan bawaannya pingin mukul sesuatu (kalo nggak seseorang).<br /><br />Masih jelas di ingetan gw, gimana dulu gw pernah mukul temen SD gw hanya gara-gara dia nyolong buku gw. Bahkan gwpun masih inget bagaimana dia nangis kesakitan, dan nangis gara-gara ngerasa hukuman yang dia terima ga setimpal (<span style="font-style: italic;">For God' sake!!! It's only stealing a book, not even stealing my money or my wallet!!</span>).<br />Atau gw yang pernah berantem sama kakak gw sendiri yang beda umur nyaris 7 tahun. Waktu itu gw masih SMP, dan dia udah kuliah. Karena suatu masalah kecil, gw marah dan ngajakin dia ribut. Bahkan gw yang mulai nampol dia duluan. Dia ngebales, kita tampol-tampolan dan akhirnya....kalahlah gw dengan berujung terkapar di lantai rumah sambil nangis. Tangis gw bukan karena sakit dipukul, bukan juga karena gw ngerasa bersalah. Tapi kekecewaan mendalam karena gw merasa sangat lemah, dan pikiran bahwa : apabila saat itu gw lebih kuat...tentu dia yang akan terkapar di lantai, bukan gw!<br />Beranjak ke masa SMA. Disinilah gw mulai menemukan ketenangan di dalam diri gw. Kendati di masa inipun, gw juga pernah ribut untuk satu hal yang seharusnya ga perlu berujung pada adu jotos. Saat itu gw lagi berdiri di balkon sekolah, ngelamun sambil memandang ke lapangan bawah. Tiba-tiba ada seorang teman yang iseng, nepuk punggung gw dengan sangat keras. Pas gw nengok, dia pura-pura bukan dia yang ngelakuin dengan bersikap seolah munggungin gw. Ngerasa ga suka, gw juga melakukan 'tepukan' balik ke punggung dia dengan jauh lebih keras lagi (bunyinya udah bukan 'pak' tapi udah 'bug'). Dan ujung-ujungnya....haha, saling adu 'tepuk'. Lagi-lagi, masalah kecil ga jelas yang udah berdampak kepada keributan yang gw picu.<br /><br />Amukan kaya gitulah yang menurut gw sangat ga wajar, dan yang pingin gw buang jauh-jauh ke masa lalu. Ga akan gw bawa ke masa sekarang.<br />Nyatanya, belakangan gw ngerasa sangat ingin untuk marah. Hal kecil, masalah kecil, ditambah sedikit masalah kecil lainnya, ditambah sedikit keresahan lain...bawaannya pingin meledak. Gw ngerasa kalo gw sedikit kehilangan kontrol atas diri gw sendiri.<br />Mikir, terus <span style="font-style: italic;">stuck</span> dikit..bawaanya ngomel. Sambil menggerutu, gw mukul kursi yang gw dudukin. Agak sedikit susah buat nenangin diri.<br />Resah dikit, bawaanya berujung kepada marah-marah. Omongan jadi ga nyantai, cenderung nyolot. Gw sendiri juga ga tau kenapa...tiba-tiba gw jadi se<span style="font-style: italic;">moody</span> ini?<br /><br /><span style="font-style: italic;">What now? Am I really in the deep shit??</span><br /><span style="font-style: italic;">Well</span>...Gw berharap gw ga terjerumus makin jauh ke dalam 'shit' itu.<br /><br />Gw resah, tapi gw masih megang kontrol.<br />Bukan emosi dan tempramen yang menang atas gw, tapi gw yang mengatur saat-saat kemunculan mereka.<br />Gw bos nya. Gw yang berkuasa. Gw yang megang mereka..kendati ga tau sampai kapan...Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-9905982576242182022009-08-01T02:56:00.042+07:002009-08-05T23:42:35.058+07:00Orange Latte's New Three Songs! Enjoy!Dengan kecepatan yang luar biasa...dalam seminggu ini <a href="http://dandypradana.blogspot.com/2009/07/orange-latte-mafia-jazz-music.html">Orange Latte</a> (OL), sudah merampungkan rekaman untuk 3 (baca : tiga) lagu barunya! Yeaaaayyy!!<br /><br />Hmmmm, proses <span style="font-style: italic;">recording</span> yang kita lakukan di sini masih terbatas pada <span style="font-style: italic;">home production </span>dan bukan<span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"> studio production</span></span></span>. Artinya, proses <span style="font-style: italic;">take</span>, <span style="font-style: italic;">recording</span> dan <span style="font-style: italic;">mixing</span> kami lakukan dengan komputer pribadi dan <span style="font-style: italic;">software</span> sendiri pula, seperti Cool Edit Pro, dll. Apabila masih sedikit terasa kasar, harap maklumlah...namanya juga rekaman hasil <span style="font-style: italic;">home production</span>! Hehehe (alasan yang bagus bukan?)<br /><br />Karena OL formasi saat ini memutuskan untuk beralih <span style="font-style: italic;">genre </span><span>menjadi chill/mobster jazz</span>, maka tiga lagu inilah yang kami ajukan sebagai lagu pertama..dan dengan segala hormat pada personil OL pendahulu dan <span style="font-style: italic;">the founding fathers</span>, lagu-lagu OL sebelum tiga di bawah ini biarlah menjadi masa lalu dan kenangan indah mereka (hehehe).<br /><br />Satu yang masih kurang dari lagu-lagu ini adalah masih adanya ruang kosong yang belum diisi suara <span style="font-style: italic;">flute</span>, karena kebetulan Carol sang pemain <span style="font-style: italic;">flute</span> kami sedang berada di Yogyakarta untuk kuliah. Jadi kami terpaksa harus menunggu kepulangan dia ke Jakarta untuk bisa merampungkan lagu Orange Latte yang seutuhnya dan menampilkan diri kami yang 'setelanjangnya' kepada kalian!<br /><br />Berikut adalah sedikit ulasan dan contoh lagu baru kami :<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><br />Rain Song</span><br /><br />Sejauh ini Rain Song merupakan lagu Orange Latte yang paling <span style="font-style: italic;">easy listening</span> dan sederhana. Tidak banyak menggunakan progresi <span style="font-style: italic;">chord</span> yang aneh. Memang sedikit njelimet, tapi progresinya tidak terlalu banyak. Tidak banyak memasukkan melodi dan bass yang ribet juga.<br /><br />Rekomendasi : Versi instrumental mengandalkan <span style="font-style: italic;">sound</span> yang sedikit treble pada <span style="font-style: italic;">main lead</span>nya, memberi kesan optimis dan <span style="font-style: italic;">fresh</span> pada suasana lagunya. Namun kalau ingin menikmati kesan yang lebih <span style="font-style: italic;">mellow</span> dan mendalam...silahkan dengarkan versi vokal yang menawarkan suara sedikit berat pada awal hingga tengah lagu, dan perlahan meninggi hingga mencapai <span style="font-style: italic;">falset</span> pada titik puncak lagu ini! (oke, sedikit lebay..tapi kurang lebih begitulah maksudnya)<br /><br /><a href="http://sites.google.com/site/dandypradana/numpang-hosting-bro-/OrangeLatte-RainSong%28Instrumental%29.mp3?attredirects=0">Orange Latte - Rain Song (Instrumental)</a><span id="fullpost"><span class="content"><span class="block" style="margin-left: 0px ! important;"><code class="plain"><span style="font-family:Georgia,serif;"><br /></span></code></span></span></span><span id="fullpost"><span class="content"><span class="block" style="margin-left: 0px ! important;"><code class="plain"></code></span></span></span><a href="http://sites.google.com/site/dandypradana/numpang-hosting-bro-/OrangeLatte-RainSong%28Vocal%29.mp3?attredirects=0">Orange Latte - Rain Song (Vocal)</a><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">The Director is Me<br /><br /></span>Lagu ini mungkin tidak terlalu <span style="font-style: italic;">easy listening</span> dan sedikit memiliki <span style="font-style: italic;">sound</span> yang agak 'tua' (baca : <span style="font-style: italic;">oldies</span>). Tapi tepat pada lagu inilah Orange Latte mewartakan musiknya. Lagu inilah yang mencirikan aliran Chill/Mobster Jazz yang kami geluti. Dan lagu-lagu seperti inilah yang ke depannya akan banyak kami produksi. Progresi<span style="font-style: italic;"> chord</span> yang cukup ribet dan unik, ditambah dengan permainan <span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;">walking bass</span></span> senada <span style="font-style: italic;">swing</span> dan <span style="font-style: italic;">bossanova</span>. Belum lagi apabila kita mendengar vokal berat khas wanita jaman dulu (ya, vokalis kami memang diduga sebagai ibu-ibu berpenampilan mahasiswi!).<br />Pada <span style="font-style: italic;">intro</span> saja kita bisa mendengar permainan <span style="font-style: italic;">keyboard</span> dengan tempo yang agak nyeleneh dan progresif. Tepat setelah berakhirnya intro, kita akan langsung 'dihajar' oleh <span style="font-style: italic;">walking bass</span> dan petikan gitar treble yang tetap <span style="font-style: italic;">smooth</span>. Akan menjadi lebih segar apabila ditambahkan alunan flute pada bagian <span style="font-style: italic;">bridge</span>.<br /><br /><br /><span style="text-decoration: underline;"><a href="http://sites.google.com/site/dandypradana/numpang-hosting-bro-/OrangeLatte-TheDirectorisMe.mp3?attredirects=0">Orange Latte - The Director is Me</a><br /><script type="text/javascript" src="http://mediaplayer.yahoo.com/js"></script><br /><script type="text/javascript" src="http://mediaplayer.yahoo.com/js"></script><br /></span><span style="text-decoration: underline;"></span>Tertarik dengan Orange Latte?<br />hendak menghubungi untuk info atau reservasi?<br />Hubungi Dandy : 02199586031/08999333285<br />Atau Email : Orangelatteku@yahoo.com ; Dandy.Pradana87@Yahoo.com<br />Thanks!!<br /><br /><br /><span style="text-decoration: underline;"><a href="http://sites.google.com/site/dandypradana/numpang-hosting-bro-/%20%20%20%20%20Tertarik%20dengan%20Orange%20Latte?%20Hubungi%20gw%20di%2008999333285/02199586031%20atau%20via%20email%20:%20dandy.pradana87@yahoo.com%20%20Komen%20dipersilakan...Terima%20Kasih%21%20%3Cspan%20style="><span><script type="text/javascript" src="http://mediaplayer.yahoo.com/js"></script></span><span id="fullpost"><span class="content"><span class="block" style="margin-left: 0px ! important;"><code class="plain"></code></span></span></span><script type="text/javascript" src="http://mediaplayer.yahoo.com/js"></script><script type="text/javascript" src="http://mediaplayer.yahoo.com/js"></script><script type="text/javascript" src="http://mediaplayer.yahoo.com/js"></script><br /><span id="fullpost"><span class="content"><span class="block" style="margin-left: 0px ! important;"><code class="plain"></code></span></span></span><br /><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"></span><br /></span></a></span>Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-6413545146001284502.post-80964377965187453762009-07-29T02:18:00.004+07:002009-07-29T02:29:59.328+07:00Not In A Good MoodHaha, sembari gw posting dua biji yang terakhir sebelum ini...gw sedang berada dalam mood yang buruk.<br /><br />Karena suatu hal yang ga bisa untuk gw ceritain, sekitar jam setengah 11 tadi malem, mood gw berubah drastis. Gw tau, mungkin degradasi mood itu terjadi untuk sesuatu yang ga penting. Sesuatu yang sebenernya bisa terjadi kapan aja, bahkan mungkin gw sering bikin orang lain kaya gitu.<br />Gw juga heran, kenapa gw bisa anjlok gitu secara tiba-tiba. Tapi ga taulah...it's just happen.<br />Itulah kenapa gw ngabisin waktu untuk nulis yang sebenernya ga penting juga.<br />Paling nggak, itu udah sedikit nge-legain gw. Masih bad mood, tapi much better sih.<br /><br />Haha, dan kembali gw meracau di pagi hari. Cerita-cerita ga jelas.<br />Damn! Cape gw...Indra 'Dandy' Pradanahttp://www.blogger.com/profile/15327715094334561133noreply@blogger.com0